Orang-orang menyebutnya dewi laut, padahal dia punya nama. Senja Esmeralda. Indah bukan? Tapi entah kenapa gadis itu tidak pernah seteduh namanya. Senja gadis yang hanya bisa diibaratkan sebagai ciptakan Tuhan paling sempurna. Tidak pernah masuk daftar hitam sekolah. Tidak pernah terlihat punya masalah. Dan beruntungnya, Senja lahir dari keluarga berada. Punya seorang adik laki-laki yang tidak kalah indahnya.
Gadis itu tidak sendirian menunggu jemputan datang. Ia duduk bersama murid-murid lainnya. Sesekali juga Senja menyapa murid-murid di sana sambil melambai-lambai ceria. Namun, ada yang menarik perhatian gadis itu di sana. Yaitu seseorang yang duduk di kursi halte paling ujung. Termenung sendirian dengan wajah pucat yang sangat familier baginya.
"Aku ke sana dulu, ya. Hati-hati pulangnya," kata gadis itu langsung mengambil langkah pergi ke ujung tempat itu. Kemudian Senja menoleh ke segala arah. Mencoba memahami apa yang tengah gadis ini tunggu di sana. Namun, Senja lupa tentang satu pesan Ayah, tentang jangan pernah mengusik hidup orang lain saat orang itu tidak ingin. Dan sore itu Senja melakukan kesalahan sebab mendatangi gadis itu sendirian.
"Gue nggak mau bicara. Jadi, daripada nantinya lo terluka, lebih baik lo pergi sekarang juga."
Senja menyipitkan mata kebingungan. Lantas semakin berdiri tegap di hadapan gadis itu.
"Kamu nunggu siapa?"
"Pergi."
"Jangan kasar. Nanti kamu nggak punya teman. Aku kayaknya pernah lihat kamu—"
"Nggak usah sok akrab."
Senja diam seutuhnya. Membiarkan hening panjang masuk di antara mereka berdua yang jadi bisu di sana.
Kemudian mata bersih gadis itu yang menangkap kehadiran orang lain di sana lantas semakin tajam saja. Kemudian ia bangkit. Menarik plastik bening sedang yang berisi beberapa makanan, lalu pergi begitu saja tanpa sempat Senja tanya namanya sebelumnya.
"Yah, dia pergi."
Lalu Senja beralih. Gadis itu menurunkan pandangan, menatap sepasang sepatu hitam miliknya sambil duduk di tempat gadis tadi yang kini sudah jauh entah ke mana. Senja tidak peduli, harusnya memang seperti itu. Bukankah dari awal gadis itu memang tidak ingin diganggu, lalu kenapa dirinya bersikeras untuk maju?
"Dia kenapa, ya, nggak pernah kelihatan ngomong sama siapa-siapa? Dari nada bicaranya, dia emang bukan orang yang banyak bicara."
Senja melirik kecil gadis tadi dari ekor matanya, tapi sedetik setelahnya punggung gadis itu sudah hilang tertelan kelokan jalanan. Senja mengernyitkan dahi, menoleh lagi ke arah teman-temannya tadi yang kini sudah mulai pergi. Tentu saja karena bus yang mereka tunggu sudah tiba. Lalu dirinya? Ya, siapa lagi yang Senja tunggu kalau bukan adik satu-satunya? Si ganteng pangeran sekolah yang tidak pernah jauh-jauh dari kata terlambat.
Hela napas gusar menguar di sela-sela hidung gadis itu. Rambut panjang hitam miliknya yang menjuntai turun sampai ke punggung adalah satu-satunya hal yang akan selalu Senja jaga. Karena dulu, Mama pernah bilang kalau rambut Senja sangat indah. Jadi, Senja ingin terus menjaganya untuk Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Rasa ✔
Teen Fiction"Karena yang selalu ada belum tentu abadi selamanya." ... Langit senja tidak pernah punya kata untuk bercerita, akan tetapi ia punya warna sebagai bentuk bagaimana ia berbicara. Tentang bagaimana jingga keemasannya perlahan-lahan turun lalu mulai te...