Strong

151 35 5
                                    

Dididik keras oleh lingkungan dan keadaan, menjadikan aku lebih kuat.

~~~

"Kamu sudah bikin papa malu!"

"Semua anak-anak sahabat papa menjabat sebagai maskot di sekolahnya! Kenapa kamu gagal?!"

"Apa yang ada di otak kamu itu?! Main terus?! Keluyuran?! Atau pacaran sama cowok-cowok nggak jelas di sekolah?! Iya?!"

Rhea tertawa remeh. "Jadi papa berkiblat sama sahabat-sahabat papa?"

"Nggak salah? Kalian semua itu orang-orang gagal yang berkumpul untuk menjadikan anaknya sebagai budak peraih cita-cita!"

Plak!

"JAGA BICARA KAMU!"

Wira mencengkeram kuat pergelangan tangan Rhea. "Kamu nggak menyesal dengan kekalahan kamu itu?!"

"Nggak. Karena aku kalah bukan karena nggak kompeten. Tapi karena aku dan lawanku itu sama-sama hebat," balas Rhea.

Makin marah karena Rhea terus mengelak dan tak mau kalah, Wira lalu menjambak rambut anak sulungnya itu. "NGGAK BERGUNA KAMU!"

"PA! UDAH, PA! KASIAN RHEA!"

"DIAM KAMU! JANGAN IKUT CAMPUR! ANAK KURANG AJAR SEPERTI DIA INI HARUS DI DIDIK KERAS!"

Kini, amarah Rhea ikut memuncak.

Dengan sekuat tenaga Rhea melepas cengkeraman ayahnya dan untuk pertama kalinya dia berani memberi pukulan untuk pria itu di bagian dada.

"Sekarang papa masih mau tanya kegunaan aku belajar karate? Ya ini gunanya. Buat lawan monster kayak papa!"

Wira makin dibuat marah. Tangannya mengepal dan menggebrak meja di hadapannya.

Ketika ayahnya mendekat, Rhea kembali mencoba untuk melakukan perlawanan. Tapi, kekuatannya kalah dengan sang ayah. Jadilah Rhea diseret kasar menuju ke kamar mandi dengan cara menjambak rambutnya dan menarik kerah bajunya.

"PAPA UDAH NGGAK WARAS!"

"DIAM KAMU!" teriak Wira tepat di wajah Rhea dengan mencengkeram rahang anak gadisnya itu.

"Nggak heran kak Arga mati. Hati papa itu udah diselimuti hawa nafsu," ucap Rhea dingin.

Tepat setelah itu, tubuhnya dihempaskan pada lantai kamar mandi yang dingin dan basah. Lalu pintu dikunci dari luar.

Rasanya sudah habis kesabaran Rhea.

"Anj*ng!" teriak Rhea keras sambil menendang pintu kamar mandi.

Kemudian Rhea terduduk dan merasakan dinginnya lantai di malam itu. Ayahnya itu sungguh tempramental sekali. Bahkan dia tadi sudah disambut saat baru memasuki rumah.

Untung saja, handphonenya tetap berada dalam saku. Setidaknya, dia ada teman untuk menghilangkan kesepian.

Rupanya, banyak pesan, voice note, dan telepon masuk dari beberapa orang. Yang tak lain adalah Garka, Gibran, Aura, Flora, dan Zea.

RHEA! [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang