Menikmati

117 3 0
                                    

Hangatnya sinar matahari pagi yang menembus kaca jendela apartemen bernomor 234 membuat penghuninya terusik.

Menggeliat pelan. Mata Sana lalu terbuka, hebatnya, hal yang langsung ia sadari adalah tentang kejadian semalam.

Ugh! Akhirnya apa yang aku inginkan terwujud!

Sana tahu tak akan ada yang bisa menolaknya. Begitupun Adam.

Menyentuh ke sisi ranjang yang ditempati Adam semalam, sepertinya lelaki itu sudah bangun sedari tadi. Pasti saat ini lelaki itu sedang memasak sarapan untuk mereka.

Sana tidak akan terkejut jika ternyata Adam memiliki keahlian memasak yang ditujukan untuknya.

Bangkit dari kasur, Sana melilit tubuhnya dengan selimut ke kamar mandi dan melepasnya sebelum masuk ke tempat shower.

Ritual bersih-bersih pagi hari memakan waktu tiga puluh menit. Sana lalu keluar dan duduk di hadapan meja rias untuk memakai skin care rutin paginya. Menyisir rambut Sana lalu tersenyum pada pantulan gambar wajahnya yang semakin nampak berseri di kaca.

Puas mengagumi kecantikan juga keberuntungan dirinya sendiri. Sana lalu bangkit, keluar dari kamar, dan menuju dapur.

Sesampaimya di sana, keadaan tempat memasak tersebut sepi. Meja makan pun sepi. Tak ada satu pun makanan tersaji di atas meja. Angan-agannya tentang Adam yang akan menyambutnya untuk sarapan pagi dengan menu yang lelaki itu masak tak terwujud.

Atau suaminya itu buru-buru berangkat ke kantor karena mereka bangun kesiangan?

Wajar, jam sudah menujukkan angka 9:25 Adam pasti buru-buru dan tak sempat membangunkannya untuk sarapan bersama. Berjalan membuka kulkas, di dalamnya masih sama seperti yang kemarin ia beli lewat aplikasi online, berisi aneka bahan keperluan masak, buah dan air mineral.

Sana kembali mencoba mencari sarapan yang pasti sudah Adam buatkan untuknya. Tapi hingga semua lemari penyimpanan ia buka. Hasilnya nihil.

Ia mulai kesal saat menyadari ternyata Adam pergi tanpa mau repot-repot membangunkan dan membuatkannya sarapan.

Menghentak kaki, Sana lalu duduk di ruang tamu dan menghempaskan diri dengan kasar ke sofa ruang tengah.

Benci!

Nafasnya menderu, wajah berseri Sana kini berubah masam dengan alis menukik. Tangannya tak kalah kasar saat memencet tombol-tombol yang ada di remote tv.

Pagi ini tak seperti bayangannya. Seharusnya Adam tak meninggalkan dirinya sendiri setelah malam menghabiskan waktu intim berdua. Lihat saja, pulang nanti akan ia marahi lelaki itu.

Dentingan bel apartemen menandakan seseorang memencetnya. Jika itu Adam tak mungkin dia memencet bel. Sana lalu bangkit menuju pintu dan melihat melalui layar intercom seorang pengantar makanan berdiri di depan unit apartemennya.

"Permisi," si kurir terseyum sopan dan pergi begitu Sana telah menerima pesanannya. Begitu si kurir pwrgi, Sana baru sadar bahwa ia lupa bertanya nama pengirimnya.

Sana masuk sembari menerka-nerka, siapa orang yang meminta sebuah restoran menyediakan menu sarapan sehat dan mengirimkan makanan untuknya? Apakah Adam?

Senyum tipis terbit mengikuti pemikiran yang belum tentu itu. Jika benar makanan ini kiriman Adam, maka pulang nanti ia tak akan memarahi suaminya tersebut.

*.*


Ratuqi,
25 September 2021

Forced To Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang