MY LOVE SWEET CANDY 14

55 59 6
                                    

Suara mobil yang memasuki perkarangan rumahnya membuat Mike terlonjak dari tempat duduknya, pasalnya ia sangat mengingat suara deru mobil Levon. Dengan cepat ia membukakan pintu rumahnya. Kepalanya mendongak dari balik pintu.

" Tumben Lo ke sini " Mike berjalan keluar sembari menggunakan bajunya.

" Gue nggak lama " Levon menyodorkan Ponsel cerdasnya ke arah Mike, yang menatapnya sumringah. " Lo berhasil ? " Mike mengambil ponsel cerdas Levon dengan tatapan yang masih menatap lekat pemilik manik mata yang indah itu. Levon mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Mike.

" Gue udah titip ke Mike " setelah mengucapkan itu, Levon memutuskan sambungan telepon, dan kembali menatap Mike. Mike yang ditatap begitu intes, membuat dirinya salah tingkah di depan Levon. " Gue seorang pria~ nggak boleh salah alamat " batin Mike, dan beruntungnya Levon segera pergi dari hadapan Mike dan masuk ke dalam mobilnya. Mobil Levon meninggalkan perkarangan rumah Mike dan Mike sendiri kembali ke dalam rumahnya.

***
Orin terbangun dari tidurnya, tangannya bergerak ke sana ke mari mencari keberadaan ponselnya saat ini.

Deg...

Orin merasakan tangannya menyentuh sesuatu yang keras, membuat dirinya mencoba menelusuri garis-garis yang tersentuh, meski di baluti dengan kain. Semakin penasaran, Orin tidak melepaskan tangannya dan masih terus menelusuri.

Deg...

" Oh Tuhan " batin Orin. Ia merasakan sesuatu yang menyentuh tangannya.

" Sudah puas ? " Orin familiar dengan suara yang masuk ke telinganya benar-benar familiar membuat jantungnya berdetak kencang tak berirama. Perlahan tapi berharap dengan kepastian ia melepaskan tangannya tanpa menatap ke arah pria yang berbaring di sampingnya. Tangan itu kembali menyentuh tangan Orin menahannya agar tidak lepas dari genggamannya.

" Sudah menyentuh tapi tidak mau bertanggung jawab, bagaimana ini ? " Levon menaikkan alisnya menatap lurus ke depan. " Sedikit ke bawah lagi, mungkin~ tanggung jawabnya lebih besar lagi. Bukankah begitu Nona Levon ? " Levon menatap bagian belakang kepala Orin yang lebih memilih untuk menatap ke samping.

" Tadi~ tadi gue niatnya cari ponsel "

" Ponsel ? Bukankah ponselmu berada tepat di samping bantalmu ? " Orin membuka matanya, melihat letak ponselnya, dan benar saja ponselnya terletak di samping bantalnya.

" Nona~ suami mu sudah rugi banyak, berikan alasan yang tepat untuk memperbaiki kerugian ini.. " Orin gelagapan ia tidak tau harus menjawab apa.

" Tidak ada jawaban ? Baiklah, udara di malam hari sangat dingin bukan ? "
Orin membulatkan matanya, memutar kepalanya dan menatap Levon. " Lepasin nggak ? " Orin memberontak berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Levon.

" aaaaa, brengsek~ bajingan dasar mesum !!!!! "

***
Orin meregangkan otot-otot tubuhnya yang masih terasa sakit. Ia masih kesal sekaligus malu dengan kejadian semalam. " Tubuh gue~ " batin Orin dengan tatapan sedih melihat tubuhnya. " Apa Lo lihat-lihat !! " Orin mempelototi Levon dan segera menutup tubuhnya menggunakan kedua tangannya ketika Levon masuk ke dalam kamar. Levon melemparkan senyum liciknya, membuat Orin memutuskan untuk keluar dari kamar.

" Dasar bajingan, brengsek, tukang mesum !! " Orin mengoceh tidak jelas dengan tangannya yang ikut bergerak mengekspresikan kekesalannya dengan langkah kaki yang menuruni tangga.

" Non~ "

" Astaga~ " Orin terlonjak kaget, begitu Bi.Titah menepuk pundaknya.

" Astaga Bi~ ngagetin orang aja ! " Orin mengelus dadanya, ia benar-benar tidak habis pikir, baik Levon maupun orang-orang yang tinggal di sini selalu membuat jantungnya hampir keluar dari tempatnya.

" Maaf Non~ saya cuman mau izin ke supermarket. " Bi.Titah tersenyum geli melihat kekagetan Orin.

" Oh~ yaudah kalau gitu aku ikut bibi ke supermarket. "

" Non~ nggak izin dulu sama Tuan ? "

" Bentar " Orin menarik nafas dan menghembuskannya. " Ehm~ Woy LEVON GUE MAU KE SUPERMARKET DULU SAMA BI.TITAH. LO JAGA RUMAH BAIK-BAIK !!! " Bi.Titah menatap Orin bengong, ia benar-benar bingung apakah kelakuan Orin patut di ancungin jempol atau tidak.

" udah Bi, Let's Go ! " Orin mendorong Bi.Titah keluar layaknya permainan kereta api. Sedangkan Levon ? Ia merasakan rumahnya akan runtuh begitu mendengar suara teriakan Orin yang mengalahkan gempa bumi.

***
Kini Orin dan Bi.Titah berada di Supermarket. Ada banyak orang berlalu lalang, mencari kebutuhan dapur. Sedangkan Bi.Titah dan Orin masih sibuk memilah-milah sayuran yang segar.

" Yang ini segar nggak Bi ? " Orin mengangkat kol yang sudah di bungkus dengan plastik bening.

" Iya Non " begitu mendengar jawaban dari Bi.Titah Orin memasukkan sayur kol yang ia pegang ke dalam keranjang. Bi.Titah dan Orin kembali fokus mencari kebutuhan dapur.

" Auw " Orin meringis kesakitan ketika sebuah apel mengenai kepalanya. Ia menoleh ke belakang dan melihat seorang anak kecil tersenyum nakal ke arahnya. Anak itu terbahak-bahak begitu melihat Orin meringis kesakitan dan segera berlari sebelum Orin mengejarnya.

" Kamu ! " Orin mengejar anak yang melemparinya sebuah apel, sebelum dirinya...

Bug..

Terpentok pintu kaca yang tiba-tiba tertutup. Sekali lagi Orin memegang kepalanya bagian depan. Orin merasakan keningnya kini membengkak.

" Non ! " Bi. Titah menghampiri Orin yang masih setia memegang keningnya.

" Aduh ! Non~ " Bi.Titah meninggalkan Orin dengan panik, mengambil minuman dingin dan membayarnya.

" Ini Non~ " Bi.Titah menyodorkan sekaleng minuman dingin ke arah Orin. Orin menempelkan minuman kaleng itu ke keningnya, setidaknya bengkak di keningnya mengurang.

" Non tunggu di sini dulu, saya mau bayar belanjaan " Bu.Titah meninggalkan Orin dan berjalan ke arah kasir, membayar belanjaan mereka hari ini.

" Ayo Non, kita pulang "

Di dalam mobil, Orin masih meringis kesakitan, pasalnya hari ini ia mendapatkan hadiah berturut-turut yang begitu spesial, karena terlalu spesialnya membuat Orin meringis kesakitan bukan meringis kebahagiaan.

" Aduh Non, saya minta maaf~ "

" Nggak apa-apa kok Bi. Lagi pula kalau saya ketemu sama anak itu lagi, bakal saya sidang kok~ jadi Bibi nggak perlu merasa bersalah "

" Tapi Non, kalau Tuan tau gimana ? " Bi. Titah was-was dengan keadaan selanjutnya, ia takut jika Levon akan marah besar pada dirinya.

" Bibi tenang aja, nggak bakal ketahuan kok " Orin masih menempelkan minuman kaleng yang ia pegang di keningnya meski sudah tidak lagi dingin.

Sesampainya di Mansion, Orin turun dari mobil dengan perubahan yang luar biasa, demi menyembunyikan keningnya yang membengkak, ia menggunakan poni, sehingga keningnya tertutupi.

***

" Wah ! " Orin menghempaskan tubuhnya di atas kasur, berguling ke sana ke mari, ia masih kesal dengan kejadian tadi, dimana otaknya mengingat-ngingat wajah anak kecil yang melemparinya sebuah apel. Orin bangkit dari tidurnya dan berlari ke arah cermin, ia melihat wajahnya yang tertutupi dengan poni. Poninya cukup panjang membuatnya sedikit risih. Ia mencari gunting dan memotong sedikit poninya.

" Ngapain ? " Orin terkejut, membuat tangannya ikut terkejut. Orin membulatkan mata ketika melihat hasil potongan poninya yang begitu luar biasanya. Poni yang dari samping sudah lurus dan di pertengahan miring ke atas, sungguh karya yang luar biasa, patut di ancungkan jempol.

***

My Love Sweet CandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang