Chapter 11

143 23 31
                                    

"Ayah, aku berangkat."

Pagi yang cerah ini Namjoon mengawali harinya dengan dua tamparan dari sang ayah. Tidak biasanya, ayahnya itu bangun lebih awal dan hampir saja memotong pergelangan tangannya sendiri dengan pisau dapur.

Beruntung Namjoon bangun di waktu yang tepat. Setelah bergelut dengan sang ayah beberapa menit, akhirnya pria paruh baya itu berhasil ditenangkan meskipun caranya harus dengan mengikatnya pada kursi.

Namjoon tidak ingin melakukannya, tapi dia harus bagaimana lagi? Sekedar mengurung ayahnya di kamar saja tidak cukup. Bisa saja dia mendobrak pintu atau bahkan memecahkan jendela untuk keluar.

"Ck, sial!" umpat Namjoon kala jam tangannya menunjukkan pukul 08.43 pagi.

Pria berambut biru terang itu berlari kencang menuju ke pemberhentian bus yang berada tak jauh dari rumahnya. Sekedar informasi, motor Namjoon belum selesai di perbaiki. Alhasil dia harus berangkat menggunakan bus.

Namjoon sampai di pintu bus dengan napas tersengal. Tangan kanannya merogoh saku jaket hitam yang ia kenakan, mengambil sebuah kartu.

"Saldo Anda tidak cukup."

Spontan suara itu membuat supir bus menolehkan kepalanya pada pria berambut biru terang yang berdiri di ambang pintu. Namjoon mengerutkan keningnya, saldonya habis?

Beberapa kali mencoba, tetap saja tidak bisa. Supir bus itu menghembuskan napas panjang sambil memutar bola matanya.

"Hei cepatlah! Memangnya kau tidak punya uang? "

Namjoon berdecak sebal, pada akhirnya ia membayar bus yang di tumpanginya dengan uang tunai. Pria itu kemudian duduk di sebuah kursi yang berdekatan dengan jendela.

Dalam perjalanan, Namjoon terus memandangi bangunan-bangunan yang di lewati bus-nya dengan tatapan kosong.

Sebuah kenyataan yang harus di terima Namjoon adalah bahwa tabungan sang ayah kian hari semakin menipis. Kalau terus seperti ini, Namjoon akan kesulitan untuk membayar biaya sekolah dan bahkan sekedar makan.

Namjoon menghela napas panjang lalu mengalihkan pandangannya ke depan.

"Tidak ada cara lain, aku harus bekerja."

Namjoon tiba di sekolahnya sekitar pukul sembilan lebih. Sialnya, Pak Han tengah mengajar Matematika di kelasnya. Namjoon berdecak sebal, dia akan di hukum lagi hari ini.

Pintu kelas 2-1 terbuka, menampakkan Namjoon dengan wajah tak berdosa nya. Sontak hal itu mengundang atensi seluruh penghuni kelas, termasuk Pak Han yang tengah menatap Namjoon dengan mata menyipit tajam.

"Maaf Pak saya terlambat," ucap Namjoon seraya membungkuk beberapa derajat.

Pak Han memandangi Namjoon heran, tak terkecuali para murid yang duduk di kursi mereka. Kesurupan apa sampai-sampai Namjoon bersikap sopan begini?

"Huh, karena sikapmu lebih baik, aku tidak akan memberimu hukuman kali ini."

Namjoon tersenyum tipis lalu berjalan menuju kursinya. Ia duduk dengan perasaan cukup baik sekarang. Matanya memperhatikan Pak Han yang tengah menjelaskan materi pembelajaran.

Sebuah perubahan menakjubkan, karena biasanya Namjoon memilih bolos atau kalau tidak tidur di kelas tanpa memperhatikan pelajaran.

"Kau tahu? Aku dengar Kak Seokjin sudah mempunyai tunangan?"

Pembicaraan dua orang gadis yang duduk di sebelahnya membuat Namjoon tertarik. Pria berambut biru terang itu fokus dan menajamkan pendengarannya.

"Ah gadis beruntung mana yang berhasil merebut hati Kak Seokjin?"

another day || knj ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang