10

155 30 6
                                    

Ayah is calling

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayah is calling ...

Aku menatap layar ponsel sedikit lebih lama. Ingin rasanya mengabaikan panggilan Ayah, tapi aku nggak enak hati. Ayah pasti tahu jika aku sudah membaca pesannya, dan karena aku tidak segera membalas, maka Ayah menelfonku.

"Huft ..." helaku.

Halo ...
Kakak lagi di kampus?

Iya, Yah

Nanti malam ada kelas juga, Kak?

Nggak ada sih, Yah.

Temui Om Irham sebentar ya, Kak!
Kita harus jalin hubungan baik sama keluarga loh, Kak.

Iya, Ayah. Meena usahakan yaa

Okay, Kak. Udah dulu ya.

Belum juga aku berpamitan, ayah sudah mematikan panggilan. Kebiasaan, batinku.

Aku bersandar di dinding sambil memikirkan cara aku menemui Om dan Tante. Ayah baru saja mengirimkan alamat tempat makan nanti malam dan itu lumayan jauh dari kosku, sedangkan aku, belum ada motor. Apa aku ajak Seira saja malam nanti? Pikirku. Sepertinya itu ide bagus, paling tidak, ada yang menemaniku bertemu dengan Om dan Tanteku. Aku tersenyum senang memikirkan ide itu, setelahnya aku bisa mengajak Seira keliling sebentar sebagai ucapan terima kasih.

Segera, aku berjalan menuju kantin, tempat Seira dan Nanda menunggu.

Kantin kampus di jam segini masih terlihat ramai. Antrean terlihat di beberapa stan makanan. Kursi-kursi juga penuh, menyisakan satu dua yang kosong. Ada juga, mahasiswa yang menyatukan dua atau tiga meja, dan membuat banyak kursi mengelilingi meja tersebut. Mereka masih mahasiswa tahun pertama dan biasanya, sumber keramaian berasal dari mereka. Seperti tawa yang tiada habisnya, sibuk foto, teriakan bahkan umpatan.

Aku mengedarkan pandanganku mencari keberadaan Seira dan Nanda. Beberapa saat kemudian, aku menemukan Seira yang melambaikan tangannya di balik kumpulan mahasiswa tadi. Dengan cepat, aku menghampiri Seira.

"Raa, nanti malem kamu ada urusan nggak?" Tanyaku sesaat setelah duduk.

"Whoaa ... kalemm Naa, pesan dulu! Dateng-dateng langsung nyerocos aja," ujar Nanda yang masih sempat menjawab meski sibuk dengan baksonya. "Ajak aku jugalah, jangan cuma Seira aja."

"Maaf, tapi ini urusan cewek," ujarku sambil memberikan senyuman ke Nanda.

"Cih ..." Nanda menggeser mangkok baksonya ke arah lain dan memakannya dengan cepat.

520Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang