BAB 4 KEMBALI KE PANCALA

98 8 0
                                    



Di kerajaan Paranggubarja, Prabu Jungkungmardea tidak dapat tidur. Ia berjalan mondar mandir, menenangkan hati yang gundah. Semakin lama bayangan wajah ayu Srikandi semakin menghantui pikirannya. Iapun mencoba bersemedi, mengosongkan pikiran yang galau dan mendekatkan diri pada Yang Kuasa. Semenit, dua menit, setengah jam, sejam, duduknya menjadi gelisah. Ia sulit berkonsentrasi karena bayang-bayang sang putri terus hinggap di pikirannya.

Kesal dengan keadaannya, iapun beranjak dari semadinya dan pergi ke balai latihan. Diambilnya tongkat toya (tongkat tanpa mata tombak).

"Prajurit, panggil tumenggung Natapralaya kemari."

"Sendiko sinuwun."

Setelah tumenggung Natapralaya datang.

"Natapralaya aku ingin berlatih denganmu. Ambillah senjata apa maumu. Layanilah seranganku."

"Tapi sinuwun, ini sudah malam. Tidakkah lebih baik kita berlatih besok pagi saja ?"

"Aku mau sekarang. Awas seranganku." Katanya sambil menyerang tumenggung Natapralaya dengan toyanya. Terpaksa tumenggung Natapralaya melayani gustinya.

"Ada masalah apakah sinuwun ? Barangkali hamba bisa membantu." Kata Natapralaya disela-sela pertempuran mereka.

"Aku tidak dapat tidur. Bayang-bayang putri Pancala itu terus bertengger di pikiranku. "

"Lalu apa yang sinuwun akan lakukan ?"

Sang Prabu tidak menjawab. Ia menyerang membabi buta membuat tumenggung Natapralaya kewalahan. Beberapa kali tubuhnya tergebuk tongkat toya. Akhirnya iapun melompat mundur.

"Aku harus segera melamarnya, Natapralaya. Hidupku terasa kering. Aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan, aku sulit berkonsentrasi. Rasanya kalau aku tidak bisa menyuntingnya aku pasti mati." katanya sambil menyerang bawahannya itu. 

"Sabar sinuwun. Kalau hanya melamar, hamba bisa pergi ke Pancala. Paduka silakan menunggu di Paranggubarja." kata sang tumenggung sambil terengah-engah. Tubuhnya terasa sakit akibat babak belur dihajar tongkat toya rajanya.

"Ya sudahlah. Pulanglah kau. Istirahatlah. Tubuhmu sudah biru-biru terkena toya."

"Sendiko sinuwun." 

Tumenggung Natapralaya mengundurkan diri. Sepeninggal bawahannya sang prabu duduk bersila mengheningkan cipta. Ia bersemedi menutup diri dari seluruh lubang hawa nafsu.

Pagi pun datang. Sang Prabu membuka matanya. Untuk menyegarkan tubuhnya, ia mandi dan bergegas ke balairung.

"Panggilkan aku patih Jayasudarga." Perintahnya pada salah satu prajurit.

"Sendiko sinuwun." Katanya. Ia segera pergi ke kepatihan, memanggil sang patih.

 Ia segera pergi ke kepatihan, memanggil sang patih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Wanita PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang