BAB 20: Mawar Biru Untuk Senja

94 27 3
                                    

“Bunga kesukaan lo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Bunga kesukaan lo. Mawar biru.”

“Kamu tahu nggak arti bunga ini apa?”

“Kemustahilan.”

“Dan—”

“Seperti kita.”

Senja langsung membuang wajahnya. Menghindar dari sepasang mata indah di hadapannya yang menatap dia lama.

“Aku nggak ngerti kamu ngomong apa.”

Sementara pemuda di hadapannya hanya tertawa. Mengurai ketegangan yang tiba-tiba datang di antara mereka berdua.

“Jangan dipikirin. Lagipula udah lama. Udah nggak ada artinya.”

Akan tetapi, mendengar suara Angkasa yang kembali mengudara di tengah-tengah ramainya manusia di tempat bermain itu membuat Senja mati rasa. Seluruh kata-kata yang ia punya lantas hilang tiba-tiba. Gadis itu semakin menunduk. Menatap sepasang sepatunya lalu kembali terdiam di sana.

“Angka, kenapa dulu kamu nyerah?”

Sepertinya, Senja tidak memikirkan dulu apa yang barusan ia tanya. Lain halnya dengan Angkasa yang langsung terdiam dan tidak bisa menatap Senja lebih lama daripada sebelumnya. Ada detak yang terhenti saat tiba-tiba Senja bertanya mengenai hal yang coba ia lupakan selama ini.

“Kenapa nanya?”

“Aku cuma penasaran.”

“Kalau cuma penasaran, lebih baik lo simpan lagi rasa penasarannya.”

“Kenapa?”

“Nggak penting.”

Lalu Senja terdiam lagi. Semakin kebingungan harus bertanya apa pada Angkasa. Mereka berdua sudah terlalu lama tidak bicara. Sudah terlalu lama tidak saling sapa. Segalanya berubah sejak terakhir kali mereka berdua saling berbicara.

Tidak ada lagi Angkasa yang ramah. Tidak ada lagi Angkasa yang sering main ke rumah. Juga, sudah tidak ada lagi Angkasa yang dulu sering membawanya pergi ke mana-mana.

Kini, mereka kembali menjadi sosok asing yang tidak pernah saling sapa. Seolah-olah kenangan yang pernah ada antara mereka berdua hilang dan tidak ada artinya.

“Kamu masih suka ke sini, ya?” tanya Senja lalu menatap bianglala di hadapannya.

Angkasa menggeleng. “Enggak.”

“Terus ngapain ke sini?”

“Pengen aja.”

Angkasa lantas melirik Senja yang jadi kebingungan. Menatap gadis itu lama dan semakin dalam. Membiarkan dirinya sekali lagi menikmati wajah damai itu dalam ketenangan. Melupakan satu kenyataan mengenai mereka yang tidak lagi bisa merasakan kebahagiaan. Juga bagaimana kini keduanya menikmati siang itu dalam kecanggungan.

Jendela Rasa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang