Hotel Capital Center, 21.00.
Shandy turun dari taksi dengan balutan tuxedo abu-abu, memamerkan tubuhnya yang tinggi dan ramping. Rambut gondrongnya digerai elegan dengan anting perak yang memukau.
Siapapun yang melihatnya tidak bisa tidak terpana. Namun tidak seperti orang-orang yang menggandeng pasangannya, Shandy hanya sendiri.
Dia melihat sekeliling, tidak ada satu pun orang yang dia kenal disini. Semuanya terlihat seperti eksekutif berdasi, kebanyakan dari mereka adalah orang tua atau paling tidak paruh baya, jarang ada yang seusianya. Kemungkinan besar mereka adalah kolega CEO FnF.
Shandy duduk sendirian di tengah ramainya pesta dengan segelas minuman di tangannya.
Sejujurnya, dia belum siap melihat Diandra bersama pria itu lagi. Setiap kali memikirkan ini, seolah ada sesuatu yang bergejolak di hatinya. Kekesalan karena dikhianati dan penyesalan karena tidak bisa menjadi pacar yang baik rasanya tercampur menjadi satu.
Jemari ramping Shandy mengangkat gelas, namun sorot matanya terkulai. Dia menghela nafas, "Harusnya gua gak kesini."
Ting! Gelasnya tiba-tiba berdenting.
Shandy mengangkat wajahnya dan menemukan sosok yang dia kenal menduduki kursi kosong di depannya dengan senyum menawan. Rambut orang itu di gel ke belakang, serta tuxedo hitam yang membuat penampilannya semakin...beh, cakep luar biasa.
Fiki tersenyum sembari mengangkat gelasnya, "Cheers."
Deg!
Jantung Shandy berdebar. Sesaat dia membeku tapi detik berikutnya Shandy berusaha menormalkan rautnya. Dia berkata singkat, "Ketemu lagi." Shandy minum segera alih alih menutupi wajahnya, tidak mau ekspresinya terbaca.
Fiki minum dalam sekali teguk, kemudian berkata, "Selama kita masih di bawah langit yang sama pasti bakal ketemu." Dia terkekeh pelan. Suara tawanya bahkan sama ganteng dengan parasnya.
Daripada terpana, lebih baik Shandy mengalihkan pandangannya ke sisi manapun asal dia tidak melihat Fiki. Entah kenapa dia tidak sanggup, terutama saat perasaan aneh bersarang di hatinya ketika menatap wajah itu.
Mata Fiki terpaku pada anting perak Shandy, itu bersinar di bawah lampu dan tampak memukau, "Antingnya cantik."
Shandy menoleh ke arah Fiki menatapnya heran. Kok orang ini suka banget notice antingnya?
Namun detik berikutnya Fiki tertawa, "Cantik ya, kayak yang punya," pujinya, sontak membuat telinga Shandy perlahan memerah.
Dia mendengus, "Apaan sih, Fik?" Kemudian memalingkan mukanya ke arah lain sekali lagi.
Di dalam hati Shandy dia sangat merindukan pemuda di hadapannya ini, entah itu bagaimana cara pemuda ini berkata manis, menggodanya, membuatnya jengkel, dia merindukan semuanya. Sekarang, Fiki sudah ada di depannya.
Entah kenapa rasanya lega bisa melihat orang ini lagi, setelah sekian lama.
"Oh iya Fik, lu gak di lantai atas bareng pejabat yang lain?"
Fiki menggeleng, "Ngapain kesana, orang yang gua kangen ada disini."
"Dih, apa lu."
Karena mereka sudah berdua, jadi Shandy bisa dengan leluasa menikmati pesta. Fiki pun dengan menyenangkan membawanya dan mereka terus bercanda.
Tetapi kemudian Shandy teringat sesuatu.
"Fiki, gue mau ke atas," ujarnya, suara Shandy begitu pelan tetapi samar Fiki masih bisa mendengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pierced Memories [Fiki x Shandy aka Fidy UN1TY]
FanfictionCerita CEO muda x Bos kafe. Fiki, 23 tahun, CEO muda. Shandy, 27 tahun, pemilik kafe. Keduanya dipertemukan oleh pertikaian yang mencetuskan perang dingin. Karakter aku cuma minjem, tidak ada sangkut pautnya dengan real life karena ini cuma fanfic...