Chapter 8 - He is Sean Arkaisa

58 13 7
                                    

Sean tertawa kecil ketika mendapati Sydney berbicara ketus sekaligus terlihat kesal padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sean tertawa kecil ketika mendapati Sydney berbicara ketus sekaligus terlihat kesal padanya. Salah satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, berdiri santai dengan tetap memandangi wajah cantik di hadapannya. “Kafetarianya penuh, ya?”

“Nggak punya mata, ya, Mas?” balas Sydney, tetap ketus.

“Punya,” Sean menyahut cepat, “Kenapa nggak bertanya; nggak punya pacar, ya, Mas? Pasti bakal saya jawab; nggak. Kamu mau nggak jadi pacar saya?

Tak mengira kalimat itulah yang akan dilontarkan padanya, sontak Sydney pun menatap lelaki bersurai hitam sedikit berponi itu dengan tatapan berbinar yang dibuat-buat. Dasar buaya! Baru ketemu dua kali udah flirting! hardiknya dalam hati. “Aduh! Gimana, ya, Mas? Tahun depan saya udah mau menikah.”

“O–oh, gitu?” Sean menggaruk tengkuknya yang tak gatal samar-samar, merasa kalimatnya ditujukan pada orang yang salah. Namun, id card yang terkalung di leher perempuan itu membuat atensinya teralihkan. Sydney Arunika, as a copywriter, sebutnya dalam hati. Tak lama dari itu senyuman canggung berubah kembali merekah. “Mbak, saya—”

“Sydney!”

Panggilan Vanya membuat ucapan Sean tidak bisa dilanjutkan. Tanpa pamit atau berbasa-basi, Sydney berlalu begitu saja.

Ck! Orangnya bikin penasaran.” Sean menggeleng samar kemudian melangkahkan tungkainya menuju lift yang tak jauh dari kafetaria.


***


Baru saja duduk di kursinya, Sean kembali berdiri dan mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja setelah menerima ajakan makan siang dari seseorang melalui telepon.

Memastikan tidak ada barang berharga yang dia tinggalkan di meja, lelaki berkemeja putih dengan dasi hitam itu langsung saja berderap ke arah lift.

Berada di lantai tempat orang-orang dari tim finance dan marketing bekerja, Sean turun ke lantai dasar menggunakan lift yang langsung terhubung pada basemen.

Menghabiskan beberapa menit di dalam lift, pada akhirnya Sean tiba di basemen. Sean mulai mencari keberadaan mobilnya dengan menghidupkan alarm, kemudian menghampirinya. Namun, baru saja ingin berbelok ke arah di mana mobilnya berada, seseorang sudah lebih dulu memeluknya dari belakang seraya berkata, “Sean, aku kangen!”

Sontak, tubuhnya sedikit menegang karena terkejut. Perlahan-lahan Sean membalikkan tubuhnya dan menciptakan jarak dengan perempuan itu. Sumpah demi apa pun, beberapa saat lalu basemen terlihat lengang tanpa ada seorang pun. Tetapi mengapa secara tiba-tiba ada perempuan yang beberapa saat lalu pula mengajaknya makan siang?

EvanescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang