chapter 22

7.4K 907 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





#



#




#






#



"Gelap sekali" gumam Jenia sembari mengerjapkan matanya beberapa kali. Namun nihil---semuanya tetap gelap, tak ada cahaya barang setitik pun. Kini Jenia merasa bak orang buta, hingga tiba-tiba ia merasakan tubuhnya tertarik mengikuti cahaya yang begitu menyilaukan mata.

"Tuan putri?! Syukurlah anda telah sadar" teriak haru Emily terdengar samar oleh Jenia. Gadis itu seketika memijit pelipisnya yang terasa berdenyut sakit.

"A--air" lirih Jenia dengan suara paraunya.

"Baik tuan putri" dengan cepat Emily mengambil segelas air putih yang terletak di atas nakas.

Brak!!

Jenia dan Emily tersentak kaget, ketika seseorang membuka pintu kamar itu dengan tak sabaran.

"Jenia, apa kau baik-baik saja? Apa perut mu masih terasa sakit? Ayo katakan saja kepada ayah nak!" Tanya William beruntun yang tiba-tiba saja berlari menghampiri Jenia yang kini masih terbaring lemah di atas ranjangnya.

Ekspresi kekhawatiran bahkan sangat kentara di wajah rupawan miliknya, begitu pula dengan Nathan, Simon, dan Dean. Sementara Efron hanya menatapnya dirinya datar dari pojok ruangan.

"Aku baik-baik saja. Kalian tak perlu khawatir" jawab Jenia sembari tersenyum tipis, hingga terdengar helaan napas lega dari mereka yang sedari tadi menatap dirinya dengan sorot mata kekhawatiran.

"Em...Emily, berapa lama aku pingsan?" tanya Jenia lirih, tetapi masih dapat di dengar oleh mereka semua.

"Anda telah tertidur selama kurang lebih lima bulan, tuan putri" jawab Emily, membuat Jenia membulatkan matanya tak percaya.

"Bagaimana bisa aku tertidur selama itu? Ku rasa jika hanya mendapat luka tusuk biasa mungkin aku akan pingsan selama beberapa jam saja" gumam Jenia masih dapat di dengar oleh mereka yang berada di ruangan itu.

"I---itu...itu karena belati yang di gunakan gadis itu telah di lumuri oleh racun mematikan" jawab Nathan sembari menundukkan kepalanya---merasalah bersalah.

"Freya memang benar-benar berniat membunuhku" batin Jenia dengan ekspresi datarnya.

"Jika itu adalah racun yang mematikan, lantas bagaimana caranya aku masih dapat bertahan hidup?" tanya Jenia sembari menatap William penuh tanda tanya, karena pria paruh baya itu pasti mengetahui semuanya.

PUTRI YANG DITINGGALKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang