Sebuket kecil bunga menghiasi keramik hitam itu, hujannya sudah tidak terlihat, bekasnya sudah menghilang, matahari sekarang bersinar indah. Tapi kenapa tempat itu selalu terasa mendung? Yoongi menatap keramik itu, sakit, pedih, marah, putus asa. Pada akhirnya ia memang manusia jahat, pada akhirnya ia hanya membawa kesengsaraan untuk adik kecilnya.
Tidak ada lagi mata bulat, tidak ada lagi pertandingan taekwondo, tidak ada lagi yang merengek untuk beli ayam goreng, tidak ada lagi yang begitu menghargai pemberian nya.
Adiknya pergi.
Bersamaan dengan air yang menggenang hari itu, adiknya menutup mata. Mengakhiri kesengsaraan nya dan menghapus kesendirian nya.
Seandainya ia tidak bersikap buruk pada adiknya, seandainya ia menyadari telepon Namjoon lebih cepat, seandainya ia datang lebih cepat, seandainya ia memilih disamping Jungkook hari itu. Apa mungkin adiknya masih disini? Berharap kembali untuk liburan keluarga juga makan malam bersama. Memang, seandainya selalu lebih menyenangkan.
Gagal, ia gagal.
"Jungkook-ah...." Suara pria itu terdengar bergetar, tidak akan menahan air matanya lagi hari ini. Ia akan mengeluarkan semuanya disini, ditempat sepi yang diisi susunan keramik hitam.
"Mianhae....." Lirihnya pelan.
Air matanya mengalir, membasahi wajah putihnya yang berhiaskan lebam kebiruan dan beberapa luka gores. Jangan tanyakan karena apa, jawabannya adalah ulah Seokjin juga Jimin yang kehilangan kendali saat menatap wajahnya. Jika saja Hoseok tidak menahan mereka, Yoongi mungkin akan mati ditangan dua orang itu.
"Disana indah? Kau bertemu Papa? Maaf...."
Pada akhirnya, ia hanya bisa mengucapkan maaf. Hanya maaf, untuk mengucapkan hal lain rasanya lidahnya kelu.
"Aishhh, Sial." Ia dengan cepat menghapus air matanya, menoleh kebelakang saat sebuah umpatan menyapu telinganya, Terdengar seperti ditujukan padanya, karena ia yakin hanya ada dia dikawasan pemakaman itu.
"J-jimin...." Yoongi bergeser perlahan, membiarkan Jimin mendekati makan Jungkook sebelum ia didorong mundur oleh pemuda itu. "Apa yang kau lakukan?" Tanya Yoongi, menangkap Jimin yang duduk dipinggir makam dan mengeluarkan dua gulung kimbab dari balik jaketnya.
"Untuk apa kau disini? Meratapi nasib? Cihh, menyedihkan." Tidak menjawab pertanyaan Yoongi, ia berdecih sinis kearah pria itu. Membuka satu gulungan Kimbab dan melahap makanan pertamanya hari ini. Satu Kimbab lainnya ia simpan tepat ditengah batu keramik yang bertuliskan nama Jungkook.
Yoongi tercekat, menatap Jimin yang mulai makan sambil menatap makam Jungkook, sesekali mengusapkan jaketnya disana saat merasa jika batu itu sedikit berdebu. "Pergilah, aku memang sudah gila." Kata pemuda itu tiba-tiba.
"Jimin-ah..."
"Jangan mendekat, aku akan membuatmu tersungkur jika kau mendekati ku. " Ancam Jimin dingin, benar-benar muak dengan wajah menyedihkan Yoongi. Entah bagaimana, Yoongi benar-benar menyedihkan sejak kepergian Jungkook seminggu yang lalu. Walau bukan hanya pria itu yang terlihat menyedihkan, tapi Jimin bisa merasakan rasa bersalah Yoongi, sama dengan Namjoon.
"Ambil ini." Jimin mengeluarkan sebuah buku kecil dari sakunya, melemparnya kekaki Yoongi kemudian kembali sibuk dengan makanannya. "Semuanya darimu, dia mengumpulkan nya seperti orang gila dan memilih bekerja paruh waktu diempat tempat berbeda." Jelas Jimin, tidak bisa dipungkiri suaranya bergetar saat mengatakan hal itu. Bodohnya, ia baru menyadarinya beberapa hari yang lalu. Jika buku tabungan yang Jungkook titipkan padanya ternyata berisi semua uang pemberian Yoongi. Ia hanya mengira anak itu bekerja paruh waktu untuk bersenang-senang.
"Jika Jungkook tidak akan marah, aku akan membuatmu dirawat dirumah sakit. Kau harus bersyukur tentang itu." Jimin berdiri, meninggalkan Yoongi yang masih menatap buku itu dalam keterdiaman. Membiarkan pria itu sendiri.
"Dia benar-benar menghargai semuanya." Lirih Yoongi pelan, Semua yang ia berikan benar-benar berharga untuk Jungkook. Seharusnya uang ini anak itu gunakan untuk membeli keperluannya, jaket, baju, dan barang lain kesukaan nya.
Ia mendongak, mencegah air matanya untuk mengalir lebih banyak. Tapi mau bagaimana lagi, hal itu sama sekali tidak berpengaruh. Kesedihannya hari itu berhembus bersamaan dengan angin sore yang menyapu kulit di pemakaman itu. Meninggalkan ratapan mendalam dari seorang Jeon Yoongi yang baru saja ditampar kenyataan yang menyedihkan.
Karena kenyataan, selalu lebih menyedihkan dari pada yang kita semua bayangkan.
So Hay ㅠㅠ I don't knoww~~~ im so sorry Yoongi ㅠㅠ Actually, masih ada dua part setelah ini. Abis itu bener-bener udah selesai dan udah nggk ada. See u!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jamais-vu : Solitude [JJK]
Fanfiction[END] Jungkook hanya berusaha agar benteng dan pilar-pilar pertahanan yang ia buat selama ini tetap utuh dan kuat. Hingga pilar-pilar pertahanannya mulai runtuh, saat benteng yang berusaha ia buat kokoh agar tetap bertahan akhirnya roboh. Jungkook...