"Bagaimana dengan dirimu, kangmas. Apakah kau diperbolehkan bercumbu dengan wanita yang telah bersuami ?" kata Srikandi sambil mengangkat wajahnya.
Arjuna terkesiap mendengar kata-kata Srikandi.
"Aku tidak cemburu pada kangmbok Banuwati karena ia ad...
13 tahun berlalu. Para Pandawa telah menyelesaikan hukuman buang mereka. Saat ini mereka bermukim di kerajaan Wirata, tempat mereka menyamar.
Kerajaan Wirata diperintah oleh Prabu Matswapati. Waktu mudanya ia bernama Raden Durgandana. Ia adalah kakak dari Dewi Durgandini, nenek buyut para Pandawa dan Kurawa. Karena itu Prabu Matswapati masih bersaudara dengan para Pandawa. Walaupun ia sudah berusia lanjut, namun anak-anaknya seusia dengan para Pandawa. Bahkan putri bungsunya, Dewi Utari, seusia dengan anak-anak Pandawa. Karena itu Pandawa dan Prabu Matswapati sepakat untuk menikahkan mereka, yaitu Dewi Utari dengan putra Arjuna, Abimanyu.
Pernikahan Abimanyu dilaksanakan bersama-sama dengan pernikahan Pancawala dengan Endang Pergiwati (putri Arjuna) dan Raden Samba (putra Prabu Kresna) dengan Dewi Lesmanawati (putri Prabu Duryudana). Dengan demikian sebenarnya Prabu Kresna berbesanan dengan Prabu Duryudana.
Setelah acara pernikahan usai para raja sekutu Pandawa berkumpul di Wirata guna memikirkan strategi untuk meminta kembali Amarta pada para Kurawa.
Pertama-tama Pandawa mengirimkan Prabu Drupada sebagai duta, namun tidak hanya ia gagal meminta kembali, para Kurawa bahkan tidak memandang sebelah mata padanya.
Duta kedua adalah Dewi Kunti. Ia terpilih karena Dewi Kunti disegani oleh para Kurawa. Namun ia juga gagal. Para Kurawa terlalu serakah untuk mengembalikan Amarta pada Pandawa.
Duta terakhir terpilih adalah Prabu Kresna. Setibanya di Astina tidak hanya Prabu Duryudana menolak memberikan kembali Amarta, ia bahkan berani memenjarakan Prabu Kresna. Hal ini membuat Kresna murka. Ia bertiwikrama, berubah menjadi raksasa. Para Kurawa memohon ampun. Hati Prabu Kresnapun luluh. Setelah ia menemui bibinya, Dewi Kunti dan Karna, iapun pamit kembali ke Wirata.
"Anakku, tidak ada jalan lain untuk meminta kembali Amarta selain perang." Demikian kata Prabu Drupada pada Prabu Puntadewa. "Kami semua gagal meminta kembali Amarta akibat keserakahan Kurawa. Mereka sangat pongah dan sombong. Mereka menyangka Pandawa tidak mungkin mengalahkan mereka karena mereka memiliki orang-orang sakti disana seperti resi Bisma, resi Durna dan Karna."
"Betul, nak. Eyang juga setuju untuk perang. Tanpa perang, angkara murka tidak akan musnah dari muka bumi." Kata Prabu Matswapati.
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Prabu Puntadewa setuju untuk memakai jalan perang untuk mengambil kembali haknya.
Malampun tiba. Srikandi duduk gelisah di ranjangnya. Tak mampu menenangkan perasaannya, iapun duduk bersemadi. Tiba-tiba sekelebat bayangan putih masuk ke kamarnya.
"Srikandi, bangunlah, nini. Ini aku Dewi Amba datang padamu." Lembut suara sang dewi menyapa telinga Srikandi. Ia pun menghaturkan sembah pada sang dewi.
"Apa yang menjadi ganjalan hatimu, nini ?" tanyanya lagi.
"Sang Dewi, sebentar lagi pecah perang besar Bharatayudha antara Pandawa dan Kurawa. Ingin rasanya aku ikut berperang membela suami dan keluarganya. Tapi siapakah diriku yang hanya seorang perempuan ini ?"
"Nini, bukankah menjadi prajurit putri membela kebenaran adalah cita-citamu ? Bukankah hal ini yang membuatmu mempelajari olah kanuragan ? Apa yang membuatmu ragu ?"
"Tapi aku hanya perempuan, sang dewi. Apakah mereka akan mengijinkanku berperang ?"
"Nini, pernahkah kau mendengar cerita hidupku ? Tahukah kau siapa aku ?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.