Tidak ada yang istimewa mengenai hari di mana Satya dilahirkan ke dunia. Setiap kali hari ulang tahunnya datang, sebisa mungkin Satya memilih tidak akan pulang. Menyendiri di sudut kota hanya dengan bayang dirinya saja. Tidak melakukan apa-apa selain hanya menyusuri jalanan panjang di sana.
Untuk itu, di ulang tahunnya tahun ini, jika bisa Satya ingin melakukan itu lagi. Akan tetapi, sepertinya kali ini Satya tidak bisa melakukannya sebab Senja meminta dirinya untuk segera datang.
Gadis itu bilang, di rumah ada pesta kecil-kecilan. Katanya juga, jika Satya tidak datang, maka Senja akan berhenti makan sampai Satya pulang. Dan karena tidak mau mendapat lebih banyak masalah yang datangnya dari Senja, Satya putuskan untuk pulang ke rumah.
Jika ada yang akan Satya jaga hatinya di dunia, maka hati Senja yang akan ia sebutkan. Selama ini, gadis itu tidak pernah memarahinya, tidak pernah mengecewakannya, juga tidak pernah meninggalkannya. Untuk itu, Satya akan berusaha menjaga kakaknya semampu yang ia bisa.
Satya berhenti di depan pintu rumah. Sengaja berdiam diri di sana cukup lama untuk sekedar menenangkan dirinya. Sebab, selama dua hari berada di kota untuk pelatihan olimpiade bulan depan, Satya banyak memikirkan tentang Jingga. Apakah gadis itu baik-baik saja? Apakah hari yang gadis itu lalui lebih baik dari hari sebelumnya?
Satya tidak bisa berhenti memikirkan hal itu.
"Mas Satya udah pulang."
Sampai suara pekikan Bi Intan yang tiba-tiba membuka pintu menggelegar, dapat Satya dengar langkah-langkah gaduh dari Senja yang menuju padanya. Gadis itu berlari dengan senyum ceria yang menghiasi wajahnya. Mendekat pada Satya lalu memeluknya lebih erat dari biasanya.
"Aku kira kamu nggak bakalan pulang." Senja masih belum melepaskan pelukannya. Membiarkan dirinya memeluk Satya lebih lama di sana.
Satya juga tidak marah saat kini Senja sudah menarik tubuhnya masuk lebih dalam. Membawanya pada meja makan yang kini ada banyak sekali makanan.
"Selamat ulang tahun."
"Orang umurnya berkurang, kok, diselamati," sahut Satya mulai duduk di kursinya.
Bi Intan yang mendengar itu jadi menahan tawanya sebab Senja yang awalnya begitu ceria jadi merubah ekspresi wajahnya tiba-tiba.
"Ini momen langka soalnya. Jarang-jarang kamu ada di rumah pas hari ulang tahunmu kayak sekarang. Makanya aku emang agak sedikit lebay nyiapin ini."
"Ayah nggak pulang?"
"Ayah ada urusan di kantor."
"Lo udah makan?"
"Ini baru mau makan. Sengaja tadi nggak makan dulu biar bisa makan sama kamu."
Lalu pandangan Satya beralih pada Bi Intan.
"Makan, Bi."
"Nanti aja, Mas. Bibi mau ke belakang dulu."
Satya mengangguk."Jangan lupa makan, ya, Bi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Rasa ✔
Novela Juvenil"Karena yang selalu ada belum tentu abadi selamanya." ... Langit senja tidak pernah punya kata untuk bercerita, akan tetapi ia punya warna sebagai bentuk bagaimana ia berbicara. Tentang bagaimana jingga keemasannya perlahan-lahan turun lalu mulai te...