🍁🍁🍁
Tidak ada yang berubah dari langit dan seisinya. Langit masih saja kelabu, dan luka di hati anak lelaki itu masih tetap membiru.
Perihal Ayah, Satya akan jadi satu dari sekian banyak manusia yang lemah karenanya. Satya benar-benar tidak bisa mendengar Ayah bicara lebih banyak padanya. Satya takut dianggap berharga oleh Ayah, sebab selama ini yang anak itu dapatkan dari sosoknya hanyalah luka saja. Maka, ketika Ayah mulai memperlakukannya berbeda, ada banyak sekali yang menolak untuk Ayah menyayanginya, seperti yang Satya harapkan sejak lama.
Satya terlalu terbiasa hatinya dilukai Ayah. Dan karena Satya mulai terbiasa, Satya harap Ayah tidak pernah merubahnya, tapi malam ini Ayah bercerita lebih dari apa yang ia kira. Ayah menceritakan sosok Mama yang kini entah ada di belahan bumi mana. Ayah juga bercerita mengenai bagaimana cara Ayah mencintai Mama. Ayah menceritakan semuanya seolah hal itu tidak akan merusak tatanan di hati Satya.
Yang lebih parahnya, malam itu Ayah mengatakan padanya, bahwa Satya anak Ayah, anak kandungnya, yang di dalam darah Satya mengalir darah Ayah juga.
Jika sudah seperti ini, Satya begitu lemah, Tuhan ...
Satya merasa ada banyak kelegaan di hatinya saat Ayah mengatakan hal itu padanya. Sekalipun ia hanyalah anak yang lahir karena kesalahan. Sekalipun karena kelahirannya, kebahagiaan semua orang jadi hancur berantakan.
"Harusnya lo nggak perlu ada di dunia, Sat. Lo sebaiknya mati aja. Lo nggak berguna. Karena lo ada, Gara jadi nggak bahagia. Karena lo juga, Jingga jadi nggak punya keluarga selain Bapaknya."
Satya masih tidak berhenti melangkah. Membiarkan kakinya terus menjejak ke arah yang ia sendiri tidak tahu kini ada di mana.
Semuanya kini sudah hancur. Tidak ada lagi kebahagiaan yang pantas Satya dapatkan selain bisa bernapas gratis di semesta ini. Karena sekalipun Satya adalah anak kandung Ayah. Lelaki itu tetap tidak akan mengubah segalanya dengan mudah. Masih tetap Senja yang akan jadi anak kesayangannya.
Jingga juga tetap tidak akan menyukainya karena di hati gadis itu hanya ada satu nama saja, yaitu nama Gara. Sagara Langit Cakrawala, kakaknya.
Senja juga tidak akan lagi menyayanginya, sebab kini semesta anak itu sudah ada dua, salah satunya adalah Angkasa.
Lantas, ke mana Satya harus berlari? Saat tadi, sebelum ia memutuskan untuk pulang, sekuat tenaga Satya menekan rasanya terhadap Jingga, tapi ketika bahkan ia berusaha untuk mengungkapkan rasanya, jawaban yang Jingga berikan cukup untuk memukul mundur Satya jauh dari apa yang anak itu harapkan.
"Iya, gue udah jatuh cinta. Jatuh pada Jingga Kelabu."
Kalimat itu Satya pastikan tidak akan pernah lagi Satya katakan. Satya bersumpah tidak akan pernah lagi menyukai seseorang. Satya janji pada dirinya sendiri, bahwa itu tadi akan menjadi yang pertama dan terakhir ia mengungkapkan perasaannya. Mau sesuka apapun nanti ia kepada seseorang, Satya bisa jamin bahwa ia hanya akan memendamnya sendirian.
"Udah ada Gara." Jingga mencoba menenangkan dirinya. Benar-benar tidak berani sekedar menatap mata Satya yang terluka. Lalu setelahnya Jingga menatap ke arah berbeda, memegangi dadanya. "Di sini. Di sini udah ada Gara," lanjut Jingga tepat ketika taksi yang sebelumnya gadis itu lihat berhenti.
Lalu setelahnya, hidup Satya bukan lagi telah berubah, tapi juga semakin tidak tertata, semakin tidak berada di tempat yang semestinya.
"Gue kalau satu, ya, satu aja."
Itu adalah kalimat terakhir yang mampu Satya dengar sebelum Jingga kembali menyuruhnya untuk segera pulang. Yang tanpa gadis itu sadari, jauh di relung hati Satya ada banyak sekali yang patah di sana. Tanpa gadis itu tahu, bahwa luka milik Satya bukan hanya telah membiru, tetapi juga semakin parah di satu waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Rasa ✔
Genç Kurgu"Karena yang selalu ada belum tentu abadi selamanya." ... Langit senja tidak pernah punya kata untuk bercerita, akan tetapi ia punya warna sebagai bentuk bagaimana ia berbicara. Tentang bagaimana jingga keemasannya perlahan-lahan turun lalu mulai te...