Pesta Kesedihan

85 4 0
                                    

"Papi! Tolong ..." Bibir Sana kembali manyun saat pria yang ia panggil papi hanya menggeleng tanda tak mau ikut campur dengan kekacauan yang dibuat sang putri.

"Jangan coba-coba berlindung pada Papi! Atau Mami akan memarahi kalian berdua!" Gertak Jihya emosi. Belum habis rasa terkejut dari tindakan pembelian saham perusahaan bermasalah oleh Kevin yang didalangi keinginan Sana, kini putrinya itu kembali berulah dengan berita pernikahan. Bahkan persiapannya sudah hampir lima puluh persen diurus tanpa melibatkannya. Benar-benar keterlaluan!

"Bisa-bisanya kamu melamar lelaki duluan. Bahkan menyiapkan pernikahanmu tanpa melibatkan Mami. Apa Mami tidak penting bagimu, Sana?"

"Mami ... Mami tahu, Mami adalah segalanya untukku. Aku bukan tidak ingin memberitahu Mami. Tapi kupikir jika Papi sudah tahu maka Papi yang akan bilang pada Mami."

"Papimu tidak bilang apa pun pada Mami." Mami Sana menatap tajam pada sang suami.

Marcel pria yang dipanggil Papi oleh keluarganya berdeham, "Papi takut Mami terlalu shock, makanya Papi mencari waktu yang tepat untuk memberitahu Mami. Tapi sepertinya terlambat."

"Huh!" Mami mendengkus sebal sembari membuang muka.

Kevin yang sejak tadi duduk dihalangi meja kaca beranjak dan kembali duduk di sofa yang ditempati ibu dan adiknya.

"Mami jangan sedih." Kevin menggenggam tangan ibunya, "yang penting sekarang Mami sudah tahu kalau Sana akan menikah. Dan Mami tetap bisa melibatkan diri dalam pernikahan putri Mami."

"Benarkah?" Tatapan Jihya, ibu Sana dan Kevin kembali berbinar. Sana menepuk jidat pelan. Ia pikir yang jadi masalah utama adalah sosok pria yang akan jadi suaminya. Ternyata karena masalah persiapan pernikahannya.

Kevin mengangguk, "masalah dekor, Sana belum sepenuhnya deal dengan pihak WO. Mami bisa ikut memberi masukan pada WO untuk dekorasi pernikahan Sana nanti. Iya, kan Sana?"

"Iya Mi. Kak Kevin benar. Menu hidangan di pesta juga Mami yang pilihkan. Aku tahu selera Mami pasti bagus."

Sudut bibir Jihya tertarik ke atas. Ia amat menantikan momen ini. Karena putra pertamanya tak kunjung menikah, bahkan terlihat sama sekali tak tertarik pada komitmen maka hanya Sana satu-satunya harapan.

"Nanti kita buat dekorasinya seperti pernikahan Taeyang dan Min Hyorin, ya. Pasti indah, banyak tatanan bunga segar di mana-mana."

Sana membayangkan bagaimana pestanya berubah menjadi taman bunga dengan banyak bunga segar menjuntai dari atas dan dalam vas yang ada di meja-meja tamu. Tubuhnya bergidik, dari pada taman bunga, sepertinya lebih mirip hutan versi modern karena dilengkapi dengan banyaknya daun-daun dan lampu berwarna.

Mentang-mentang ibunya keturunan dari korea selatan, konsep pernikahn pun ingin menyontek artis dari sana.

"Mi, kalau bisa konsepnya mewah tapi tidak terlalu ramai dengan hiasan yang tak perlu."

"Bunga itu perlu, Sayang. Bunga yang kita pakai juga tidak sembarangan. Mami akan pilih yang sarat makna. Cocok sekali untuk pernikahan putri Mami yang cantik ini."

Kevin menahan tawa melihat Sana meringis namun tak berusaha menolak. Baiklah, mereka berdua memang saudara yang kompak. Apa pun akan diusahakan untuk kebahagiaan Jihya.

"Papi juga mau menyumbang ide untuk pernikahan putri Papi. Di luar gedung acaranya kita bisa pajang mobil-mobil antik milik Papi." Dan, jangan lupakan satu pria yang tak pernah mau disebut tua oleh anak-anaknya.

Mengabaikan raut tak setuju adiknya, Kevin berseru, "betul, Pa. Kapan lagi koleksi mobil antik Papi bisa dilihat banyak orang? Ini kesempatan bagus, Pi. Para tamu akan terkesan dengan Pesta Sana karena ada mobil antik Papi sebagai hal yang unik."

Kevin buru-buru menyingkir sembari menahan tawa begitu mendapat tatapan protes dari adiknya.

Derai tawa lepas saat sudah masuk ke dapur. Dari tempatnya lelaki yang menggunakan kaos putih berkerah itu masih dapat mendengar antusiasnya papi dan mami membantu persiapan pernikahan sang adik.

Bunyi pesan masuk di ponselnya mengurungkan niat Keving mengambil air dingin di kulkas. Pop up pesan dilayar ponsel terlihat menampilkan sebagian pesan. Rahang Kevin mengeras membaca informasi yang ia baca.

Tanpa membuang waktu Kevin melangkah tergesa keluar rumah saat melewati ruang keluarga, semua anggota keluarganya menatap heran.

*.*

Menatap kosong ke arah cermin besar yang memantulkan sosok lelaki berpenampilan rapih dengan Jas dan celana putih. Adam menghembuskan nafas lelah. Semalaman hampir tak tidur karena terus memikirkan hari ini.

Pesta pernikahan.

Pernikahan yang sudah lama ia rencanakan namun dengan seseorang yang sampai saat ini masih menolak panggilan teleponnya.

Membuka aplikasi pesan, Adam lalu mengetik pesan dan mengirimkannya dengan harapan akan dibaca oleh seseorang yang entah ada di mana.

"Adam,"

Adam menoleh, senyum sendu dari sang ibu menyapa.

"Mah." Adam mendekati sang ibu.

"Anak mama tampan sekali." Jemari Lidya menyusuri pipi sang putra. Berusaha sekuat tenaga menyembunyikan kesedihan melihat sang anak harus berkorban untuk banyak orang.

Lidya sangat tahu betapa hal ini amat berat untuk putra semata wayangnya. Pernikahan yang Adam idamkan adalah pernikahan bersama wanita yang putranya cintai sejak masa sekolah dulu. Kini semua rencana itu kandas begitu saja. Berganti dengan pernikahan terpaksa atas alasan keberlangsungan perusahaan.

"Maafkan Mama, Nak." Gumam wanita itu sarat kesedihan.

Adam menarik tubuh sang ibu dalam pelukan. Berusaha memberitahu bahwa ia kuat dan tegar. Bahwa semua ini akan baik-baik saja.

Meski ... sudut terkecil hatinya tak yakin.

*.*

Ratuqi,
Rabu 06 September 2021

Forced To Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang