19. Kami Akhirnya Bekerja Sama

367 67 16
                                    

Karina keluar dari sebuah minimarket 24 jam dengan sebungkus kapas dan obat merah. Jeno, seperti biasa, bersandar pada badan motornya dengan kedua tangan menyilang di depan dada. Pemuda itu menegakkan diri ketika Karina mendekat.

"Duduk dulu, biar gue obatin," kata Karina. Gadis itu memimpin jalan, menuju ke sebuah meja bundar dengan empat bangku di depan minimarket.

Karina adalah gadis yang rapi, teliti, dan telaten. Dia melakukan banyak hal sendirian sebagai anak tunggal dan satu-satunya wanita di keluarganya. Memasak, mencuci, berbelanja, membersihkan rumah. Mau tidak mau Karina juga belajar merawat luka. Jeno tidak merasa kesakitan, meski obat merah itu dioleskan di sekitar lukanya.

"Kenapa lo kesana?," tanya Jeno. Karina meniup luka di pelipis Jeno.

"Naluri..."

"Naluri?"

"Itu awal dari semua ini.  Manusia kembali ke awal untuk mulai sesuatu yang baru. Lo pergi kesana dan kita terpaksa ga ketemu lagi," jelasnya. "Jadi gue pergi kesana dengan harapan bakal ketemu lo lagi."

Jeno terdiam sejenak. Mendadak lukanya berdenyut nyeri. Sekarang Jeno menyadarinya, bahwa apa yang dikatakan Erland adalah benar. Karina dan dirinya sama-sama memasuki dunia masing-masing sehingga dapat bersatu. Tapi...

"Lo liat sendiri, mereka ngejar lo," kata Jeno.

Mereka? Ah iya, segerombol pria bermotor yang mengejarnya di Gang Kelapa. "Mereka siapa? Temen Mario?"

Jeno mengangguk.

"Mereka yang bikin Mario sekarat, bukan gue. Kalau pun bukan mereka semua, tapi pelakunya ada di antara mereka."

"Apa yang lo temuin?"

"Kayu."

Sebelah alis Karina terangkat naik.

"Untuk bikin dua tulang rusuk patah, tangan orang itu pasti memar. Mereka sering tawuran jadi tau soal itu. Akhirnya mereka gunain properti untuk mukulin Mario."

"Kayu itu?," tebak Karina. Jeno mengangguk lagi. "Tapi apa alasan mereka mukulin Mario? Sementara kan Mario balapan untuk mereka?"

"Itu yang gue pikirin. Kalau pun ada sidik jari di kayu itu, harus ada alasan kuat kenapa orang itu mukulin dia. Kenapa Mario yang juga pentolan kampus bisa dihajar sampai sekarat?"

"Lo tau Mario dirawat dimana?"

"Iya. Di Rumah Sakit Pelita Bunda," jawabnya. "Tapi kata Erland, kalau pun Mario sadar, dia mungkin nggak inget apa-apa, karena luka kepalanya cukup parah."

Suasana mendadak hening. Karina tidak bertanya lagi. Gadis itu menundukkan kepala dengan wajah cemberut.

"Kenapa, Rin?"

"Maaf gue marah sama lo, gue nggak tau masalahnya serumit ini."

Jeno memekarkan senyum di wajahnya. "Harusnya gue yang minta maaf, karena bentak lo dan ngilang gitu aja. Gue pikir, bawa-bawa lo dalam hidup gue itu pilihan yang salah. Gue takut lo terkontaminasi karena kelakuan gue."

Karina menatapnya kesal. "Apa maksud lo terkontaminasi? Emangnya bakteri? Gue juga manusia, No! Gue nggak sempurna, nggak seratus persen baik. Gue juga bisa sedih, bisa marah, bisa maki orang."

Yin-Yang [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang