Chapter 17

125 21 8
                                    


"Mengapa kau baru-- ya ampun apa yang terjadi?!"

Ayah Hani terkejut begitu ia melihat kondisi anak semata wayangnya. Tangan kanan dan dahi Hani di perban, belum lagi ada luka-luka kecil di beberapa bagian wajahnya.

"Sebelumnya saya minta maaf karena tidak bisa menjaga Hani dengan baik, Paman. Tadi Hani mengalami kecelakaan," tutur Namjoon.

"Ah tidak apa-apa, Namjoon. Syukurlah Hani tidak terluka parah, dan terimakasih ya sudah mengantar Hani pulang."

Namjoon tersenyum, entah mengapa hal itu membuat hati Hani sedih. Hani sudah tahu bahwa ayah Namjoon meninggal, namun Namjoon tetap terlihat tegar bahkan ia masih bisa mengantar Hani pulang.

"Kalau begitu saya pamit pulang, Paman."

Namjoon membungkuk beberapa derajat kemudian pergi meninggalkan rumah Hani. Hani terus menatap kepergian Namjoon dengan raut wajah khawatir bercampur sedih.

"Kau harus istirahat, Jeong Hanira."

Hani tak mendengar perkataan ayahnya. Mata bulatnya itu masih terus saja menatap pintu rumah yang sudah tertutup. Seunbin memandangi anaknya itu heran.

"Ada apa? Kenapa kau terlihat khawatir?"

"Ayah..." Hani memanggil ayahnya lesu. Seunbin langsung memasang tampang serius sambil menatap Hani.

"Ayah Namjoon meninggal."

Seunbin melebarkan matanya terkejut. Pasalnya saat Namjoon mengantar Hani, raut wajahnya seakan menandakan tak terjadi apa-apa. Hani tiba-tiba saja berlari memasuki kamarnya, lalu tidak lama dia keluar dengan baju yang sudah diganti.

"Aku akan melihat Namjoon dulu ya, ayah."

Seunbin mengangguk membiarkan anak semata wayangnya itu pergi.

Namjoon sudah berjalan cukup jauh, ia tak ingin segera sampai rumah sakit. Pikirannya benar-benar kacau, Namjoon masih berharap bahwa apa yang terjadi padanya hari ini hanyalah mimpi buruk.

Pria berlesung pipi itu semakin memelankan laju langkahnya. Namjoon meringis kala sesuatu menusuk sepatu yang ia kenakan hingga menembus ke telapak kakinya. Tak hanya di kaki, Namjoon juga merasakan sakit di hatinya. Rasa sakit itu menyadarkan Namjoon bahwa ini bukanlah mimpi.

"Ayah..."

Kenangan-kenangan indah dengan sang ayah mulai bermunculan di kepala Namjoon. Bagaimana ayahnya dulu memperlakukan Namjoon layaknya seorang pangeran kecil.

Kejadian saat ibu kandung Namjoon meninggalkan mereka berdua pun masih terekam jelas dalam ingatan Namjoon. Meskipun ayahnya berubah, Namjoon sangat bersyukur masih mempunyai seseorang di dunia ini.

Namjoon menghentikan langkahnya. Air mata yang sedari tadi Namjoon tahan kini sudah tak sanggup ia bendung lagi. Namjoon menangis sambil menundukkan kepala, bahunya bergetar, sedangkan bibirnya menutup kuat agar suara tangisnya tak terdengar.

"Kim Namjoon." Seseorang memanggil. Namjoon berbalik dan mendapati Hani tengah menatap dirinya.

Entah mengapa air mata Namjoon semakin mengalir kala ia melihat Hani. Dengan langkah lebar Hani menghampiri Namjoon lalu memeluk pria itu erat. Hani mengelus lembut rambut Namjoon sambil mengatakan sesuatu.

"Tidak apa-apa. Menangislah, Kim Namjoon."

Malam itu, Namjoon menangis dalam pelukan Hani. Rasa sakit yang tadinya menggumpal di dalam hati Namjoon perlahan menghilang karena ketenangan dan kehangatan pelukan itu.

>____<

Pemakaman ayah Namjoon dilaksanakan pagi hari. Hani dan Seunbin datang, namun yang membuat Hani terkejut adalah kedatangan Seokjin dan keluarganya, bahkan tunangan Seokjin pun ada.

another day || knj ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang