Bab 13

14.1K 3.9K 499
                                    


Kesepakatan kami mandek. Sudah hampir dua minggu, nggak ada pembicaraan apa pun atau ajakan apa pun. Ya, aku ngerti sih, lagi banyak banget kerjaan. Terutama si Koko yang jarang ada di ruangannya.

Usahanya dan Jessica memperbaiki tampilan instagram lebih terkonsep dan memasang iklan membuahkan hasil, orderan non partai meningkat meski belum sampai ke sasaran yang dituju Koko. Hei, emang dasar sasarannya aja yang tinggi amat!

Tapi hal itu tentu saja membuatku tambah nggak tenang. Targetku dalam bulan depan ini seluruh rencanaku tuntas, tapi kenapa rasanya terlalu jauh untuk dijangkau.

Dan lagi, ngapain juga aku ikut ke dalam gelombang kesibukan ini sementara aku udah ajukan resign. Ini nggak benar!

Jadi, tadi aku chat Jani, sebagai support systemku.


Aya : Jan, help!

Jani : Why, beb?

Aya : Koko nggak ada ngomong lagi soal kesempatan selanjutnya. Sedangkan Jeremy Tetty bolak-balik ngajak gue jalan!

Jani : Kalau lo nggak gerak. Seperti kata lo, sebulan sekali baru doi minta itu kesempatan. Ini udah hampir dua bulan kan?

Aya : Tapi ini kantor lagi sibuk banget, gimana gue bilangnya??

Jani : Minggu ini pokoknya Lo harus ada isi absen selanjutnya. Nggak boleh gagal Ya. Jangan nggak enakan! Itu paling pantang. Kali ini lo beneran harus egois.


Aku meneguhkan hati demi kebebasanku, minggu ini aku harus mengajak Koko ke... mana saja!

Aku meletakkan ponselku saat pesanan bakso kami datang. Kami yang kumaksud adalah Mbak Nita dan Cheryl. Kami makan bakso di dekat kantor, karena Mbak Nita ngakunya ngidam pengin makan bakso—khusus bakso yang ukurannya kecil-kecil saja.

Aku menggeleng, sebab Mbak Nita benar-benar memesan bakso kecil tanpa mie. Apa memang ibu hamil bisa senyeleneh itu ya?

Aku baru hendak mengambil cabai, ponselku sudah kembali berdering. Dan nomor yang tertera membuatku mengembuskan napas malas.

"Ya Ko?"

"Kamu di mana?"

Air mukaku langsung keruh. "Lagi makan bakso, bareng Mbak Nita dan Cheryl. Kalau ada urusan nanti aja—"

"Nanti pulangnya belikan nasi padang. Dua bungkus, ya."

Aku spontan mengernyit. "Dua bungkus?" ulangku.

"Iya, yang satunya untuk Jessica."

Bibirku sedikit menipis. "Iya."

Aku mematikan panggilan dan meletakkan ponselku.

"Koko titip apa?" tanya Mbak Nita.

"Nasi padang."

"Kok sampe dua bungkus?" tanya Mbak Nita lagi menaruh saus ke dalam mangkuk baksonya.

"Yang satu buat Jessica."

"Whoaa..." seru Cheryl seakan mendapat tangkapan besar. "Mereka serius ada hubungan spesial ya? Gue dengar desas-desus dari anak kasir, kabarnya mereka pernah tuh lembur sampai malam, berdua! Terus kayaknya mereka pulang bareng deh. Lo tau, Ya?"

Aku menggeleng, pikiranku mengatakan sama sekali tak ingin tahu, tapi sialnya hatiku malah dongkol. Gimana nggak? Kalau akhirnya Koko ada rasa dari kedekatan mereka ya lanjut aja sih, nggak perlu libatin gue kan?

Dear Boss, I Quit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang