BAB 9: Satya Yang Terbiasa Bisa

96 29 2
                                    

Malam kemarin, Satya tahu jika kehadirannya di hidup Jingga akan banyak mengubah takdir yang telah ditetapkan oleh semesta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam kemarin, Satya tahu jika kehadirannya di hidup Jingga akan banyak mengubah takdir yang telah ditetapkan oleh semesta. Satya tahu, bahwa setelah ia memilih melangkah lebih jauh untuk mengenal Jingga, akan ada banyak hati yang terluka. Termasuk hatinya sendiri yang kini semakin dilanda resah yang tidak sudah-sudah.

Satya pulang ke rumah setelah berbincang banyak dengan Bapak, membahas mengenai hal-hal yang Jingga suka, juga tentang bagaimana gadis itu tumbuh sampai kini hatinya setangguh ombak di lautan.

Namun, Satya lupa untuk bertanya mengenai seorang Senandung Serenata pada Bapak. Dan kini Satya jadi semakin tidak tenang di kursinya.

Tentang Senja, kata Bi Intan, gadis itu sudah sadar seutuhnya, namun tetap saja belum boleh pulang ke rumah sebab Ayah yang melarangnya. Dan kenapa kini Satya masih di rumah, itu juga karena Ayah melarangnya menemui Senja.

“Mas. Sarapan dulu.”

Suara Bi Intan yang tiba-tiba masuk ke pendengaran, sontak membuat Satya menghentikan kegiatannya melamun di depan meja belajar. Pemuda itu hanya mengangguk saja, tidak benar-benar mempedulikan kalimat wanita itu di sana.

Sampai ketika Bi Intan hampir mengambil langkah untuk pergi meninggalkan depan kamar Satya yang terbuka, suara Satya berikutnya sukses membuat wanita itu terpaku di tempatnya.

“Pasti Ayah, kan, Bi yang nungguin Senja.”

Bi Intan menoleh. Hanya terdiam dan kini lebih lama.

“Nggak heran, sih. Namanya juga anak kesayangan,” lanjut Satya kemudian langsung bangkit dari duduknya. Pemuda itu kemudian segera melangkah ke arah di mana wanita itu berada, awalnya Satya ingin langsung pergi ke sekolah, tapi ketika tiba di samping Bi Intan, Satya jadi menghentikan langkah di sana.

“Tapi, Bi. Kira-kira, kalau aku yang sakit, Ayah apa bakalan ngelakuin hal yang sama, ya, seperti apa yang Ayah kasih buat Senja?”

Tidak ada nada marah atau kesedihan yang Satya perdengarkan sebelum sosoknya hilang. Namun, Bi Intan jelas tahu arti di balik kalimat yang anak itu katakan.

Bi Intan tidak bisa melakukan apa-apa selain hanya terdiam. Punggung tegap Satya yang masih sempat ia rekam di kepala, seolah kembali mengingatkannya mengenai hari di mana dulu anak itu pertama kali datang.

Hari di mana sejarah mengenai rahasia Senandika akhirnya terbuka, namum tetap disimpan rapat oleh siapa saja yang melihatnya, termasuk anak itu yang tidak salah apa-apa, tapi dipaksa menerima luka yang tak kunjung ada habisnya.

🍁🍁🍁

Tentang bagaimana Jingga tumbuh selama ini, itu jelas karena Bapak yang menjaganya. Bapak merawat Jingga sebaik yang lelaki itu bisa. Merawatnya hingga tumbuh menjadi Jingga yang hatinya sekuat baja. Bapak akan jadi sosok pertama yang menjaganya dari banyak bahaya. Maka, untuk itu Jingga takut jika karena sakitnya, Bapak tiba-tiba pergi meninggalkannya sebelum Jingga bisa memberi bahagia yang pantas Bapak dapatkan dari semesta.

Jendela Rasa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang