Wah,kawan-kawan header-nya ternyata kehapus. Jadi, maaf, nih, kalau agak berbeda pembukaan babnya ehehe^^
🍁🍁🍁
Setelah Senja, Satya masih punya rumah. Itu adalah Jingga dan keluarganya, yang menerima Satya tanpa meminta balasan apa-apa meski kini anak itu telah dibuang oleh ayahnya. Satya tidak punya alasan lagi untuk menetap lebih lama di rumah Ayah. Hanya ada kesesakkan saja di sana setiap kali Satya mengingatnya. Maka, untuk malam ini biarkan Satya berada di sini. Duduk di antara Bapak Gunadi dan Senja yang tengah menyaksikan langit malam di teras rumah.
Tidak ada suara yang menggema selain suara Bapak yang tidak ada habisnya menceritakan perihal Gara. Juga bagaimana kini Satya mendengar ceritanya dengan seksama. Sebab, sekalipun Satya bisa membenci Gara untuk waktu yang lama, rasa bencinya tetap tidak akan pernah bisa bertahan lama.
Pada akhirnya Satya tetap ingin mendengarkan tentang hidup Gara selama ia tidak ada di sisinya. Mengenai bagaimana anak itu menjalani hidup dengan ayahnya. Bagaimana hidup anak itu tanpa sosok Mama.
Jika bisa, Satya ingin memutar waktu sekali saja. Satya ingin memperbaiki kesalahannya. Satya ingin membuat Mama mereka menetap bersama Gara. Satya ingin Gara dapat bahagia meskipun selama ini hidup anak itu seluruhnya adalah luka.
Adik mana yang rela menyaksikan kakaknya menderita hanya karena Gara tidak bisa lebih daripada Satya? Bahkan, Satya rela tinggal bersama Ayah Senandika demi Gara bisa tinggal dengan ayahnya. Demi Mama jauh-jauh dari Gara dan tidak lagi membuat Gara terluka.
Adik mana yang rela melihat kakanya menangis setiap malam hanya karena Mama lebih sayang pada Satya? Bahkan, jika bisa Satya ingin bertukar raga dengan Gara selamanya.
Tapi ternyata bahkan sampai Gara pergi dari hidupnya, Satya belum sempat mengatakan segalanya. Di antara mereka berdua tetap terjadi kesalahpahaman yang belum sempat diselesaikan.
Kini Gara telah tiada. Selama hidup bahkan Satya belum sempat mengatakan padanya, bahwa Satya begitu mencintai kakaknya melebihi apa yang berharga di dunia. Bagi Satya, Gara adalah dunianya. Dunia yang tidak boleh dirusak oleh siapa-siapa.
"Gara itu sayang banget sanget sama ayahnya. Tiap Bapak berangkat kerja di sana, Gara selalu beresin rumah kayak anak gadis. Padahal dia itu cowok, lho."
Jingga tersenyum saja seraya menunduk di tempatnya. Diam-diam membenarkan ucapan Bapak mengenai Gara. Sementara Satya jadi tertegun seraya memanangi wajah sumringah Bapak seolah meminta penjelasan lebih banyak dari sebelumnya.
Malam ini Satya ingin tahu lebih banyak mengenai Gara. Satya ingin tahu bagaimana kakaknya itu menjalani hidup saat ia memilih meninggalkannya.
"Tapi ternyata Tuhan lebih sayang sama Gara. Sekarang pasti Gara udah bahagia. Anak Bapak, Gara, pasti udah sangat bahagia di sana."
Ada getar yang terdengar di ujung suara Bapak setelahnya. Lalu lelaki itu bangkit dan melirik pada Satya lebih lama. Tanpa menatap sosok Jingga dengan wajah mendungnya yang kini makin tidak bisa bicara.
"Bapak masuk dulu, ya, mau buat kopi," pamit Bapak langsung ditahan oleh Jingga.
Gadis itu bangkit di sana. menggeleng kecil lalu berkata, "Biar Jingga aja yang buatin kopi untuk Bapak. Bapak di sini aja temenin Satya."
Tanpa meminta persetujuann dari Bapak. Jingga langsung berlari masuk ke dalam. Membuat Bapak hanya bisa menurut saja di tempatnya.
Lelaki paruh baya itu lagi-lagi tersenyum. Kembali duduk di samping Satya yang terdiam. Lalu Bapak menepuk bahu Satya di sana. Membuat anak itu lantas menoleh tanpa kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Rasa ✔
Teen Fiction"Karena yang selalu ada belum tentu abadi selamanya." ... Langit senja tidak pernah punya kata untuk bercerita, akan tetapi ia punya warna sebagai bentuk bagaimana ia berbicara. Tentang bagaimana jingga keemasannya perlahan-lahan turun lalu mulai te...