Pagi-pagi kini, tara sudah mendapatkan pukulan dan tamparan seperti semalan, karena ketahuan oleh papanya pulang malam. Rendi marah pada mona karena gak becus jadi ibu yang membiarkan anaknya keluyuran tanpa sebab.
"SUDAH SAYA BILANG! DIAM DI RUMAH MONA! JANGAN KELUYURAN. LIHAT! ANAKMU PULANG MALAM GAK TAU ATURAN"
Tara hanya bergeming di anak tangga menyaksikan kedua orang tuanya bertengkar.
"NGACA RENDI! NGACA. AKU KAYAK GITU JUGA KARENA KAMU GAK BECUS CARI KERJA. HARUSNYA DARI DULU AKU SADAR, JANGAN PERCAYA SAMA LAKI-LAKI BODOH KAYAK KAMU"
"JADI KAMU NYESEL HAH?? BILANG"
PLAK
mona terkekeh pelan, merasakan tamparan rendi, pipinya terasa panas dan kebas, memengang sudut bibirnya yang terasa mengeluarkan cairan merah.
"IYA AKU NYESEL. KENAPA?? HAH??"
"DASAR ISTRI DURHAKA"
PLAK
Sekali lagi rendi menampar mona, tara tak kuat melihat pertengkaran di depannya ini, 18 tahun dia hidup di dunia tak pernah melihat sedikitpun keharmonisan di keluarganya.
"DASAR SUAMI BI--"
"STOPP! STOPP" tara menjerit keras. Menatap kearah orang tuanya yang menatap kearahnya. Tara menuruni anak tangga demi anak tangga.
Tak terasa air matanya mengalir deras membasahi pipinya.
"Bisa gak sih kalian jangan berantem terus. Tara capek, tara takut, tara--" ucapannya tersedat karena dadanya sesak tak sanggup lagi untuk bicara.
"Diam atara" peringat papanya tajam.
"Kapan sih keluarga kita harmonis? Tara-hiks-- pengen punya keluarga kayak temen-temen tara yang diberi kasih sayang--hiks.."
"Mah.. pah.. gak semua tentang harta. Tara gak butuh itu.. yang tara butuh kebahagian.. pliss--hiks tara cape jadi boneka kalian terus.."
Mona dan rendi masih bergeming menatap tara. Bahkan air muka mona sudah memerah tajam menatap tara. Mungkin mona murka, melihat tara yang seperti ini, ini baru pertama kalinya tara mengeluarkan isi hatinya. Uneg-uneg selama 18 tahun tara hidup tara keluarkan sekarang.
"Tara malu. Disuruh dandan layaknya wanita malam hanya untuk menggoda laki-laki, menguras uangnya, lalu tara buang. Sudah cukup banyak laki-laki yang tara tipu demi kalian.." lirih tara menatap sendu orang tuanya. Air matanya masih mengalir, namun tak sederas tadi.
Tara bersimpuh di depan kedua orang tuanya "Tara mohon.. kali ini aja biarin tara hidup tenang. Biarin tar--"
"CK--DIAM KAMU" ucap mona tajam, lantas beranjak menuju kamarnya. Kamar orang tuanya terpisah, kamar mona terletak di bawah, sedangkan kamar rendi di atas paling ujung.
Kali ini harapan tara hanya rendi, papanya itu tak terlalu menyiksa dirinya, tapi papanya terlalu bodo amat dengan apa yang tara lakuin atas suruhan mona, diluaran sana, papa mana yang membiarkan anaknya nakal terhadap laki-laki, tapi rendi seakan tak peduli, yang ada dipikirannya adalah membangun perusahaannya agar berdiri tinggi.
"Pah.."
"Diam tara. Saya muak lihat kamu" ucap tajam rendi, lantas keluar dari rumah.
Tara semakin menundukan kepalanya di lipatan tangan. Kapan semuanya berakhir, tara seakan berada dalam jeruji besi yang gak bebas melakukan apa-apa.
"Hiks-- capek-- tara capek"
Setelah menenangkan diri, tara melihat jam yang sudah menunjukan pukul 07.00 agak lama juga dia nangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEGANTARA
Teen Fiction(Masih banyak yang aku revisi gaiss jadi mon maaf kalo ada yang berubah ceritanya) "LO TAU? GUE JUGA GAK MAU GAN! Gak mau.. lo pikir gue cewe apaan yang mau hidup kayak gini.." "..." "Tapi gue terpaksa. Dengan cara seperti ini gue masih dianggap s...