"Ih dasar!" Nara dengan kencang memukul bahu Gavin yang hanya dibalas tawa.Sekarang Gavin hanya senyum tidak jelas sambil sesekali menunduk ke bawah. Nara heran sendiri, jangan-jangan cowok yang ada di depannya ini sedang kerasukan atau mungkin—ah sudahlah.
"Lo kenapa sih, Vin?" Tanya Nara sambil mencondongkan wajahnya agar Gavin mendengar pertanyaannya.
"Hahaha, nggak papa."
Otak Nara dibuat berpikir keras.
"Eh." Nara langsung memundurkan sedikit badannya ke belakang lalu menarik tangannya yang masih memeluk erat pinggang Gavin. Dalam hatinya kini malu yang amat sangat.
"Kok udahan?" tanya Gavin.
"Udahan apanya." Tanya Nara lagi dengan nada tinggi.
"Meluknya."
Nara yang mendengar celetukkan Gavin yang tidak merasa bersalah itu langsung menundukkan kepalanya dan menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya. Kini pipi Nara benar-benar merah. Dengan wajahnya yang putih Gavin bisa tahu kalau Nara sedang terlihat malu. Tentu, Gavin suka sekali melihat Nara malu karena gombalannya. Sekarang Nara hanya menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. Gemas.
Dari kaca spion lagi-lagi Gavin melirik Nara. Katanya kalau ada yang melihat atau memperhatikan orang lumayan lama, orang itu akan sadar dengan sendirinya. Sekarang benar saja, Nara baru sadar kalau dirinya sedang ditatap oleh Gavin dari kaca spion. Nara langsung membulatkan matanya.
"Gavin, itu spionnya salah arah! Buruan diubah!" Nara mencubit punggung Gavin dengan cubitan super kecilnya itu tapi sakitnya jangan ditanya.
"Eh iya ampun, iya iya." Gavin langsung membetulkan kaca spionnya dan mendesah pelan. Kali ini, melirik Nara diam-diam gagal.
•
Sampai di depan gerbang, entah Nara tidak tahu ia dibawa kemana. Ia langsung turun dari motor Gavin dan sesekali melirik ke kanan dan ke kiri.
"Ini rumah siapa?" tanya Nara bingung sambil menurunkan tote bag miliknya yang berisi buku matematika itu.
"Rumah gue." Suara khas Gavin yang sebenarnya keluar.
"Loh, kenapa nggak bilang dari tadi." Nara menatap bola mata Gavin.
"Kalo gue bilang, lo akan nolak. Bener?"
"Ya gak gitu jug..."
Gavin memotong pembicaraanya, "Udah yuk masuk."
Rumahnya terlihat sepi, seperti tidak ada siapa pun di rumah ini. Nara bertanya-tanya dalam hatinya, apa iya rumah sebesar ini tidak ada satpam atau yang lainnya?
"Assalamualaikum!" Gavin mengetuk pintunya, karena tidak ada yang keluar Gavin langsung menekan bel rumahnya.
"Waalaikumsalam." Terlihatlah sosok perempuan yang kelihatannya juga tidak terlalu tua. Nara sudah berpikir ini pasti Mama Gavin. Dalam hati ia merutuki dirinya. Jangan sampai Mamanya ini berpikir macam-macam karena Gavin sudah membawa dirinya ke rumahnya sore ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nara [SUDAH TERBIT]
Teen FictionRasa itu yang memulai, rasa itu yang membuat semuanya berbeda, rasa itu yang menemukan kata cinta, tetapi cinta yang dapat mengubah rasa itu. Meskipun Nara belum mengenal cowok itu sepenuhnya, rasa itu mulai ada. Sampai akhirnya ia lebih memilih dia...