10 - Jawaban Dari Hati?

15 4 0
                                    

Desi mengantikan posisi Lyra, menatap Bintang dengan wajah lelahnya. "Kamu pacaran sama Lyra?" tanya Desi tiba-tiba tanpa pemanasan. 

Mendadak Bintang merasakan berpindah ke tempat yang begitu mencekam. Cowok itu tidak langsung menjawab. Ia bingung harus menjawab apa karena ia tidak tahu apa jawaban yang diharapkan oleh Desi. Kalau dia jujur bahwa keduanya belum ada kejelasan status, Bintang takut Desi akan mengira bahwa dirinya laki-laki yang tidak punya pendirian. Tapi jika ia berbohong, tidak ada jaminan juga Desi akan merestui kan?

"Bintang?" panggil Desi membuat sesi berpikir Bintang harus berakhir, ia harus menjawab apa adanya.

Jantung Bintang menjadi sedikit lebih cepat berpacu. Bintang berdekham beberapa kali untuk menetralkan suaranya. "Belum Tante."

Desi mengangguk beberapa kali sebelum kembali membuka mulutnya. "Bukannya kalian udah kenal lama ya? Bahkan dilihat dari kedekatan kalian, kayak orang yang udah pacaran loh," ujar Desi mengutarakan opininya.

Bintang tersenyum kikuk, tangannya refleks menggaruk tengkuknya. "Ya itulah Lyra Tante. Dia adalah gadis dengan kepala batunya. Pandai membentengi hatinya untuk nggak mudah jatuh cinta. Padahal Bintang udah tujuh bulan ngedeketin Lyra. Mungkin dia belum yakin ya Tante?"

"Tujuh bulan?" Desi terkejut dengan pernyataan Bintang.

Mengingat masa mudanya dulu hanya butuh waktu tiga hari untuk jatuh cinta dengan almarhum suaminya. Menurutnya itu adalah waktu yang sangat lama. Apakah sesulit itu meluluhkan hati keponakannya? Dan Desi juga salut dengan Bintang, cowok itu mampu bertahan sampai sejauh ini.

Bintang mengangguk, "Iya, Tante."

Desi geleng-geleng.

"Berada di posisi ini, Bintang tetap bersyukur. Karena nggak mudah Tante, selain banyaknya saingan di luar sana Bintang juga harus bisa berhadapan dengan sikap Lyra. Bahkan sampai sekarang Lyra masih sama, kadang jutek dan galaknya masyaallah, gengsinya ngalahin gengsi Prilly makan di piring dah. Tapi nggak apa-apa, yang penting Bintang sayang," cerocosnya membuat Desi tersenyum.

"Sabar sekali ya kamu?" ujarnya menatap Bintang kagum.

Bintang hanya tersenyum. Sedikit kaget juga dengan ucapannya yang tiba-tiba lancar seperti itu. Padahal dadanya terus saja jedag-jedug.

"Apa yang membuat kamu bisa bertahan sejauh ini?" tanya Desi ingin tahu.

Bintang berpikir sejenak lalu menghembuskan napasnya. "Yang jelas karena rasa ini ada." Bintang menyentuh dadanya. 

"Dengan segala yang ada pada Lyra, Bintang merasa punya harapan setiap harinya. Dan berada di dekat Lyra, Bintang ngerasa nyaman dan beruntung. Hal itu ngebuat Bintang nggak perlu sosok lain," ungkap Bintang dengan tenang.

Seolah tidak ada rasa gerogi ataupun gugup. Semua kalimat itu terlontar begitu saja dengan mulusnya. Karena ini adalah jawaban yang sesungguhnya dari hati Bintang.

Desi yang mendengarpun sedikit tidak percaya. Wanita itu masih menatap Bintang. Siapa yang ada di seberangnya kali ini? Apakah itu benar-benar seorang Bintang yang tengilnya meningkat setiap hari? Ah, sungguh mustahil, pikir Desi.

Detik berikutnya Desi kembali tersadar. Ia mengangguk beberapa kali. "Bisa serius juga ya kamu?"

Bintang tersenyum kikuk, "Maaf Tante. Kalo lagi serius emang suka nyerocos gini, minyak rem-nya habis," celetuk Bintang menyentuh lehernya.

Desi tertawa kecil, "Yaudah minum dulu."

Bintang menjangkau segelas air di meja, gerakannya terlihat canggung. Jujur Bintang tidak menyangka bisa sepuitis itu, wkwk.

Sunyi. Beberapa menit hanya sibuk dengan fikiran masing-masing.

"Mungkin, Tante memang bukan orang tua Lyra." Suara Desi kembali menarik atensi Bintang.

Wanita itu menghela pelan, "Tapi sejak kecil Tante udah deket banget sama anak itu. Jadi Tante udah anggep dia sebagai anak Tante sendiri, juga sangat faham seperti apa itu Lyra."

Bintang semakin teratarik dengan obrolan kali ini. Cowok itu memasang telinganya baik-baik. Memberikan seluruh fokusnya.

Terlihat senyum tipis di bibir merah itu. "Lyra itu tipe orang yang over dalam menyikapi suatu hal. Misalnya ada hal sekecil apapun itu yang membuatnya bahagia, dia akan sangat merasa bahagia. Begitupun sebaliknya, jika dia merasakan takut, sedih, khawatir dia juga akan menyikapinya secara berlebihan. Bahkan, dia bisa nekat melakukan apapun yang dia mau, makanya kadang dia ceroboh banget," ungkap Desi.

Bintang mengangguk beberapa kali. Ternyata sikap berlebihan yang Bintang tangkap selama bersama Lyra memang sudah melekat pada gadis itu sejak kecil.

Desi kembali menatap Bintang, lagi-lagi tatapan itu membuat jantung Bintang tak terkontrol. Serius sekali. "Kalau boleh Tante minta satu hal, Tante hanya minta tolong jaga dia. Sebisa mungkin jangan buat dia merasakan suatu hal yang buruk, sekecil apapun itu."

Saat itu juga Bintang tahu bahwa ia tidak boleh bermain-main dengan Lyra. Dan saat itu juga Bintang berjanji dalam hatinya untuk selalu menjaga gadis yang sangat ia sayangi. Apapun yang terjadi. Mungkin ini terdengar klise dan sangat gombal, tapi jujur baru kali ini Bintang menyayangi seseorang lebih dari dirinya sendiri.

Bintang menarik napasnya dalam dan menghembuskannya. "Tante tenang aja, Bintang akan selalu menjaga Lyra semampu Bintang," tutur Bintang sungguh-sungguh membuat Desi tersenyum lega.

Kekhawatirannya kini bekurang. Jujur sejak awal Desi selalu mengawasi Lyra dari kejauhan. Meskipun ia sudah lama mengenal Bintang, tapi itu bukan berarti ia bisa percaya begitu saja tanpa pengakuan langsung dari Bintang. Tapi hari ini Bintang membuktikannya.

"Tante percaya sama kamu." Desi tersenyum penuh arti. "Ohiya, kamu kesini pakai apa? Tante nggak lihat motor kamu tadi."

"Bintang tinggal depan gang, Tante. Nggak enak di bawa masuk komplek, takut ngebangunin orang lain," jelasnya.

"Ayok!" sambar Lyra yang masih berjalan menuruni tangga.

Kini Bintang dan Desi yang dibuat terkejut oleh kedatangan Lyra. Keduanya menoleh bersamaan dengan mata tak berkedip sedikitpun. Seolah ada yang aneh dengan penampilan Lyra.

"Sekian lama di kamar cuma pake kaos oblong?" tanya Desi memastikan, matanya masih menatap Lyra. "Rambut diiket sembarang gitu lagi."

Lyra menunduk, memperhatikan penampilannya sendiri sebelum kembali menatap dua orang di depannya.

"Loh? Emang ada yang salah? Kan cuma keluar bentar. Orang Bintang juga cuma pake kaos sama sarung gitu," Lyra menunjuk dengan dagunya. "Pake sendal jepit HelloKitty lagi." 

Kini semua pasang mata tertuju pada Bintang. Tak terkecuali dirinya sendiri yang tengah menatap ke bawah. Cowok itu kembali mendongak, menatap Desi dan Lyra bergantian.

Dengan senyum tak berdosanya, "Eh, iya. Bintang lupa ganti baju."

TBC

Toxic Wish [BACA SELAGI ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang