1.

2.6K 197 48
                                    

"Cewek, cantik-cantik mau ke mana ini?"

Chika melirik ke arah sumber suara yang selalu ia dengar hampir setiap waktu. Tetangga sebelah rumahnya yang kini berdiri di balik tembok pembatas, menopang dagu di atas tembok dan menatapnya dengan tatapan menggoda yang membuatnya ingin melempar sepatu saat itu juga.

Chika berdecak sebal, "Gak usah mulai deh, Vi."

Vivi terkekeh, menggoda dan membuat Chika kesal menjadi sebuah kesenangan bagi dirinya. Ia selalu suka saat wajah Chika ditekuk karena menahan kesal, atau bibir yang mengerucut begitu mendengar bualan dari mulutnya.

"Udah rapi, mau ke mana?" Tanya Vivi.

Chika melihat ponselnya begitu mendengar denting notifikasi satu kali. Raut wajahnya yang tadinya bahagia saat mendengar denting notifikasi berubah 180° begitu membaca sebuah pesan masuk ke ponselnya. Ucapan Vivi dan pesan yang baru saja ia baca membuat suasana hatinya memburuk.

Vivi masih setia menopang dagunya, berjinjit di atas pinggiran kolam ikan dengan hati-hati supaya tidak terperosok jatuh ke dalam kolam. Menatap satu-satunya makhluk sempurna yang tidak pernah memiliki kekurangan sedikitpun.

Mereka berdua tinggal bersebelahan. Vivi terlebih dahulu menghuni rumah itu dan Chika pindah ke rumah di sebelah rumahnya Vivi saat mereka masih berada di bangku SMA. Chika murid baru dan perlu waktu untuk menyesuaikan diri. Vivi selalu menawarkan diri untuk membantu Chika sampai akhirnya mereka berdua menjadi teman dekat.

"Kenapa?" Tanya Vivi lagi, pasalnya pertanyaannya yang terakhir tidak mendapat tanggapan dari Chika. "Gak jadi pergi?"

"Gak." Ketus Chika, menyimpan ponselnya dan mengambil langkah kembali ke dalam rumahnya.

"Eh, tunggu, Chik. Tunggu." Vivi melompati tembok pemisah antara dua rumah itu dengan mudah, berlari kecil menghampiri Chika dan berhasil mencegah Chika masuk ke dalam rumah.

"Lo--" Kening Chika berkerut, sedikit terkejut melihat Vivi bisa muncul di depannya secara tiba-tiba, kemudian ia menoleh ke samping tepat ke sebuah mobil warna merah dengan jejak sepatu di atas mobil.

Chika menatap tajam ke arah Vivi, telunjuknya juga ikut-ikutan, "Lo kurang ajar banget, sih. Dibilangin berkali-kali buat gak---astaga, Tuhan, punya temen kok kayak gini, sih?"

Vivi tersenyum lebar, mencoba untuk menggoda Chika lagi, "Temenan aja, nih? Gak mau yang lebih?"

"Boleh, majikan sama pembantu? Mau?"

Vivi mengerjap, kepalanya secara reflek langsung menggeleng cepat, "Gak lah, pake ditanya lagi."

"Udahlah, gak mood buat becanda. Gue mau masuk." Chika mengibaskan tangannya, menggeser tubuh Vivi ke samping untuk membiarkan dirinya lewat.

"Tunggu, Chik." Vivi merentangkan kedua tangannya, kembali menahan Chika, "Pinjem mobil, dong."

Chika mengerutkan keningnya bingung, "Pinjem mobil? Motor lo ke mana?"

"Motor gue lagi ngambek, sekarang nginep di bengkel."

Chika membuka resleting tas selempang kecil, mengambil kunci mobil dan ia berikan kepada Vivi, "Balik, bensin penuh, body kinclong, wangi."

"Oh ya, pinjem yang punya sekalian."

Chika menatap Vivi dengan tatapan penuh kebingungan, tangannya yang memegang kunci dan tergantung di udara langsung ia tarik kembali, "Gimana maksudnya? Pinjem yang punya sekalian?"

Vivi mengangguk, "Ya, gue pinjem mobil sekalian yang punya mobil."

"Hah?" Chika masih tidak paham dengan ucapan Vivi. Otaknya terlalu lambat untuk mencerna perkataan ajaib Vivi.

Endless PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang