10. Cahaya

592 116 1
                                    

Bagaimana cara menggambarkan perasaannya saat ini? Senang. Sangat. Bagaimana mungkin seseorang bisa begitu bahagia? Karina bertanya kepada dirinya sendiri, apa yang terjadi? Kemana suasana hati datar dan sikap bodo amatnya selama ini?

"Jadi... kita pacaran?," tanya Karina, lagi, untuk yang ke dua belas kalinya. Jeno hanya tertawa gemas.

"Iya, Sayang..." jawabnya. Jeno mengusak pucuk kepala Karina. Mereka sedang berada di kampus.

Karina melompat kecil ke depan Jeno yang sedang berjalan, keduanya berhadapan.

"Beneran? Ini serius, 'kan?"

Jeno tak mampu menahan rasa gemasnya. Dia menggendong Karina, membuat gadis itu memekik.

"Kenapa hm? Kamu nggak suka aku gendong di depan umum?," tanya Jeno. Karina menggeleng, kemudian mengalungkan kedua tangannya ke leher Jeno.

"Cuma kaget," katanya. "Aku minta kamu nurunin aku, kamu juga nggak bakal nurut, 'kan?"

"Kenapa harus diturunin? Nggak ada alasan yang bagus."

"Kamu mau dihukum ayahku?"

Kening Jeno berkerut dan bibirnya mengerucut. "Aku doang yang dihukum? Kamu nggak?"

"Kan aku anaknya," kata Karina dengan tawa cekikikan. Jeno mencubit pelan pipi kanannya.

"Jangan gemes-gemes bisa nggak? Aku jadi pengen cium kamu."

"Ya jangan! Ini tempat umum."

"Kalau nggak di tempat umum, boleh?"

"Jeno..."

"Iya-iya. Ratunya Jeno udah makan, belum?" Jeno mulai berjalan menuju gedung fakultas Karina. Gadis itu mengangguk.

"Udah!"

"Pinternya..."

"No? Turunin ya? Nggak enak diliatin dosen," pintanya. Jeno menggelengkan kepala. Kedua tangan kekarnya mengeratkan gendongan.

"Nggak mau!"

"Emang nggak berat?"

"Enggak. Enteng, kayak bantal," katanya disertai kekehan renyah.

"Nanti kalau diliat dosen, kita dimarahin No..."

"Udah biasa."

"Itu mah kamu! Kalau dihukum, aku bakal ngambek sebulan!"

"Iya deh iya, ini diturunin." Akhirnya Jeno mengalah. Kini Karina berdiri di sampingnya. Gadis itu melingkarkan kedua tangannya di lengan Jeno.

"Cie nurut!," goda Karina.

"Nanti kamu ngambek, marah sama aku, terus berantem kan nggak romantis," kata Jeno. "Apalagi kalau sampai putus."

Karina menggelengkan kepala. "Cewek nggak sejahat itu! Beda sama cowok tau..."

"Apa bedanya?"

"Beberapa cewek cenderung ngasih kesempatan kedua, sesakit apapun yang mereka rasain. Bahkan nggak kecil kemungkinannya untuk ngasih kesempatan ketiga dan keempat, atau seterusnya. Cewek cenderung perasa, sementara cowok ngandalin logika," jelas Karina.

"Berarti kalau kita putus, ada kesempatan kedua, untuk balikan?"

"Tergantung..."

"Tergantung seberapa besar masalahnya?"

"Bukan, tergantung apa kita bakal putus atau engga," jawabnya. "Emang kamu mau putus?"

"Nggak lah! Dapetin kamu tuh susah, kalau nggak dijaga baik-baik, sama aja nggak menghargai perjuangan diri sendiri," tutur Jeno. Karina tersenyum sumringah, pelukannya mengerat.

Yin-Yang [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang