Bagian empat puluh dua.

560 71 0
                                    

Jungkook menatap Namjoon yang sudah terlelap disampingnya, lampu kamar Namjoon kini sudah mati, menyisakan kegelapan yang menemani Jungkook. Ia menatap Namjoon lekat, ia tahu jika Namjoon memiliki sesuatu yang sedang ia sembunyikan, Jungkook tahu.

Otaknya yang berfikir sambil menatap wajah lelap Namjoon kini terganggu karena suara dering ponsel miliknya yang berada dinakas. Jungkook dengan perlahan bangun dari tidurnya, berusaha untuk tidak menganggu Namjoon.

Disana tertulis TaeTae Hyung, ia terdiam sesaat, kemudian memutuskan untuk mengabaikan panggilan itu, mungkin Taehyung sedang bertanya-tanya dimana ia sekarang. Jungkook akhirnya menghela nafas lega saat dering ponsel itu akhirnya berhenti, tapi ia salah. Ponselnya kembali berdering, membuatnya menghela nafas lelah kemudian mengangkat telepon itu dengan malas.

"Wae?" Tanya Jungkook.

"Jungkook-ah, tolong." Jungkook terdiam, saat mendengar lirihan milik Taehyung yang terdengar sesaat sebelum sambungan telepon terputus.

Apa ini? Apa yang terjadi? Kenapa dia terdengar kesakitan? Bukankah seharusnya ia mendengar suara bahagia Taehyung?

Jungkook dengan cepat berlari keluar dari rumah, suasana malam yang hening seakan menyambut tapakan kaki Jungkook yang cepat. Pemuda itu terus berlari, tidak menghiraukan udara dingin yang menyapu kulitnya.

"Hyung!" Jungkook berteriak panik saat mendapati pintu rumahnya yang sedikit terbuka, seluruh perabotan Yang ada didalam rumah berjatuhan, guci-guci yang sebelumnya tertata dengan indah dibeberapa sudut rumah kini telah pecah bekeping-keping, membuat lantai rumah kini dipenuhi dengan pecahan keramik dan kaca.

"Mama!!  Hyung!" Jungkook kembali berteriak, kakinya yang hanya beralaskan sendal rumah menapaki lantai yang dipenuhi pecahan keramik, membuat beberapa sudut kaki pemuda itu berdarah karena tergores.

Ia berlari kearah kamar Taehyung, tidak memedulikan kakinya yang kini dilumuri darah. Nafasnya memburu saat menyadari jika pintu itu tertutup, ia takut, selama ini pintu itu tidak pernah dikunci sekali pun.

"Hyung!" Jungkook menempelkan telinganya dipintu, ia bisa mendengar suara isakan tertahan dari dalam sana.

"Mama! Aku tahu kau didalam! Buka!" Jungkook menggedor pintu itu kencang, ia kini merasa sangat takut. Matanya kini sudah berkaca, nafasnya tercekat.

"Pergi! Kau harus per- akhhh...." Jungkook menggeleng pelan, ia bisa mendengar suara Ibunya yang memekik kesakitan dari dalam sana.

Tidak, sesuatu sedang menyakiti Ibunya. Jungkook menarik nafasnya, ia berusaha mengendalikan dirinya.

BRAKKKKK......

Pintu kamar itu terbuka setelah tubuh berotot Jungkook mendobraknya dengan kencang. Matanya memanas saat mendapati Taehyung dan Ibunya yang terlihat kacau disudut ruangan. Darah segar mengalir dipelipis Taehyung, dan Ibunya kini terlihat tidak sadar disamping Taehyung dengan beberapa lebam kebiruan.

"Sialan." Umpat Jungkook pada dua orang yang kini sedang menatapnya remeh, satu sedang berjalan kearahnya dengan sebuah balok, dan satu lainnya sedang berdiri disamping Taehyung sambil menatapnya remeh.

"Kau tidak mengenalku? Jeon Jungkook. Kau pasti pernah mendengar namaku, bukan?" Ujar Jungkook dingin, matanya kini menatap tajam dua orang bertubuh besar itu bergantian.

"Jungkook-ah, Hajima. Mereka membawa senjata."lirihan Taehyung terdengar pelan ditelinga Jungkook, membuat pemuda yang biasanya manis kini terlihat seperti iblis, bibir pemuda itu tersenyum miring.

"Aku tidak peduli." Ujarnya.

BUAKKKK.......

Satu kepalan tangan melayang diwajah salah satu pria asing itu tanpa aba-aba, tentu saja pelakuknya adalah seorang Jeon Jungkook.
Ia dengan lihai melawan mereka, tidak peduli dengan tubuhnya yang sudah terkena pukulan berkali-kali, juga telapak kakinya yang berlumuran darah. dia Jeon Jungkook.

SRETTT.......

Sebuah saayatan merobek baju kaus yang dikenakan pemuda itu, darah segar mengalir dari sayatan panjang yang berada di bahunya. "Andwe! Jungkook-ah! Hajima! Jungkook-ah! Berhenti!" Taehyung meronta tapi sayang, tali yang mengikatnya terlalu kuat untuk pemuda lemah itu lepaskan seorang diri, ia terus berteriak untuk menghentikan Jungkook. Air mata pemuda itu sudah mengalir sedari tadi, melihat adiknya yang dipukuli dan dilukai membuatnya marah dan takut, tapi ia tidak bisa melakukan apapun.

Jungkook meringis pelan saat merasakan perih yang mendera bahunya. "Kau gila? Jika aku berhenti, apa yang akan terjadi?" Tanya Jungkook disela kegiatan pukul-memukulnya. Taehyung lantas terdiam setelah mendengar pertanyaan Jungkook yang sukses membuatnya bungkam.

Taehyung membulatkan matanya saat pria berotot itu menancapkan pisaunya tepat pada perut Jungkook, " JUNGKOOK-AH!" Jungkook tertawa pelan, saat ia merasakan kakinya tidak lagi bisa menopang tubuhnya sendiri.

"Ahjussi, kau c-ukup kuat." Ujar Jungkook terbata, membuat kedua pria yang ada disana tertawa remeh. "Aku akan membalasmu nanti." Uajr Jungkook dengan nada sinisnya.

Mata pemuda itu perlahan tertutup, bersamaan dengan terdengarnya suarah sirine polisi yang terdengar dari luar. Sekelompok polisi masuk, mengarahkan pistol mereka pada kedua pria asing itu.



Yoongi turun dari mobilnya dengan wajah kesal, ada apa dengan gang rumahnya? Kenapa sangat banyak mobil polisi juga orang-orang yang berkumpul? Membuatnya harus memarkir mobil jauh dari rumahnya. Ditangan pria itu terlihat sekotak cake ulang tahun dengan warna keemasan yang terlihat indah, lagi-lagi menghela nafas kesal ketika mengingat sesulit apa ia harus mendapatkan cake itu. Salju yang menebal seakan mempersulit mobilnya untuk melaju, toko kue yang seharusnya ia tempati membeli tutup lebih cepat, membuatnya harus mencari toko lain.

Ia menatap sekitarnya aneh, ada apa ini? Beberapa tetangganya menatap pria itu dengan pandangan aneh.

Yoongi mendengus pelan, dasar ibu-ibu tukang gosip. Ia memilih terus berjalan kearah rumahnya tanpa menghiraukan apapun. "Permisi...." Ujarnya pelan, saat sebuah kerumunan menutupi pagar rumahnya.

"Ada apa ini?" Yoongi bergumam kecil saat matanya menangkap garis polisi yang terikat disekitar tiang-tiang rumahnya.

Ia diam sesaat, kemudian berjalan memasuki area rumahnya dengan langkah terburu, ughhh perasaannya mulai tidak benar. "Maaf, ada apa? Kenapa semua orang berkumpul disini?" Tanya Yoongi pada salah satu petugas polisi yang ada disana, telapak tangannya mengeras, berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Polisi itu menatap Yoongi sesaat, "Jeon Yoongi, anak sulung keluarga Jeon." Ia mengeluarkan tanda pengenalnya dari dompet, memperlihatkan nya pada polisi itu.

"Perampokan dan menganiayaan." Wajah Yoongi mengerut, ia tidak salah dengar, bukan?

"Maaf?"

"Korban sudah dilarikan dirumah sakit terdekat, anda akan dimintai keterangan setelah proses pemeriksaan selesai." Kotak cake yang tadinya ia genggam erat kini ia lepaskan, kaki jenjangnya memilih berlari cepat menuju mobilnya. Tidak, jantungnya berdetak berkali-kali lebih cepat saat ini, tangannya bergetar hebat saat tangannya mencari kunci mobil yang ia simpan disaku jaketnya.

"Shit..." Umpatnya kesal saat kunci itu jatuh dijalan.

"Biar aku." Yoongi diam, menatap kearah sosok pemuda tinggi dengan Hoodie coklat yang sudah mengambil alih kunci mobilnya.

"Apa yang terjadi?" Kebungkaman, hal itu yang menjawab pertanyaan dari nada bergetar milik Yoongi. Namjoon terlihat seperti sama sekali tidak berniat menjelaskan apapun, hanya menatap lurus kearah jalan yang licin dengan wajah datarnya.

 Namjoon terlihat seperti sama sekali tidak berniat menjelaskan apapun, hanya menatap lurus kearah jalan yang licin dengan wajah datarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Asksksksk, Finally sampai disinii~~~~~ Gimana? Gimana? Dahlah See u!!

Jamais-vu : Solitude [JJK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang