MY LOVE SWEET CANDY 9

61 62 13
                                    

" Lo ke toilet lama amat neng ! Lo boker ? " mendengar perkataan yang keluar dari mulut Odetta membuat Orin memutar bola matanya malas.

" Lagi cari siapa Rin ? " Narell menatap Orin bingung, pasalnya sedari tadi Orin celingak-celinguk layaknya mencari orang hilang.

" Cari setan " perkataan Orin membuat Narell dan Tania tersedak secara bersamaan. Membuat ketiganya kompak menoleh ke arah Narell dan Tania.

" Lo kalau mau cari setan, noh di kuburan, banyak hantu wara-wiri cari pasangan. " Odetta kembali menyantap makanannya meski mulutnya masih mengoceh nggak jelas.

" Pesanan gue mana ? " Orin melihat ke arah Lucine, yang sedari tadi menyeruput mie-nya. " Tuh~ di samping Tania. " Orin mengambil minuman yang ia pesan. Sesekali matanya melihat sekeliling, mencari keberadaan pria yang menghancurkan moodnya.

***
Kini Orin sudah berada di sebuah butik. Butik yang begitu besar dan berkelas. Matanya tidak henti-henti melihat sekeliling butik, sebelum pandangannya jatuh pada seorang wanita yang seusia dengan Agatha.

" Orin ya ? " wanita tersebut mendekati Orin dengan senyuman yang memancar di wajahnya, membuat Orin betah untuk memandang wajah itu. Dirinya serasa deja vu melihat wajah wanita yang berdiri di hadapannya saat ini.

" Orin kan ? "

" Eh~ iya Tante " Orin tersadar dari pikirannya yang melayang ke mana-mana.

Wanita itu merogoh ponselnya yang berada dalam tas dan menelpon seseorang, membuat Orin mengerutkan keningnya, mencerna apa yang sedang terjadi saat ini.

" Von ! Kamu nggak salah orang kan ? " ucapan wanita tersebut, membuat Orin seketika naik kuping. Jujur saja Orin penasaran siapa wanita yang berdiri di hadapannya saat ini.

" Yang mama lihat manusia apa bukan ? "

Wanita itu menyentuh pipi Orin, memastikan jika orang yang ia sentuh manusia " ih~ kamu apaan sih, begoin mama ! Dia beneran calon kamu ? " tanya wanita itu tidak percaya.

" Iya. Kalau mama nggak suka, depak aja. Mama mau tendang ke Antartika juga nggak masalah. "

" Ya nggak lah. Mama suka. Calon kamu cantiknya natural. Bikin Mama pangling seketika. "

" Oh "

" Yaudah, kamu buruan ke sini. Jangan ngebut "

" Hm " wanita itu memutuskan sambungan telepon dan menatap manik mata Orin dengan lekat. Ia tidak percaya jika ia memiliki menantu yang cantiknya natural, tidak perlu poles make up.

" Yuk kita ke sana. " Wanita itu menarik lengan Orin tanpa aba-aba, membuat Orin menyesuaikan langkahnya.

" Tia~. Gaunnya udah kamu siapin belum ? " Seorang wanita yang seusia dengan Agatha menghampiri dirinya dengan senyum.

" Udah dong. Ini mantu kamu ? "

" Iya. Cantik kan ? "

" Natural banget ! Sini Tante tunjukkin gaunnya. " Tiara menarik lengan Orin dan lagi-lagi Orin menyesuaikan langkahnya. Entah apa yang terjadi pada nasib Orin hari ini, tubuhnya di seret ke sana ke mari dengan entengnya.

Orin membuka tirainya, dengan perasaan malu ia menunjukkan dirinya yang menggenakan gaun pengantin yang begitu panjang dan tentunya berat.

" Oh My ! Bentar " wanita itu memotret Orin dengan tatapan kagum. Ia mengirim foto Orin ke Levon dengan caption *Takdir*.

Setelah berlama-lama di butik akhirnya Orin pulang ke rumah, awalnya wanita itu ingin mengantarnya tapi Orin tetap menolak, dengan alasan ia ingin ke rumah kakaknya dan tentunya akan sangat merepotkan.

***
Levon meneguk minuman miliknya, dengan mata yang masih melirik ponselnya. Dua detik yang lalu pesan nontifikasi wa masuk ke dalam ponselnya. Setelah membuka pesan yang masuk, matanya melihat 5 buah gambar yang menampilkan Orin dengan gaun pengantin yang melekat indah di tubuhnya. Hanya melihat sebentar, Levon mematikan ponselnya. " Tidak Menarik " batinnya malas.

Levon mencari sebuah kontak dalam ponselnya dan menghubungi orang tersebut. " Ha ? " Sahut seseorang dari sebrang telpon.

" Perkembangan ? " Levon menyandarkan tubuhnya di kursi yang saat ini ia duduki. Ia memainkan pulpen miliknya dengan wajah datarnya yang khas.

" Dugaan Marverick memang benar. Kejadian 7 tahun yang lalu, dia dalang di balik semuanya. Dan ternyata dia terobsesi dengan DIA. Gue saranin Lo jagain dia. Lo juga udah tau orangnya siapa, tapi Lo ingat~ Dia mungkin nggak tau Lo manfaatin dia selama ini. Gue tau sekarang Lo udah ikat dia, tapi Lo harus tau Von~ udah cukup Lo manfaatin dia sekali. Saat dia tau kebenarannya, itu akan sakit. Terlebih lagi jika Lo jatuh ke perangkap Lo sendiri. Lo jangan lupa orang yang dulu Lo tolong, udah beda dunia dengan Lo. Lupain dia. "

" Gue tau~ " Levon memutuskan sambungan sebelah pihak. Ia memijit pangkal hidungnya. Sudah 6 tahun ia menyalakan dirinya atas kejadian 7 tahun yang lalu, dan sekarang ia memiliki kesempatan untuk memperbaiki. Tapi hal ini justru membuatnya khawatir, takut jika DIA akan semakin membenci dirinya.

Selama ini ia berusaha membentuk sifat pertahanan dirinya, yang kasar, jutek dan dingin, demi menghindari rasa bersalah yang mendalam, tapi kini ia akan berusaha menjadi lebih baik, meski ia tau akan ada saatnya DIA akan pergi lagi dari dirinya. Lebih baik DIA menjauh dan membenci dirinya dari pada ia baru merasakannya ketika ia jatuh lebih dalam lagi.

Dirinya kembali teringat dengan perkataan Paul " Levon~ ingat sampai mana kau harus melibatkan sesuatu ! " .

***
Setelah pernikahan yang sederhana, Orin pulang bersama dengan Levon ke Mansion. Dirinya cukup terkejut ketika Marverick mengatakan ia dan Levon tidur dalam satu kamar lebih tepatnya di kamar utama. Ia hanya bisa mematung dan meratapi nasibnya yang menyedihkan. " Masih muda~ gue masih muda. " Batin Orin menyedihkan, ia melindungi tubuhnya dengan ke dua tangannya sebelum ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur.

Krek..

Suara pintu toilet terbuka terdengar, membuat Orin menoleh dan melihat pria yang kini sudah menjadi suaminya. " Tampan " batin Orin dengan hati yang tiba-tiba tidak karuan.

" Honey~ " suara Levon yang tiba-tiba berat membuat Orin membuyarkan pandangannya. Saat ini ia yakin jika wajahnya sudah memerah, terlebih lagi ketika ia melihat Levon mengacak rambutnya yang basah, membuat air di kepalanya terciprat ke mana-mana. Membuat jantungnya meronta-ronta ingin keluar sekarang juga.

" Ha ? " Orin menaikkan sebelah alisnya sembari memperbaiki posisinya menjadi duduk.

" Mandi " ucapan Levon membuat Orin menghirup aroma tubuhnya. Dengan cepat ia berlari ke kamar mandi.

Suara guyuran air terdengar di telinga Levon. Kini dirinya tengah asik dengan ponselnya. " Levon ! " Panggil Orin dari balik pintu. Kepalanya menjulur keluar, menatap Levon dengan tatapan ragu.

Levon mendongkak dan menatap Orin. " Apa ? " Orin meneguk ludahnya susah payah, sebenarnya ia agak malu mengatakan ini, tapi apalah dayanya seorang Orin.

" Em~ Lo~ Lo bisa ambilin sesuatu nggak di dalam koper gue ? "

" Apa ? "

" Em~ itu~ "

" Itu apa ? "

" Ya~ ambilin aja, nggak usah banyak tanya ! "

" Apa ? "

" Ih Lo jadi cowok nggak peka banget ! " Orin mendecak sebal melihat tampang Levon yang begitu datar.

" Wah ! " batin Levon kesal. Ia melempar ponselnya begitu saja dan mencari benda yang dimaksud Orin.

Ia mengangkat sebuah benda yang terbungkus dengan plastik putih.
" Ini ? " Levon mengangkat softex milik Orin dengan alis yang terangkat sebelah.

Orin mendecak sebal, melihat Levon mengangkat softex miliknya tinggi-tinggi. " Sekalian, handuk gue kelupaan ". ucapan Orin dihadiahi pelototan tajam dari Levon, membuat Orin sedikit merinding.

Levon melempar handuk dan softex begitu saja, membuat Orin memaki dirinya. " Brengsek "

***

My Love Sweet CandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang