28

24 18 4
                                    

Malam ini Nara di rumah. Ia tidak mau pergi ke sekolah besok, rasanya sulit sekali karena selalu mengingat kejadian di rumah. Matanya sangat sembab. Ros dan Dodi sudah mengetahui semuanya karena Gavin lah yang memberi tahu mereka selepas mereka pulang ke rumah.

Sampai pukul 20.00 PM Nara hanya mengurung diri di kamar, tidak mau makan dan minum seharian. "Lo keluar!" Mata Nara yang sembab menatap Gavin dalam-dalam sambil menunjuk arah pintu kamar. Gavin sedikit mendekat, Nara tetap menyuruhnya untuk keluar sambil mengambil bantal dan menangis. Tangannya mengepal.

Gavin paham sembari mengangguk pasrah dan langsung menuju ke bawah untuk pamit. Sebelum pamit ia mendengar percakapan Dodi dengan seseorang dengan sedikit emosi.

"Kita batalkan rencana kita yang kemarin. Biarkan saja mau itu sudah lama atau baru, saya tidak peduli. Kamu jaga anakmu agar tidak melakukan hal yang sama lagi. Terimakasih." Dodi menutup ponselnya dan berbalik badan. "Eh, Gavin mau kemana?"

"Saya mau pamit, Om. Sudah malam juga, ga enak." Ujar Gavin segera berpamitan pada Dodi dan Dodi hanya mengangguk tersenyum sembari menahan tangannya.

"Terimakasih ya sudah menjaga Nara. Nggak tau kalo nggak ada kamu." Dodi menepuk-nepuk bangga pundak Gavin.

"Sama-sama, Om." Ucap Gavin sambil menunduk dan segera pamit pergi. 

Sambil menyalakan mesin motornya, di sepanjang jalan ia berpikir untuk mampir ke roti bakar milik Ayah Didit. Gavin rindu dengan Didit walau hanya pernah ngobrol biasa saja. Sampai di sana ia memarkirkan motornya dan duduk. "Didit!" Panggil Gavin.

Didit langsung sigap berjalan ke arah Gavin, "Hai Kak! Mau pesen apa?"

"Kopi susu satu sama roti bakar cokelat satu." Ucap Gavin sambil memberi uang lima puluh ribuan. "Kembalinya ambil aja. Buat Didit jajan."

"Makasih ya, Kak. Sebentar bos!" Didit dengan sangar senang langsung mengambilkan pesanan Gavin. Setelah beberapa menit ia datang dan langsung ikut duduk karena Gavin yang menyuruhnya.

"Apa kabar kamu, gimana udah jago main bola belum." Tanya Gavin basa-basi.

"Baik Kak, jago dong! Kakak sendiri gimana?" Tanya Didit.

"Baik kok."

"Kakak kok sendiri terus ke sini?" Tanya Didit dengan wajah polosnya.

"Iya pacar aku lagi marah. Biar nggak marah lagi gimana ya?" Tanya Gavin iseng sambil mengunyah roti bakarnya.

"Kasih hadiah aja, Kak. Pasti seneng." Jawab Didit sembari menunjuk ke atas seperti semangat sekali.

Gavin hanya tersenyum sembari menyeruput kopinya.


Berhubung Nara tidak masuk sekolah hari ini, sepulang sekolah Gavin sekarang berada di toko pernah-pernik wanita, di sambut oleh pelayan toko. Mereka berbisik-bisik melihat Gavin datang sendirian tidak ditemani pasangannya. Gavin masa bodo dengan hal itu. Dari sudut kanan ke kiri ia mencari kira-kira barang apa yang bagus untuk diberikan pada Nara. Sampai tiba di lampu proyektor kamar bertema bintang-bintang jika dinyalakan akan memenuhi isi atap dan tembok kamar. Gavin dengan senang hati mengambil dan memberi tahu pelayan toko tersebut. "Mbak, tolong cek ya."

Pelayan toko itu dengan sepenuh hati menyalakan lampu tersebut dan hasilnya begitu indah. "Jadi ambil, Mas?"

"Oke jadi, total berapa ya?" Angguk Gavin di depan kasir sambil mengambil dompet miliknya.

"Tiga ratus ribu rupiah." Pelayan toko itu menerima uang lembar dari Gavin dan langsung memberikan barangnya.

"Terimakasih." Ucap mereka berdua bersamaan.

Gavin langsung buru-buru menyalakan mesin motornya dan menuju rumah Nara. Hingga 10 menitan ia tiba di depan rumah Nara, Pak Jojo langsung membukakan pagar. "Makasih, Pak!"

Bibi yang sedang menyiram tanaman langsung menyuruh masuk Gavin menuntunnya ke kamar Nara. Bibi mengetok pintu Nara dengan hati-hati. "Ada Mas Gavin, Non."

Gavin segera masuk ke dalam dengan keadaan pintu terbuka. "Hai, udah enakan?" Tanya Gavin sambil berdiri di ambang pintu.

Nara mengangguk kecil. Melihat Gavin membawa tentengan berwarna pink ia tersenyum kecil.

"Nih, buka deh. Buat lo." Gavin masuk sembari menyodorkan dan memerintah Nara untuk membuka hadiah darinya. Nara pun menurutinya dan membuka hadiah dari Gavin dengan senang hati.

"Ini lampu?" Tanya Nara.

"Sini gue pasang." Gavin mengambil lampu tersebut dan mematikan lampu kamar Nara, "Tutup mata dulu ya." Ia lalu ia langsung memasangkan kabelnya pada stop kontak dan menekan tombol 'on'.

Nara yang sudah diperintah untuk membuka matanya, langsung tersenyum sumringah. Kelopak matanya yang sembab sedikit sulit untuk melirik ke atas. Tapi ia begitu takjub dengan gambar bintang yang menyala di atap tersebut.

Gavin duduk di samping Nara. "Sengaja gue beli gambar bintang, biar lo selalu inget karena pada dasarnya bintang nggak akan pernah meninggalkan langit malam, walau langit malam jatuh cinta pada bulan, tapi bulan akan lebih bersinar ketika ada bintangnya. Sama kayak lo, seperti langit malam." Gavin mecoel hidung Nara.

"Bintangnya siapa?" Tanya Nara polos.

"Maunya?" Gavin melirik nakal sambil mengangkat satu alisnya. Mereka tertawa kecil.

"Makasih ya, gue nggak tau gimana kalo ga ada lo kemarin." Nara memeluk Gavin dari samping tanpa sengaja. Nara seketika langsung ingat bahwa Gavin sekarang sudah menjadi milik Vera. "Maaf gue kelepasan." Ia langsung melepas pelukannya.

"Gue udah enggak kok." Gavin tau apa yang ada di pikiran Nara.

"Kenapa?" Tanya Nara hati-hati.

"Banyak problem. But relax, gue udah ga ada hubungan apa-apa." Jelas Gavin sembari menarik Nara lagi ke dalam pelukannya.

"Jangan dekat Afif lagi ya, sekarang aku paham kenapa kamu susah buat buka hati. Jaga diri kamu baik-baik, I'll keep an eye on him." Gavin mengelus pundak Nara dan langsung menghela napas. Nara hanya tersenyum dan seakan tidak rela melepas pelukannya.

———

Hai hai hai!!! Kangen gasi Gavin kaya gini. Kemarin kemarin sok cuek-cuek. Sekarang kayaknya udah mulai luluh lagi nih, bonus deh AA APIN😛

 Sekarang kayaknya udah mulai luluh lagi nih, bonus deh AA APIN😛

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nara [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang