Chapter 6

158 26 31
                                    


Di lemparkannya tas berat itu tak tentu arah, Hani langsung membaringkan tubuhnya di atas sofa kemudian memainkan handphone. Sang ayah datang dari dapur, tersenyum kala melihat anak semata wayangnya itu sudah pulang.

"Mandi dulu, nanti main handphone-nya," nasihat sang ayah.

"Lima menit saja, ayah," balas Hani tanpa mengalihkan atensinya dari layar handphone miliknya.

Ayah Hani hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala lalu kembali ke kegiatan memasaknya. Tak lama pintu rumah terbuka, Seokjin datang sambil membawa dua kantung plastik berisi makanan ringan.

"Aku datang!" serunya senang.

Seokjin duduk di sofa satunya yang berhadapan dengan Hani. Gadis itu masih fokus pada kegiatannya, dia bahkan tak menyadari kedatangan Seokjin yang kini sudah duduk menghadap padanya.

"Heh! Kau tidak akan menyambutku?"

"Oh, hai Jinie!" seru Hani sambil tersenyum sebelum akhirnya ia kembali fokus pada benda pipih miliknya itu.

Seokjin mendengus sebal, tidak biasanya Hani mengacuhkannya seperti ini. Pria bermarga Kim itu bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan mengendap-endap menghampiri Hani.

"Dapat!" teriak Seokjin girang kala ia berhasil merebut handphone milik Hani.

"Hei kembalikan!" teriak Hani kesal.

Nampaknya Seokjin tak mau memberikan benda itu. Tubuh Seokjin yang lebih tinggi membuat Hani kesulitan untuk merebut kembali handphone-nya.

Dengan raut wajah tak berdosa, Seokjin melihat apa yang membuat Hani begitu fokus sampai-sampai dia tidak menyadari keberadaan Seokjin.

"Cara mengungkapkan terimakasih pada seseorang? Kau mau berterimakasih padaku, Hani?" tanya Seokjin dengan alis mengerut.

"Kau tidak sopan," ujar Hani dengan raut wajah datar yang semakin membuat Seokjin heran.

Tidak mungkin kan dia marah hanya karena Seokjin merebut handphone-nya? Itu sudah biasa terjadi, mengingat mereka sudah bersama sedari kecil.

"Kembalikan handphone-ku," pinta Hani dengan nada suara dingin.

Seokjin memberikan benda pipih itu pada si pemilik. Setelah mendapatkan kembali handphone-nya, Hani berjalan cepat menuju ke kamar. Gadis itu membanting pintunya keras sampai-sampai membuat kaget seisi rumah.

"Hani kenapa?"

Seokjin hanya menggeleng seraya menghela napas. "Tidak biasanya dia marah hanya karena aku merebut handphone-nya."

Ayah Hani mengangguk paham, padahal dia sudah menyiapkan makan malam tapi Hani malah mengunci dirinya di dalam kamar. Akan sulit untuk membujuk gadis itu, ingat bahwa dia keras kepala.

Sehari tidak sekolah membuat Seokjin seakan kehilangan sosok Hani yang ia kenal. Pasti terjadi sesuatu yang membuatnya seperti itu. Apa dia di bully lagi?

Seokjin memijat pangkal hidungnya, sepertinya Hani di bully lagi oleh penggemarnya. Tapi ‘Cara mengungkapkan terimakasih pada seseorang?’, kira-kira Hani ingin berterimakasih pada siapa?

Menyadari sesuatu, Seokjin mendadak bungkam. Jantungnya sudah berdegup lebih cepat dari sebelumnya.

"Tidak mungkin kan Hani punya teman selain aku?"

Pagi yang cerah datang, seperti biasa Seokjin datang menjemput Hani. Awalnya gadis itu enggan karena masih kesal dengan perbuatan Seokjin kemarin. Namun karena tak tega, akhirnya Hani memaafkan sahabat kecilnya.

"Nan--"

"Aku ada urusan sebentar, kau tidak perlu menjemputku saat istirahat nanti."

Seokjin memandangi kepergian Hani seraya mematung. Sungguh, gadis itu benar-benar berubah drastis. Bahkan sekarang saja Seokjin masih tak percaya, kerasukan apa Hani sampai dia menjadi seperti itu?

another day || knj ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang