Bagian empat puluh empat

593 72 0
                                    

Jungkook menatap Yoongi aneh, kenapa kakaknya itu menjadi sangat manis sekarang? Biasanya jika ia terluka kakaknya itu akan menatapnya tajam, tapi tidak dengan sekarang. Yoongi hanya diam, namun berisikap manis sejak pagi tadi ia terbangun. "Hyung, Mama dan Taehyung Hyung baik-baik saja?" Tanya Jungkook pelan, setelah ia pertimbangkan untuk bersuara, ia memutuskan untuk mengeluarkan nya, keadaan Ibu dan kakak nya itu yang utama untuknya.

"Baik, kenapa buruk?"

Jungkook diam, menatap Yoongi yang sedang sibuk dengan laptop disamping ranjang pesakitan nya. "Jangan bohong." Sahut pemuda itu kesal, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri jika ibunya tidak baik-baik saja! Begitu juga dengan Taehyung.

Yoongi menghela nafas, "Mama mengalami shock berat, Taehyung mendapat beberapa jahitan dikepalanya." Jungkook diam, menatap selimut yang menutupi kakinya dengan tatapan kosong. Jadi ia terlambat? Seharusnya ia mengangkat telepon Taehyung lebih cepat, bukan? "Ini alasan kenapa aku tidak ingin memberitahu mu." Ujar Yoongi dengan wajah datarnya, seharusnya Jungkook juga memikirkan dirinya sendiri.

"Seharusnya malam itu menjadi malam yang indah buat Mama, seharusnya aku tidak pergi dengan Namjoon Hyung..." Gumam Jungkook pelan, jika saja ia tidak memilih pergi ke panti ia akan berada disama lebih cepat, mungkin sebelum penjahat-penjahat itu membuat Taehyung terluka dan ibunya trauma.

"Selamat pagi, pasien Jeon Jungkook.... Kurasa ini memang rumahmu sehingga kau selalu terlihat...." Seokjin memasuki ruangan Jungkook dengan wajah sinisnya, yang direspon dengan ekpresi yang sama dengan Jungkook. "Makan ini." Seokjin meletakkan rantang berwana pastel dimeja yang ada dihadapan Jungkook.

"Hahaha, kau Hercules? Bisa duduk begitu selesai ditikam?" Bola mata Jungkook memutar, ditikam tidak seburuk itu, rasanya tidak begitu sakit, hanya terasa kebas dan mati rasa. "Mari kita lihat siang nanti saat obat bius mu benar-benar hilang, anak nakal." Ujar Seokjin sambil memukul pucuk kepala Jungkook pelan.

"Makan."

Jungkook diam, sama sekali tidak bergerak untuk mengambil sendoknya apalagi mengunyah buburnya. "Aku ingin menjenguk Mama." Jungkook melipat tangannya, menatap Seokjin dengan mata menantang.

"Jeon Jungkook.." Tegur Yoongi pelan, tapi sama sekali tidak dihiraukan Jungkook.

"Tidak."

"Kalau begitu tidak ada makan dan minum obat." Putus Jungkook dengan senyum miringnya, jika ia memiliki tekad ia harus mendapatkan nya.



Jungkook mengerjapkan matanya pelan, seketika ingatan pemuda itu terlempar kebeberapa waktu lalu, kalah. Kegiatan merajuknya terhenti saat rasa perih terasa bagiam perutnya. Sempat mengumpat pelan saat merasakan itu, kemudian berhasil mendapatkan tatapan tajam dari Seokjin dan Yoongi.

Berakhir menyerah, memilih mengonsumsi makanan dan obatnya, kemudian tumbang selama beberapa jam. "Ughhh, pusing." Ringisnya pelan.

Pemuda bermata bulat itu berusaha mendudukkan dirinya di ranjang pesakitan, cukup sulit. Tidak bisa menghiraukan rasa perih yang samar dibagian perut dan bahunya. "Eoh... Kamjagiya...." Pekiknya tertahan ketika matanya menangkap sosok tidak asing duduk disampingnya.

Bukan kakak-kakanya, tapi sosok cantik yang biasa ia panggil dengan sebutan 'Mama' .

"Mama?" Ia menunduk kecil, berusaha mencari wajah sang ibu yang sedang tertidur dengan kepala yang bersandar diranjang pesakitan nya.

Itu benar, yang saat ini ada diruangannya adalah Mama nya.

Ia membekap mulutnya dengan telapak tangan, jangan lupakan mata membulatnya yang sedikit bergetar. Pemuda itu bergerak turun dari ranjangnya, berputar kesisi ranjang tempat ibunya duduk, dengan satu tangan yang menyeret tiang infusnya. "Mama...." Ia meringis. Wajah ibunya bengkak, dengan beberapa lebam disana.

Ughh, ia baru menyadarinya. Ibunya juga menggunakan seragam khas pasien yang sama dengan nya, juga bekas infus ditangannya.

Tangan Jungkook yang terbebas dari infus bergerak perlahan memperbaiki beberapa helai rambut yang menutupi wajah ibunya. Ia mendesah pelan, jika terus tidur dengan keadaan seperti ini Ibunya akan merasa sakit, tapi jika ia membangunkan ibunya apa yang akan terjadi? Ia juga tidak tahu.

Baiklah Jungkook sudah memilih.

Setelah beberapa saat terdiam ia akhirnya bergerak memindahkan tiang infusnya kebelakang, kemudian mengangkat tubuh ibunya hati-hati keatas ranjang pesakitan miliknya.

Ringisan pelan meluncur dari bibirnya saat perut dan bahunya terasa lebih perih, astaga. Ia lupa jika ia baru saja tertusuk.

"Huhh, Syukurlah." Ujarnya bernafas lega. Tanpa menyadari jika satu tangannya sudah memegang perut bagian kanannya. Ia berjalan kearah kamar mandi, merasa sesuatu aneh diperut nya. Rasanya lembab, dan perih.

"Shitt.........." Umpatnya kesal saat ia mengangkat seragam rumah sakitnya dan menyadari perban yang ada diperutnya sudah berubah menjadi berwarna merah. Ia bergerak gusar, bagaimana respon Seokjin jika membersihkan lukanya dan melihat ini?

Jungkook berfikir sesaat, kemudian memilih menggapai beberapa tissue yang ada ditoilet, mengusap perban itu pelan. Berusaha menyerap darah yang ada diperban itu. Dalam hati berdoa pada Tuhan agar bukan Seokjin yang membersihkan lukanya sore ini, walaupun ia juga benci saat perawat atau dokter lain yang membersihkan lukanya. Ia benci disentuh orang asing.

Ia menatap dirinya sendiri dicermin, hahaha sejak kapan Jeon Jungkook sepucat ini? Ia menggeleng pelan, lalu keluar dari kamar kecil.

Pemuda itu duduk ditempat Nyonya Jeon sebelumnya duduk, menatap lekat wajah sang ibu dalam diam. Jika diingat-ingat, sudah sangat lama ia tidak melihat wajah damai ibunya saat tertidur.

Belakangan ini memilih memendam perasaannya dan menggila saat didepan samsak.

Ibunya itu cantik, ia berani mengumumkannya pada seluruh orang jika ibunya adalah wanita tercantik untuknya. Dalam hati bertanya, kenapa sang Ibu yang secantik ini harus memiliki takdir yang tidak bisa dibilang baik? Kenapa sang ayah lebih memilih wanita lain dibanding ibunya. Walaupun ia tidak bisa melupakan fakta jika ibunya lah sendiri yang menghancurkan takdirnya.

Ahhh, entahlah. Jungkook tidak begitu mengerti urusan orang dewasa sejenis percintaan seperti ini.

"Mama...... Jungkook-ie, mendapat beberapa jahitan disini. Disini juga." Ia menunjuk bagian tubuhnya yang tertusuk, izinkan dia menyebutkan dirinya sebagai 'Jungkook-ie' saat ini. Ia ingin bersikap selayaknya anak yang bermanjaan dengan ibunya. "Sakit, tapi tidak apa-apa karena bukan Mama yang terluka." Lanjutnya dengan senyum bodoh.

Satu helaan nafas terdengar dari bibirnya, "Huhhh, sebenarnya aku pergi ketempat Namjoon Hyung karena ingin hari kelahiran mu berjalan baik. Tapi sepertinya itu adalah pilihan yang buruk, karena aku sedikit terlambat. Seharusnya aku membiarkan diriku tinggal dikamar dan menjadi menyedihkan seperti dulu."

"Jeon Jungkook sudah berubah, Mama. Sekarang dia menuntut lebih banyak perhatian."

Ia menunduk, bermonolog seperti ini seakan membuatnya menyadari sebanyak apa ia berubah menjadi pemuda munafik seperti sekarang.

Ia yang mengatakan tidak apa-apa dilupakan, namun dalam hati berharap jika ia harus selalu diutamakan. Hahaha, dasar Jeon Jungkook bodoh. Ia rasa harapannya yang terlalu banyak membuatnya lupa siapa dirinya.

Hay guys!!!! Maaf atas keterlambatannya! Sekarang lagi musim sakit ㅠㅠ kalian jaga kesehatan yah~~ see u!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hay guys!!!! Maaf atas keterlambatannya! Sekarang lagi musim sakit ㅠㅠ kalian jaga kesehatan yah~~ see u!









Jamais-vu : Solitude [JJK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang