Rambut kecoklatan Shandy ditiup lembut oleh angin sore. Cahaya jingga menerangi sisi kanan wajahnya yang membuat sisi lainnya sedikit gelap.
Tatapan Shandy masih tanpa emosi seperti biasa saat dia menatap yang lain.
"Intuisi?" nada bicaranya terdengar remeh, "...menurut lo intuisi bisa seakurat apa?"
Fiki tidak menjawab, hanya mengalihkan pandangannya sembari menghela nafas.
Ucapan Shandy masuk akal jadi dia tidak membantah.
"Ayo pulang," kata Fiki pada akhirnya, dia berjalan ke mobil. Sementara itu, Shandy melempar tatapan rumit ke Fiki kemudian mengekorinya menuju mobil bersama.
Dalam perjalanan pulang, Fiki menyetir sedangkan Shandy duduk di sebelahnya sebagai penumpang.
Mata sayunya menatap aktifitas malam orang-orang melalui jendela.
Sangat ramai.
Sudah lama Shandy tidak keluar malam. Tepatnya dia tidak punya orang yang mengajaknya, jadi dia hanya di rumah. Juga, dia malas berbaur di tengah keramaian.
Memikirkan ini semua membuat Shandy mengingat tunangannya.
'Kayaknya bener kalau gue orangnya ngebosenin,' batin Shandy. Dia mengalihkan pandangannya kepada Fiki. Mata bos muda itu tampak lelah, dia tidak lagi banyak bicara seperti sebelumnya.
Muncul pertanyaan dibenak Shandy, "Sebelum lo pindah kesini, lo tinggal dimana?"
"Gue?" ujar Fiki, tampak memproses pertanyaan Shandy, matanya lurus ke jalanan, lalu menjawab, "Gue tinggal di USA pas umur gue 15 tahun, baru beberapa hari lalu gue pindah kesini."
"Waktu ulangtahun gue yang ke-15, gue sempet kecelakaan dan itu berakibat sama ingatan gue. Setelah kejadian itu, gue pindah ke USA," cerita Fiki.
Shandy hanya memberinya satu pertanyaan tapi Fiki mengembalikannya dengan banyak jawaban.
Kata hilang ingatan membuat Shandy tertarik, "Lo sempet hilang ingatan?"
Fiki mengangguk, "Cuma sedikit yang bisa gue ingat tentang kota ini."
Sorot mata Fiki meredup seolah dia telah kehilangan. Shandy memerhatikan Fiki sejenak sebelum akhirnya memandangi jalanan yang mereka lalui.
Sepertinya dia bisa menebak maksud kedatangan Fiki kemari.
☕☕☕
Langit sudah gelap, dua laki-laki jangkung itu berjalan pulang ke kediaman mereka masing-masing.
"Langitnya cantik malam ini," ujar Fiki, memandangi langit yang ditaburi bintang.
Shandy otomatis mengikuti arah pandang Fiki, dia tidak berkata-kata hanya saja netranya menikmati pemandangan langit malam ini. Sesuai kata Fiki, itu memang cantik.
Mereka akhirnya tiba di kediaman masing-masing, 58 dan 59.
Sebelum Shandy masuk ke rumahnya dia berkata kepada Fiki, "Selamat malam."
Fiki mengangguk, "Malam."
Shandy menambahkan, "Mulai sekarang, masalah kita sudah selesai. Gak ada lagi musuhan."
"Oke, gue janji bakal lihat-lihat kalau nyetir ngelewatin pelajan kaki," Fiki nyengir, "...siapa tau gue nyembur lo lagi."
Shandy mendengus, "Lain kali gue balas 10 kali lipat."
Fiki terkekeh, "Boleh request gak airnya air apa?"
"Ngasal," Shandy memutar matanya, kali ini bibirnya tersenyum tipis. Sebelum keduanya masuk ke apartemen masing-masing Shandy bicara lagi, "Btw gue mau ngejalanin hidup gue yang biasa, jadi setelah semua ini gue harap kita masing-masing ngurusin hidup sendiri tanpa ngeganggu satu sama lain." ujar Shandy panjang lebar kemudian dia masuk ke rumah lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pierced Memories [Fiki x Shandy aka Fidy UN1TY]
FanficCerita CEO muda x Bos kafe. Fiki, 23 tahun, CEO muda. Shandy, 27 tahun, pemilik kafe. Keduanya dipertemukan oleh pertikaian yang mencetuskan perang dingin. Karakter aku cuma minjem, tidak ada sangkut pautnya dengan real life karena ini cuma fanfic...