“Kamu yakin nggak mau mengabari mereka?” Adalah pertanyaan kesekian yang Sydney dengar dari Sean sejak bangun pagi ini. Sydney hanya menatapnya yang sedang menggulung lengan kemeja di depan sana, bersiap ke kantor.
“Iya.”
“Setidaknya orang terdekat kamu? Sahabat gitu?”
Sydney membuang napasnya. “Saya baik-baik aja untuk ditinggal sendiri. Jangan terlalu khawatir kalau-kalau emang Mas Sean khawatir terjadi sesuatu setelah Mas Sean pergi.”
Sean menghampiri Sydney, mengambil gawai milik perempuan itu tanpa permisi hingga beberapa detik kemudian diberikan kepada si pemiliknya.
“Telepon aku kalau ada apa-apa, ya!” Sean mengusap kepala Sydney, jangan lupakan senyuman yang dirinya berikan.
Sementara itu, Sydney hanya diam menatap lelaki tersebut. Di antara banyaknya orang di kantor, mengapa dirinya diharuskan berada dalam situasi seperti ini bersama Sean?
“Oke, semoga itu nggak dibutuhkan.”
Sean terdiam beberapa saat setelah mendengar balasan dari Sydney, hingga pada akhirnya memilih mengangguk saja. “Mau makan lagi, nggak?”
“Yang tadi aja nggak habis, ’kan?” balas Sydney.
“Ya ... mungkin kamu maunya yang lain gitu?”
Sydney menggelengkan kepalanya. “Enggak.”
“Ya udah, aku pamit.”
“Oke.”
Namun, baru saja Sean berbalik badan dan berjalan beberapa langkah Sydney segera menginterupsinya dengan memanggil nama Sean.
Sean mengangkat kedua alisnya, seolah bertanya, “Ada apa?”
“Makasih. Untuk semua ini.”
“It's my pleasure.” Sean kembali berbalik badan. Namun, kembali berhenti dan menatap Sydney lagi. “I'll make it right.”
Tentu saja kalimat tersebut kembuat kedua dahi Sydney berkerut. “Apa?”
“Enggak,” Sean tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. “istirahat, ya! Jangan sakit lagi.”
Hingga Sean menghilang di balik pintu ruangan tersebut, Sydney masih dibuat terdiam memikirkan apa maksud dari ucapan Sean yang tadi itu. Maksudnya, hal apa yang harus diperbaiki oleh Sean di antara mereka berdua?
Atau justru, hal yang lainnya?
***
Seperti dugaan Sydney sebelumnya, seorang Yuna tidak akan setuju begitu saja ketika teman-temannya meminta dirinya berbohong. Siang ini, sahabatnya yang satu itu menelepon berulang kali. Sementara Sydney hanya menatapi layarnya yang terus menyala itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent
RomanceTolong follow sebelum membaca✨ ______ Impian sederhana seorang Sydney Arunika adalah menikah dengan orang yang diacintai. Namun, seolah menjadi kesialan yang bertubi-tubi; impiannya terpaksa pupus ketika Gio, kekasihnya selama enam tahun terakhir ti...