Bab 12

17.1K 3.7K 556
                                    


"Mama kamu di rumah??"

Aku ikutan berjengit menatap dengan ekspresi terkaget-kaget ke luar kaca mobil. "Saya nggak tahu Mama udah pulang! Nggak ngecek hape dari tadi. Saya pikir Mama menginap. Karena biasanya begitu. Gimana ini?"

Entah aktingku meyakinkan atau enggak, bodo amat. Yang jelas, selembut dan sebaik apa pun Mama, aku yakin nggak ada orang tua yang suka dengan pria yang mengantar anak gadisnya pulang dini hari begini.

Tapi kulirik, Koko juga semakin panik, wajahnya kentara sekali, dan jelas merah padam.

"Saya turun. Dan Koko langsung pulang aja. Mama biar jadi urusan saya," kataku yang masih menilik ekspresinya. Aku bakal buat Koko seperti makan buah simalakama. Kalau dia cabut sekarang, udah pasti keliatan banget pengecutnya, kayaknya itu bukan gaya Koko. Tapi kalau dia turun, udah pasti dia nggak akan bisa mengelak dari raut curiga Mama.

Aha! Aku nggak pernah merasa sesenang ini.

Mobil akhirnya berhenti dan mesin dimatikan. "Koko pulang aja ya, nggak usah turun," kataku yang sudah membuka pintu mobil.

Kulihat dia mengembuskan napas, dan tampangnya mengeras. Dan... Koko ikutan melepas seatbeltnya. Tanpa kata dia juga membuka pintu mobil.

Aku menyembunyikan senyumku sebisa mungkin. "Ko," sergahku pura-pura, kelihatan dia nggak peduli. Jadi, ya... aku ikut turun mengekor di belakangnya.

Begitu sampai di dekat teras—di mana Mama juga sudah berdiri mendekat—aku maju duluan.

"Ma—" sapaku kaku. "Ini Ko Daniel, atasanku."

"Oh..." Mama masih berusaha terlihat ramah, meski nggak bisa dibohongi matanya mulai menilai. "Urusannya sangat penting ya, sampai larut malam begini."

Aku senyum meringis, aku beralasan ke Mama dalam chat terakhir yang kukirimkan jika ada urusan kerjaan dengan atasanku makanya belum sampai di rumah juga. Tapi tenang aja Ma... besok aku cerita semua malam ini aku ke mana. Dan hanya berdua! Haha.

Aku sadar Koko melirikku, dan dengan wajah berpura penuh pengertian aku mengkode agar Koko segera pamit pulang.

"Iya Tante," sahutnya segan. "Um." Aku melirik tajam saat Koko mengeluarkan ponselnya. "Tante, boleh tulis nomor ponsel Tante di sini? Kapan hari, kalau saya hendak mengajak Aya keluar, saya bisa langsung izin ke Tante."

Dahiku mengernyit begitu dalam, penuh dengan tebakan ini orang bakalan ngapain dengan nomor Mamaku??

Mama yang masih menampilkan ekspresi keibuan serta agak aneh itu, ya tentu saja menuliskan nomor ponselnya di sana.

"Terima kasih, Tante," ucap Koko. "Kalau begitu," sekali lagi kami saling bertatapan. "Saya—pamit pulang."

Aku masih memandang was-was, sementara dia menyalim tangan Mamaku dengan sopan. Enggak! Rencanaku pasti nggak akan gagal, besok pas aku cerita ke Mama, pandangan Mama tentang atasanku pasti semakin buruk.

Belum juga aku sempat mandi, pesan dari Koko sudah muncul.


Kodanil : Mama kamu marah? Dia tidak ada komentar apa pun tentang saya?

Aya : Enggak.

Kodanil : Masa?

Aya : Enggak ada.

Kodanil : Masa kamu nggak bisa nilai dari matanya?


Hah? Ish! Batinku langsung mencibir, ngapain aku periksa mata Mama?

Dear Boss, I Quit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang