Pagi itu Jagad bangun dengan kepala pusing, terlalu mabuk bersama teman - temannya, ditambah dengan ketukan yang tak berhenti sedari tadi membuatnya geram setengah mati.
Kemana wanita pink itu tanya hatinya dongkol, apa belum bangun kah? Dia harus membuang keinginan untuk membangunkan wanita yang disebutnya isteri sekarang itu. Tumben belum bangun sesiang ini, biasanya dia sudah bangun sendiri dan berlagak membuatkannya sarapan.
Kembali bunyi ketukan membuatnya beranjak dari sofa dan nyaris terjengkang ke belakang karena melihat apa di balik pintu rumah yang dibukanya.
"Maaf mas, benar ini rumahnya mbak Anya?" Pria separuh baya menyunggingkan senyum ramah demi melihat manusia yang berdiri di depannya, dalam hati keder juga dan ragu apa benar di depannya ini adalah suami mantan majikannya melihat lelaki ini tidak seperti tipe - tipe kekasih majikannya dulu. Perbedaannya sangat mencolok antara seorang putri dengan seorang pengemis.
Jagad kontan memutar otak, seingatnya kontrakan ini sebelumnya pernah ditempati oleh seorang kakek tua, belum ada yang namanya Anya.
"Pak sis? Lho kok bisa disini..."
Kedua lelaki itu menoleh ke arah suara, demi mengerti kalau 'Anya' yang dicari lelaki paruh baya itu ternyata adalah isterinya, Jagad akhirnya mundur dan menyingkir dari situ, dengan tatapan jengkel dia berpikir akan memberikan pelajaran pertama ke isteri yang baru dia tau namanya 'Anya' itu setelah ini.
"Lho, pak ini barang - barang Anya kok dibawa kesini?"
Anya tahu, ini akan jadi persoalan lagi, melihat tingkah suaminya yang sekarang sudah duduk di sofa dan menonton tv dengan tak acuh. Bukankah sama saja? Sejak menikah juga begitu sifatnya, batin Anya menyangkal.
"Disuruh tuan mbak, katanya mbak disini gak punya ap...." Anya meloncat ke depan supirnya itu, menutup mulutnya secepat yang ia bisa, takut dan ngeri harus di dengar oleh suaminya, dia tidak mau melukai ego suaminya, lagi pula yang memaksakan pernikahan ini kan dirinya sendiri. Pak sis terserang bingung akut
apalagi setelah memperhatikan penampilan anya yang terkesan jauh dari keseharian majikannya tersebut.
"Dibawa pulang aja ya pak, nanti anya ngomong sama
papa deh..."
"Tapi non, gimana bawa semuanya balik lagi??"
Keduanya melihat ke sekeliling, lemari pakaian, tempat tidur, kulkas kecil kesayangannya, alat Make up lengkapnya, koleksi tas, sepatu dan barang mewah lainnya membuatnya menelan ludah sendiri.
"Ya udah, bapak pulang aja, barangnya di sini gak apa-
apa, nanti anya ngomong sendiri sama papa"
"Iya non... Saya pulang dulu"
"Iya, makasih pak sis...." Anya bingung sendiri sekarang, bagaimana cara bicara dengan jagad. Cari Perkara namanya. Anya berjalan ragu ke arah jagad, dengan mulut membuka dan menutup siap berbicara tapi belum ada terdengar suara juga.
Jagad bukannya tidak tahu kalau isterinya akan berbicara sesuatu tapi dia memilih cuek saja, tak menoleh samasekali.
"Tidak ada toleransi untuk barang - barang berbie-mu itu!, jangan harap aku mau menampungnya disini" Ucapnya getas dengan nada tak bisa dibantahkan, namun ia salah jika menilai anya gadis yang mudah menyerah.
"Bukan anya yang minta mas, papa yang memerintahkan
semua barang itu pindah ke rumah ini"
Jagad menoleh terkesiap, demi mendengar panggilan 'mas' untuk pertama kali didengar dari mulut isterinya.