Bagian empat puluh lima

575 79 0
                                    

Nyonya Jeon mengerjap pelan, sontak mendudukkan dirinya sesaat setelah mengingat dimana ia berada sebelum menutup matanya. Ia menatap sebuah selimut yang menyelimuti nya, kemudian menangkap sosok remaja lelaki yang tertidur dengan kepala bersandar di brankar yang ia tempati. Satu selimut juga menutupi tubuh pemuda itu, jangan lupakan tiang infus yang berada disampingnya.

"Kenapa kesini?"

Ia menoleh kearah sofa, mendapati sang anak sulung yang sedang memangku laptop dan menatapnya penuh pertanyaan. "Kenapa Jungkook tidur dikursi?" Tidak menjawab, justru mengajukan pertanyaan lain pada Yoongi.

Yoongi mengangkat bahunya, "Itu yang ingin kutanyakan padamu." Ujar pria itu.

Nyonya Jeon menyingkap selimut yang menutupi kakinya, bergerak memutar kesisi lain brankar. "Tubuhnya akan sakit. angkat dia, Yoongi." Yoongi diam sesaat. Berdiri dan mengangkat tubuh Jungkook keatas brankar, memperbaiki posisi tiang infus adiknya, dan mengakhiri nya dengan menutupi separuh tubuh pemuda bermata bulat itu dengan selimut.

Ia berhenti bergerak saat ringisan kecil terdengar dari bibir tipis Jungkook, "Mama....." Ia terkekeh pelan. Setelah meringis pelan Jungkook bergumam pelan namun masih bisa ia dengar. 'Mama' , kata itu membuatnya sontak menatap kearah Sang Ibu seakan memberitahukan apa yang ia dengar.

"Kau harus kembali keruanganmu, aku akan mengantarmu besok pagi untuk pulang kerumah." Ujarnya. Nyonya Jeon masih diam, menatap sang anak sulung beberapa saat.

"Yoongi-ah......."

Nyonya Jeon menggantung ucapannya, sebenarnya tidak yakin dengan apa yang akan ia katakan. "Aku tahu." Sahut Yoongi tiba-tiba, membuat nyonya Jeon membeku ditempatnya.

"Maaf karena perlakuanku malam itu, aku terlalu marah saat melihat Jungkook yang memungut hasil usahanya didapur selama berjam-jam." Yoongi mengangkat telapak tangannya dibahu sang ibu, mengusap bahu itu lembut sambil tersenyum kecil. "Semua akan baik-baik saja." Ujarnya lembut.

Air mata Nyonya Jeon mengalir, ia menatap sang anak dengan tatapan penuh penyesalan. Yoongi menghela nafas, kemudian membawa Nyonya Jeon kedalam pelukannya. "Kita akan menyembuhkan mu, segalanya jauh lebih canggih masa ini. Kau akan sembuh." Kalimat penenang itu ia berikan untuk ibunya. Sang ibu yang malam itu terlalu kalut karena berita menyedihkan dihari kelahirannya.

Gagal ginjal , ibunya didiagnosis menderita gagal ginjal.

Alasan kenapa Nyonya Jeon menghempaskan seluruh makanan dihari kelahirannya, karena berita mengenaskan itu ia dengar tepat sebelum ia sampai dirumah.

Terlalu frustasi, hampir depresi karena takdir yang begitu kejam padanya, atau mungkin tidak.

Malam itu, saat ia menatap tangan Jungkook yang menggenggam tangannya, saat matanya menangkap sajian khas ulang tahun dimeja makan rumah, saat Jungkook mengatakan jika anak itu yang membuat nya. Entah kenapa membuat sesuatu didalam dirinya memberontak dan berakhir menghancurkan semuanya dalam sekejap.

Bisikan-bisikan gila didalam kepalanya, mengingatkannya perkata Yoongi yang mengatakan jika semuanya adalah balasan karena kebrengsekan-nya dimasa lalu, karma istilahnya.



"Eoh, Hyung. Tidak apa-apa, dia juga masih sibuk menghisap seluruh makanan."  Jungkook berhenti mengunyah. 'Hyung' siapa lagi yang dipanggil Yoongi seperti itu jika bukan Seokjin, dan siapa lagi yang Yoongi maksud menghisap seluruh makanan jika bukan dia yang saat ini tengah sibuk mengunyah apel.

Kedua kakaknya tengah membicarakan dirinya. Seketika teringat perban merahnya yang ia usap dengan tissue agar tidak merembes keseragam pasiennya. "H-yung, Jin Hyung akan kesini?" Tanya Jungkook.

Yoongi mengangguk kemudian kembali fokus pada layar lipat yang ada dipangkuannya. Tidak menyadari Jungkook yang saat ini sudah mengumpat dalam hati dengan wajah gusarnya. Membayangkan wajah memerah Seokjin dan suara kakaknya itu yang mengomel sangat membuat stress. "Hyung, bagaimana jika aku saja yang membersihkan lukanya?" Yoongi mendongak, menatap Jungkook dengan satu alis yang terangkat.

"Tidak bisa?" Tanyanya dengan wajah memelas.

Ia meringis pelan, menyadari jika atensi Yoongi kini sudah sepenuhnya beralih pada dirinya. Tangannya saling bertautan, kakinya bergerak gusar dibalik selimut yang ia kenakan. Apa Yoongi tahu?
"H-hyung..."

Tangan Yoongi bergerak, masih dengan mata yang lurus kearah Jungkook. "Hyung, kurasa kau harus kesini sekarang. Anak ini terlihat aneh." Ucap Yoongi sebelum mematikan teleponnya. Jungkook mendesah pelan, apakah ia akan selamat dari amukan Seokjin? Pasalnya sang kakak sulung itu selalu membenci ketika dia menyakiti dirinya untuk orang lain.

"Mau kemana kau?"

"T-toilet." Ia dengan terburu-buru menyeret tiang infusnya, biarkan dia berfikir keras ditoilet selama beberapa saat, dan mungkin berharap keajaiban akan menghilangkan bekas kemerahan diperbannya itu. "Sialll......" Gerutunya pelan begitu menyingkap bajunya.

Nodanya bertambah banyak dan menyebar, jadi sedari tadi tidak berhenti? Ah, baiklah. Biarkan dia bersyukur sesaat karena noda itu tidak merembes kebajunya.

Seakan menjadi sugesti, penampakan perban diperutnya itu membuat rasa perih menderanya, juga perasaan pening dikepala. Ia memilih duduk dicloset yang ada disana. "Jungkook-ah!!" Ughh, suara Seokjin sudah memekik diluar toilet. Jungkook meringis pelan, belum cukup ia meredan erangan nya pintu itu sudah terbuka. Seokjin dengan tampilan jas putihnya mendekati sang adik.

Jungkook bisa melihat raut wajah penuh kekhawatiran yang Seokjin layangkan untuknya saat kakaknya itu berteriak memanggil Yoongi kemudian membawanya keluar dari toilet. "Apa yang kau lakukan dengan tubuhmu, bodoh." Jungkook terkekeh pelan, ramalannya tentang Seokjin yang akan memanggil nya bodoh ternyata benar.



Jungkook memutar bola matanya malas, Seokjin benar-benar mengeluarkan seluruh omelannya setelan membersihkan luka Jungkook dan memasangkan kantung darah diinfus anak itu. Ia hanya mengunyah buah yang sebelumnya dikupas Yoongi dengan wajah malas. "Hyung, kenapa Namjoon Hyung tidak kesini?" Tanya Jungkook pada Yoongi, tidak ingin menanggapi wajah memerah Seokjin yang saat ini menatapnya penuh kemurkaan.

"Dia tidak menghubungi mu?" Jungkook menggeleng. Ia sudah mendapat kabar dari Jimin, jika kakak tingkatnya itu sibuk mengatur beberapa turnamen yang diadakan disekolah, sehingga akan menjenguknya nanti. Hoseok yang merawat Taehyung dirumah, kakaknya itu sedang demam. Tapi ia bahkan sama sekali tidak mendengar apapun dari Namjoon, bahkan pesan singkat berisi 'Semoga cepat sembuh' atau mungkin 'Maaf tidak bisa menjenguk' , sama sekali tidak ada.

Jungkook menghela nafasnya, ughh ia kesal. "Hyung, aku mau sup kimchi." Ia menatap Seokjin yang duduk dikursi samping ranjang pesakitan nya.

Seokjin melembut, menatap Jungkook dengan kedua alis yang terangkat seolah mengatakan 'benarkah?'. Jungkook mengangguk.

"Hey! Aku aku akan kembali." Dengan cepat pria itu berdiri dan berlalu keluar dari ruangan Jungkook. Yoongi tersenyum kecil,   harapan Seokjin saat ini mungkin mendengar Jungkook berkata ingin memakan sesuatu, sebab pria itu terlalu khawatir tentang Jungkook yang menolak makanan apapun setelah pagi tadi dan hanya mengonsumsi buah.

 Yoongi tersenyum kecil,   harapan Seokjin saat ini mungkin mendengar Jungkook berkata ingin memakan sesuatu, sebab pria itu terlalu khawatir tentang Jungkook yang menolak makanan apapun setelah pagi tadi dan hanya mengonsumsi buah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jamais-vu : Solitude [JJK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang