BAB 11 HUKUMAN BUANG

87 7 0
                                    


Semburat sinar matahari pagi menerangi langit. Kicau burung ribut membangunkan penghuni kesatrian. Srikandi terbangun, tubuhnya terasa lunglai. Semalaman ia tidak dapat tidur. Sudah dicobanya memejamkan mata dan mengosongkan pikirannya namun kesedihan dan kekalutan hatinya menguasai emosi dan pikirannya. Ia bangkit dari tempat tidur dan melangkah ke kolam tamansari. Para emban sudah menyiapkan bunga 7 rupa untuk menyegarkan tubuh sang putri. Bermacam-macam bunga mewangi disebar di kolam itu. Ada mawar, melati, kenanga, kantil putih, gerbera, sedap malam dan krisan. Semerbak wangi bunga membuat suasana menjadi nyaman.

Perlahan-lahan sang putri melangkah masuk ke kolam tirta. Dinginnya air membuat tubuhnya sedikit menggigil. Setelah merasa tubuhnya cukup beradaptasi dengan dinginnya air, ia memejamkan mata dan menenggelamkan dirinya. Hati yang semula terasa pedih sedikit terobati dengan ketenangan di dalam jernihnya air. Tidak lama kemudian paru-parunya mulai berontak meminta asupan oksigen namun ia tidak ingin mengangkat tubuhnya, khawatir rasa pedih itu kembali lagi. Seumur hidupnya belum pernah ia merasa sekalut itu. Tak lama pandangan matanya mulai nanar. Tiba-tiba sepasang tangan kuat meraih pinggangnya dan mengangkatnya dari kolam.

"Apa yang kau lakukan, yayi ? Kau mau bunuh diri ?!" teriak Arjuna. Nada khawatir terdengar dalam nyaring suaranya.

Srikandi mengusap air yang mengucur deras di wajahnya. Dipandangnya wajah tampan sang suami. Sejurus kemudian tangisnya pecah. Ia menangis sambil memukuli dada Arjuna. Sang suami hanya bisa berdiam diri membiarkan istrinya melampiaskan kemarahannya.

"Apa yang kalian lakukan di Astina, kangmas ? Teganya kalian berjudi mempertaruhkan semua yang kalian miliki. Bahkan kalian tidak berdaya melindungi seorang wanita lemah. Teganya kalian melakukan itu pada kakakku Drupadi. Tidakkah kalian mengetahui betapa berbahayanya judi ?" Isaknya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Maafkan aku, yayi.. Maafkan kami.. " kata Arjuna sambil memeluk erat istrinya. Hatinya hancur melihat tangis wanita yang dikasihinya itu.

"Sungguh tidak terpikir dalam benakku saat itu betapa judi tidak hanya menghancurkan diri manusia, tapi juga harkat martabat dan menyengsarakan keluarga."

"Aku tidak habis pikir, kangmas. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Ku pikir para Pandawa adalah satria yang menjunjung tinggi nilai-nilai satria. Aku benar-benar marah padamu. Kenapa kangmas tidak menyadarkan kaka Prabu Puntadewa saat itu ?"

"Aku... Aku terlena.."

Mendengar jawaban Arjuna rasanya ingin Srikandi menghantamkan pukulannya sekuat tenaga ke arah suaminya karena kekesalan yang memuncak. Ia tidak habis pikir bagaimana mungkin para Pandawa yang mendapat didikan keras dari resi kondang bijaksana sang bagawan Abyasa bisa tercebur dalam dosa judi. Srikandi yang besar dalam asuhan dan didikan ayahnya, Prabu Drupada yang terkenal sebagai ahli ketatanegaraan, sangat paham betapa berbahayanya judi. Andaikata ia berjudi, ayahnya pasti akan menghajarnya sampai mati. 

Wanita PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang