Desi menutup pintu mobilnya dan segera melangkah masuk ke rumah. Namun langkahnya harus tertunda karena seseorang tiba-tiba datang menyalaminya.
"Assalamualaikum, Tante," ucap cowok itu seraya mencium punggung tangan Desi.
"Waalaikumsalam..." jawab Desi memperhatikan seseorang di hadapannya. "Loh, Bintang?"
Bintang terkekeh kecil sambil menggaruk kepalanya seperti orang bodoh. "Iya Bintang, Tante. Masa matahari, belom terbit dong."
Wanita paruh baya dengan mata panda itu ikut terkekeh mendengar lawakan garing Bintang. Desi sudah cukup lama mengenal Bintang, sudah hafal juga dengan segala tingkahnya yang kadang di luar nalar manusia.
"Kok pagi banget?" Desi melihat arloji hitam elegan di tangannya, "Belum juga jam lima."
"Iya, Bintang sengaja tante. Tapi Bintang udah sholat subuh kok, tenang aja,"ujar Bintang.
Desi mengangguk sambil tersenyum. Di depannya Bintang celingukan memperhatikan mobil mewah yang baru saja terparkir.
"Ohiya, Tante baru pulang dari kantor?" tanya Bintang penasaran, bukan apa-apa tapi ini pagi hari loh.
Desi memang sering pulang larut malam, bahkan terkadang sampai pagi hari seperti ini karena urusan kantornya. Semenjak Arman--suaminya meninggal karena kecelakaan Desi harus bekerja ekstra untuk kehidupannya.
"Iya, Tante lembur. Berhubung sekarang hari minggu, Tante memutuskan untuk istirahat di rumah."
Bintang mengangguk faham sambil membulatkan mulutnya. Memperhatikan wajah Bintang secara dekat seperti ini membuat dahi Desi berkerut ketika menemukan kejanggalan di sana.
"Ini kenapa? Kok ada bekas luka disini? Kamu berantem?" tanya Desi sedikit terkejut, ia menyentuh sebentar pelipis Bintang.
Bintang merasakan wajahnya memanas. Untung masih gelap, jadi tidak akan ketahuan rona merah pipinya. Ia lupa bahwa Desi juga seorang ibu, melihat luka seperti itu pasti akan memunculkan pertanyaan. Bintang belum mempersiapkan jawabannya. Tidak mungkin ia bilang bahwa itu akibat lemparan batu saat tawuran sialan kemarin.
"Bintang? benar, kamu berantem?" ulang Desi.
Bintang bergerak gugup, ia sedang mencari alasan yang tepat.
"Ehm, anu Tante ... Apa namanya? Emm, kemarin Bintang manjat pohon mangga tetangga eh yang punya tiba-tiba keluar, Bintang gugup jad--"
"Kamu nyuri?"
Belum juga Bintang selesai menjelaskan, Desi sudah lebih dulu memotong ucapannya, syok.
Bintang menggeleng cepat, begitupun kedua tangannya, refleks. "Eng-enggak Tante. Bintang bukan mau ambil mangga, tapi Bintang dikejar anjing jadi terpaksa manjat pohon. Ehh malah ada anak kecil neriakin Bintang maling sambil bawa ketapel. Jadinya kepala kena deh."
Desi menggeleng pelan. Ada-ada saja kejadian di hidup anak ini.
Mungkin luka di pelipisnya memang karena tawuran. Tapi untuk kejadian itu Bintang memang pernah mengalami. Jadi ia tidak bohong tentang alasannya.
"Ohiya kamu kesini pasti cari Lyra kan?"
"Tante mah kalo ngomong suka bener. Kan malu calon ponakannya," celoteh Bintang cengar-cengir.
Desi yang merasa semakin lelah hanya meng-iyakan apa-apa saja ucapan Bintang. "Yasudah, ayo masuk."
***
"Bintang, kamu duduk dulu ya. Seperti biasa kamu tinggal minta minum sama Tini. Tante mau ke kamar dulu," ucap Desi lalu berjalan meuju lantai dua.
Bintang mengangguk faham dan dengan senang hati duduk di sofa maroon mewah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Wish [BACA SELAGI ON GOING]
Genç KurguFyi, garis besar dari cerita ini terinspirasi dari kisah nyata. Aku Alyra, sangat bahagia karena telah ada orang baik yang menulis cerita dengan garis besar yang diangkat dari kisahku. Terimakasih kepada kalian, nama-nama yang Tuhan izinkan masuk da...