1❗

2.1K 271 75
                                    

12 Desember tahun 2008.

Entah situasi seperti apa yang harus membuat (Name) menjalani hari-hari penuh dengan tanda tanya seperti ini. Perjalanan yang kurang lebih terjalin selama seminggu cukup membuat otak gadis itu berkelana hingga ke ujung dunia.

Aneh.

Ia begitu tak paham dengan keadaan yang seolah tengah mempermainkannya. Beribu pertanyaan tanya bersemayam dalam pikiran namun kembali ditelan dalam lautan ketidakpastian lantaran tak tahu kepada siapa ia akan mengadu.

Entah ini hanya mimpi, ataukah kenyataan yang memang selama ini ia lakonkan. Tapi otaknya tak begitu ingat bahwa ia pernah dikelilingi oleh atmosfer suram dan baginya sangat menyeramkan.

Semua orang terlihat sama. Sifat mereka tak ada yang berubah. Mereka menjalankan hari sebagaimana semestinya. Tidak ada keganjalan. Tidak ada kecurigaan. Bahkan sekarang gadis itu sudah duduk di bangku kelas 12 semester ganjil tahun ini.

Namun hanya satu yang berbeda.

Sosok pria yang ia sangka sudah tiada, sosok yang menjadi matahari di hidup hampanya, sosok yang memiliki senyuman hangat bak dedaunan di musim gugur, sosok yang memiliki sentuhan selembut dan senyaman kain sutra, dan sosok yang selalu berjuang penuh demi senyuman yang katanya tak boleh hilang.

Sosok itu adalah Mikey. Sosok yang ingin sekali ia rengkuh tubuh dan juga hatinya.

Kini, terlihat berbeda.

Kasar, namun juga lembut. Dingin, namun juga hangat. Acuh, namun juga peduli. Kejam, namun juga perhatian. Egois, namun juga baik hati.

Selama seminggu lamanya, (Name) selalu dibuat terkejut dengan semua tingkah laku Mikey disetiap menitnya.

Dia, bukanlah sosok pria yang ia kenal dulu.

Tapi dia, tetap memyimpan semua kehangatan yang selalu gadis itu inginkan.

Selalu cari masalah. Bentrok sana-sini mencari keributan. Merokok. Suka main wanita.

Bahkan tak jarang pria itu mengajak (Name) untuk datang ke markas Toman hanya untuk melihat dirinya tengah bercumbru mesra dengan para wanita jalang simpanannya.

Entah apa yang pria itu pikirkan. Sampai-sampai ia tak menghargai keberadaan (Name) yang jelas-jelas berstatus sebagai kekasihnya di sana.

Bahkan (Name) juga tidak ingat. Sejak kapan dia dan pria itu berpacaran?

Tak dapat dipungkiri. (Name) merasa sakit dan hampa kembali. Ia memang kembali mendapatkan pria itu. Tapi jika begini ceritanya, (Name) juga enggan dan lebih memilih untuk kembali mati saja.

Seharusnya memang sudah mati. Tapi kematian itu entah hanya mimpi atau memang benar terjadi sampai-sampai ia kembali dipertemukan dengan dunia kelam seperti ini.

Jika saja gadis itu tidak sabar. Mungkin ia sudah kembali terjun dari atap gedung tertinggi menuju ke permukaan. Namun ia tidak bisa. Masih ada kebenaran yang harus lebih dulu ia pecahkan.

Simpul tipis kini tak semanis gula. Permata ruby kini tak semerah delima. Kulit yang dingin kini tak sehangat hamparan senja.

Hati kembali kosong. Bak langit malam yang tak dihuni oleh sepercik bintang pun. Bahkan bulan yang senantiasa bersinar lebih memilih untuk pergi ketimbang bersemayam namun tak memiliki arti.

Mereka takut. Takut jikalau tetap singgah, kegelapan akan memakan dan berakhir sinar itu lenyap untuk selamanya. Mereka takut. Takut jikalau tetap singgah, cahaya yang selalu ada itu akan terbakar dan berakhir kembali menjadi abu.

Ah, memikirkannya saja sudah membuat kepala (Name) sakit. Semua beban pikiran ini selalu ia makan mentah-mentah tanpa harus dicerna terlebih dulu.

Menit ini ia putuskan untuk jalan kaki saat jam pulang sekolah tiba. Tidak ada teman yang akan mengajaknya mengobrol atau sekadar berbasa-basi tentang kehidupan ini. Mereka semua sibuk dengan kendaraan dan pasangan masing-masing.

𝗥𝗘𝗔𝗟𝗜𝗧𝗬╵ˢ.ᵐᵃⁿʲⁱʳᵒᵘTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang