15

100 30 1
                                    




Because in fact, silence is more painful.


Pagi

ini Nara sudah bangun dari tidurnya. Ia melepas kaus kaki panjang berwarna peach dari kakinya. Jangan ditanya mengapa Nara memakai kaus kaki, itu karena ia memang sangat suka tidur memakai kaus kaki panjang. Kalau bisa dibilang itu karena sangat nyaman dan ia juga sudah terbiasa memakainya sejak kecil.

Belum saja Nara beranjak dari kasurnya. Ia memegangi kepalanya karena sangat pening. Ia segera berdiri dan menuju ke arah jendela kamarnya dan membukanya.

"Ternyata semalem hujan toh." Nara menutup kembali jendelanya dan segera berlari kecil ke atas lap keset karena kakinya kedinginan. Ia juga lupa mematikan acnya tadi pagi.

"Pules banget gue tidur semalem." Gumamnya sambil kembali loncat ke atas kasur, ia mengumpat dibalik selimut dan memeluk gulingnya erat.

"Kak Naraaa!" panggil Kiara dari arah bawah yang sepertinya berlari tergesa-gesa dan memuka pintu kamar Nara sambil membawa boneka barbienya.

"Apa sih, Raaa." Gerutu Nara.

"Di bawah mati lampu, aku takut." Kiara ikut mengumpat di balik selimut Nara.

"Lah emang Mama kemana?"

"Lagi belanja sayur, Papa udah berangkat tadi." Tubuh Kiara sedikit bergetar, mungkin karena takut.

"Ya udah di sini aja." Nara mengecek ponselnya, ternyata tidak ada notif satupun. Ya seperti ini rasanya kalau hari libur, pasti pada bangun kesiangan.

Merasa tubuhnya sangat tidak enak, Nara membuang napasnya melewati mulutnya di dalam bed cover. Ia menggenggam kedua tangannya erat-erat sambil meringkuk kedinginan.

"Kak, ngapain sih?" tanya Kiara heran.

Kali ini Nara benar-benar sakit sepertinya, "Ra, pegang deh jidat Kaka, panas nggak?" Nara menarik punggung tangan Kiara dan menempelkan di dahinya.

"Aw Kak, panas. Sakit Kak?" Kiara menarik tangannya dengan cepat.

"Aduh nggak tau nih, gak enak badan. Nanti kalau Mama udah pulang bilangin ya tolong ya cariin obat panas." Nara segera memakai lagi kaus kakinya dan segera tidur. Lagi-lagi air matanya keluar.

Bukan Nara namanya kalau ia sedang demam pasti selalu menangis. Entah apapun itu, karena Nara membenci demam tinggi. Itu sangat membuat dirinya tidak berdaya.

"Nara bangun, Mama masak cumi aja ya." Ros masuk kamar dan membawa segelas teh hangat untuk mengisi perut Nara yang masih kosong.

"Loh, Kiara ngapain di sini?" tanya Ros sambil meletakkan teh hangat tersebut di atas meja belajar Nara.

"Lampunya mati Ma di bawah." Kiara menyisir kembali rambut barbie miliknya.

"Oalah iya nanti dipasang lagi ya yang baru. Nara bangun udah siang, anak perawan juga." Ros membuka bed cover yang Nara.

"Ma, Ka Nara katanya sakit minta dicariin obat panas. Tapi gak tau tuh sakit beneran apa gak." Celetuk Kiara dengan wajah polosnya.

Nara yang mendengar ucapan Kiara barusan melotot dan tambah menangis. Jelas-jelas tadi adiknya itu memegang dahinya.

"Bener Nara?" Ros memegangi dahi Nara dan langsung menempelkan punggung tangannya ke bokongnya. "Eh iya bener sama panasnya."

Kiara yang melihat itu langsung tertawa sejadi-jadinya. Bagaimana bisa anaknya sakit Ros masih saja sempat melawak. Nara cemberut dan langsung menenggelamkan wajahnya dengan guling kesayangannya.

Nara [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang