Intuisi

400 69 24
                                    

Fiki menjilat sudut bibirnya.

Hm, boba rasa taro.

Kejadian ini sungguh tidak terduga. Semua orang memandang syok ke tempat kejadian, cuma dia orang yang berani melakukan ini pada CEO mereka. Sementara yang jadi pusat perhatian tidak menyadari apa yang sudah dilakukan, dia hanya berkata dengan santai, "Untuk yang ini gue minta maaf."

Korban penyemburan tidak lagi bisa menyembunyikan amarahnya dengan senyum palsu.

"Kita perlu ngomong," ujar Fiki telak, menarik tangan Shandy.

Shandy yang diseret Fiki ke lift tidak menunjukkan tanda kepanikan, dia bahkan melambai kepada Ricky yang masih melongo.

"Gak bener nih orang," gumam Ricky, memijit pelipisnya pasrah. Kejadian tadi terlalu tiba-tiba, dia tidak bisa melakukan apa-apa. Ricky tidak sanggup membayangkan kemarahan Presdir itu, alhasil dia cuma berdoa agar sang kasir diberi kemudahan.

Fiki dan Shandy berdiri di lift dengan tangan berpegangan.

Yang satu berwajah kusut, sementara yang lain tanpa ekspresi seperti biasa.

Ting! Mereka sampai di lantai teratas gedung ini.

"Gue mau dibawa kemana?" tanya Shandy ringan.

Fiki hanya bisa berdecih.

Orang ini kenapa bisa sedatar ini? Fiki curiga Shandy menderita Alexithymia*.

Ps : Alexithymia adalah ketidakmampuan untuk mengenali dan menyampaikan emosi.  

Shandy menerka apa yang akan Fiki lakukan padanya, apa kali ini mereka akan 1v1 seperti yang dia tunggu tunggu? Tak lama setelahnya, Shandy diseret masuk ke ruangan Fiki, dan ruangan itu segera dikunci.

Shandy memiringkan kepalanya tanpa ekspresi, "Sekarang apa?"

Fiki menghela nafas berat, "Sekarang...sebaiknya lo jujur," dia melepaskan jasnya lalu melempar ke sudut ruangan. Perlahan dia berjalan ke arah Shandy, memojokkan ke pintu, "...lo ada masalah apa sih sama gue?"

Shandy diam sejenak, wajah Fiki merunduk begitu dekat, menciptakan sedikit ketidaknyaman bagi Shandy, jadi dia tidak menatap mata pemuda di depannya ini. Sebagai gantinya dia hanya menunduk menghadap kerahnya. Ada noda berwarna di kemeja putihnya.

Fiki menatap surai kecoklatan pria di depannya, "Tadi pagi gue sudah minta maaf, tapi kenapa lo masih marah?"

"Gue gak sengaja," ujar Shandy, menggaruk tengkuknya.

Di mata Fiki, tidak ada ketulusan sama sekali dalam perkataan pria bermata panda ini. Dia berhenti memojokkan Shandy kemudian menatapnya sambil melipat kedua tangan di dada. Mata Fiki tidak bisa berhenti melirik anting di telinga Shandy. Dia mengangkat alisnya, "Baik, gue terima itu. Tapi di hari pertama kita ketemu, tepatnya di S-Cafe, kenapa lu nyembur gue juga?"

Wajah Shandy terangkat, menampilkan ekspresinya yang santai, "Itu sebagai pembalasan karena lo nyembur celana kesayangan gue."

Mendengarkan ini, Fiki terkejut, "Hah? Kapan?"

"Lusa lalu pas hujan, lo dengan tidak bersalahnya lewat di deket pejalan kaki dengan kecepatan penuh. Dan lo gak sadar udah nyemprot gue pake air jalanan."

Fiki tertegun, "Cuma itu?"

Shandy mengangguk.

Fiki berkata lagi, "Dan lo balas gue tiga kali lipat?"

"Tiga kali darimana? Yang kemaren malam itu emang lo yang salah, siapa suruh party malam malam, orang pada tidur, " Shandy membela diri.

Baik, Fiki bisa menerima ini. Tapi yang tadi...?

Pierced Memories [Fiki x Shandy aka Fidy UN1TY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang