Bab 11

17K 4.1K 712
                                    

Lagi-lagi ini 3k kata.. :(

.

.

"I'm so sorry," ucap Koko yang mendadak duduk di hadapanku. Oh, aku memang nggak terkejut lagi, karena dia biasa begini, tapi ucapan minta maaf itu yang membuat aku sedikit menaikkan alis.

"Kemarin saya kembali ke rumah Mom, dan semua tanaman itu kamu yang mengerjakan?"

Menurut ngana?? Diingatkan lagi tentang hal itu membuat emosiku kembali terbangkitkan. Padahal aku sudah sedikit menurunkan tingkat kekesalanku semalam dengan tidur nyenyak—tapi paginya tetap terbangun dengan seluruh persendian pegal-pegal.

Aku berpura mengalihkan perhatian ke pekerjaan—yang memang numpuk.

"Karena kencan pertama kita gagal, sepertinya kita harus mengatur ulang jadwal," ucapnya yang meskipun terdengar dengan nada membujuk mataku tetap melotot.

Aku nggak suka mendengar kata 'kencan' itu. Dan aku lebih syok dia minta atur ulang?? "Kemarin itu sudah itungan kesempatan pertama Ko," kataku sedikit memekik.

Hidungnya terlihat kembang-kempis. "Iyaa," dengusnya. "Ya atur untuk kesempatan kedua dong."

Astaga... sialan aku udah deg-degan banget, kirain dia mau ulangi kesempatan pertama.

Dia mengacungkan ponselnya, sambil menggerutu. "Padahal kemarin saya sampai searching di internet. Cari tempat nongkrong yang asyik. Eh, kamu malah ketahan dengan Mom. But, it's my fault."

Itukah alasannya dia beli bunga? Dapet saran dari si Mbah??

"Are you serious, suka lelaki yang penuh kata cinta? Romantic guy?" dumalnya.

Jelas saja aku kebingungan. "Kapan saya bilang suka cowok romantis?"

Dia mengerjap.

"Ah!" Koko bergumam keras, dengan wajah yang spontan berbinar. "Ternyata saya salah paham. Dan artinya lagi, kemungkinan besar kamu suka pria seperti saya?"

"Enggak," sahutku dengan cepat dan agak panik.

Shit! Bodohnya Aya... harusnya lo biarin aja dia beranggapan lo suka cowok romantis, biar kelimpungan sendiri ini orang.

"Jangan buru-buru bilang tidak," gerutunya. "Kamu pernah pacaran?"

Heh? Pertanyaan macam apa itu?

Kontan aku mengangguk, dengan dahi mengernyit curiga.

"Kamu cinta ke mantan pacar kamu itu?"

Meskipun nggak yakin ke mana arah pembicaraannya aku tetap mengangguk. "Tentu saja."

"Kenapa kamu cinta dia?"

Pertanyaan miliaran rupiah yang tentu saja nggak bisa kujawab, aku yakin banyak orang yang nggak bisa menjawab pertanyaan ini. Cinta? Aku juga nggak yakin seratus persen, tapi yang aku tahu, saat itu duniaku hanyalah Jo, dan aku nggak memikirkan pria lain di benakku.

Tetap ada perasaan berbeda saat bertemu dengan Jo ketimbang dengan pria lain.

Tapi kenapa dia harus memberikan pertanyaan tembak langsung begini sih? Ah ya, aku lupa, pikirannya pasti hanya seputar kesepakatan dan langkah strategis menuju tujuan yang disasar. Tentu saja aku nggak akan berusaha menjabarkan apa saja kebaikan yang pernah Jo perbuat kepadaku, kalau nggak mau Koko jadi menirukan hal yang sama.

Tiru hal yang sama pun aku yakin nggak akan membuatku tergugah perasaan sih. Tapi sepertinya aku punya jawaban yang bikin dia kalang kabut.

Aku mengangkat bahu. "I don't know. Yang pasti saat itu, saya berusaha mencari tahu kabarnya, cari tahu apa yang sedang dia kerjakan." Jawabanku jujur, dan melihat Koko menatapku dengan sorot gelisah. Oh ya tentu saja. Dia nggak akan mendapatkan itu dariku, karena aku nggak akan peduli dia sedang apa dan sedang di mana!

Dear Boss, I Quit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang