Selesai dari kegiatan latihan dance, Tisya beringsut ke teras depan. Sambil meregangkan tangan dan kakinya. Bola matanya mengarah pada rumah bertingkat dua yang ada di sebelah kiri. Kemudian, Tisya bangkit berdiri mendapatkan Rendu membuka pagar. Mata lelaki itu tak sedikitpun menoleh ke arahnya, membuat hati Tisya sendu."Rendu...."
Nada suara itu sudah lama tidak ia dengar. Manja dan pilu. Kalau bisa dihitung mungkin sudah sekitar tiga tahun. Hati Rendu merasa tak enak. Ia menoleh ke belakang.
Dilihatnya air mata sudah bercucuran jatuh. Tisya menutup matanya dengan tangan. Tak bisa mendustai hati. Rendu berjalan mendekati wanita itu.
"Sya... kok nangis, sih?"
Harus ia akui ini kali pertamanya mereka tak bersapa selama beberapa hari. Janggal. Aneh. Tak nyaman. Rendu memegang tangan yang berkulit kuning langsat itu.
"Lo jahat banget, sih. Lo masih marah sama gue?"
Rendu memalingkan pandangannya ke sembarang arah. Gue marah. Gue kecewa sama elo, Sya. Bahkan ini lebih sakit daripada waktu elo nolak cinta gue.
"Gue minta maaf." Tisya mendengus.
"Iya." Rendu berucap dengan lembut sembari tersenyum.
Cepat-cepat Tisya mengusap air matanya. "Beneran?"
Melihat Tisya tersenyum lebar, Rendu membelelak. "Buset. Lo nangis pura-pura, ya?"
Tisya refleks memukul lengan Rendu. "Enak aja lo. Gue beneran nangis."
Rendu tertawa jail. "I know..." Ada yang menjanggal di hatinya. Tentang kuliah keluar negeri yang direkomendasikan Fero membuat hatinya tak nyaman dan ingin menceritakannya kepada Tisya.
"Sya...."Entah apa yang membuat hatinya masih terasa sendu. Rendu sudah memaafkannya, tapi hati itu masih terasa sakit. "Ndu, Faren mau kuliah ke Jerman."
Terkejut, Rendu mendengar itu. Ia tak menduga Faren juga direkomendasikan keluar negeri.
Melihat wajah itu tampak sendu, Rendu tak ingin menimpalnya lagi. "Terus, tanggapan lo gimana?"
"Gue suruh dia coba."
Semenjak Faren nyanyi solo di acara prom. Memang segalanya berubah, Bina Karya seakan mempunyai murid yang sangat berbakat dibidang musik. Rendu mengerti itu. "Terus, kalau dia lulus. Hubungan kalian?"
"Entahlah. Kita lihat aja nanti."
"Lo kan gak mau LDR."
Tisya meringis. "Udah... jangan dilanjutin. Gue capek. Daa...." Tisya menyubit pipi Rendu dan mengeloyor masuk ke rumah.
***
Sudah satu jam Faren memeluk gitar dan memainkannya. Mencoret-coret buku tulis yang berisikan lirik lagu. Memetik senar, lalu menulis. Kegiatan itu berkali-kali ia lakukan.
Melanjutkan bait-bait yang telah ia pikirkan dengan Tisya tentang "Kau Istimewa" bukanlah hal yang mudah. Namun, jika diingat kembali kenangan-kenangan yang terjadi diantara mereka membuat benak Faren yang tadinya buntu menjadi lancar.
Satu per satu moment itu terekam jelas dipikirannya. Hari di mana untuk pertama kali berjumpa. Tisya tersenyum, dan kelembutan wanita itu yang membuat hatinya yang keras menjadi lunak. Tatapan Tisya yang mampu meredamkan emosi.
Segalanya ia tuangkan menjadi lirik lagu.Kemudian tentang hari-hari yang menjadikan dua hati menjadi satu. Namun, pikiran-pikiran lain terlintas di memorinya. Perdebatan tentang rasa cemburu yang tak karuan. Cepat-cepat Faren mengambil ponsel dan segera menghubungi kekasihnya itu untuk bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
For My First Love [SUDAH TERBIT]✔
Teen Fiction🏅Rank tagar: #1 ~ Katakata (7/09/21) #1 - Menari (1/09/21) #1 - Cintasegiempat (18/9/21) #1 - Faren (2/9/21) #1 - Tisya (3/9/21) #1 - Youaremylove #1 - Cerita populer (12/9/21) #2 - Ungkapan (9/9/21) Seperti hujan yang datang dimusim kemarau sepert...