4. Pengakuan

815 144 3
                                    

"Kak Titan!" Karina beranjak dari posisi duduknya ketika melihat Titan berjalan memasuki kampus. Sudah setengah jam dia menunggu Titan di depan lobi gedung Fakultas Bahasa dan Sastra. Ada gadis lain yang mengikuti Titan. Karina tidak tahu siapa dia, tetapi dari gesturnya, Titan tampak tidak nyaman.

"Kak Titan?" Karina menyela pembicaraan mereka perlahan.

"Sayang? Kamu kesini? Kan aku udah bilang nanti aku jemput ke kelas..."

Perkataan Titan membuat Karina terkejut, tetapi dia berusaha bersikap normal dengan tersenyum.

"Sayang?!" Gadis itu bertanya dengan intonasi tinggi.

"Iya, dia pacar gue. Lo juga harus inget sama pacar lo, Vin, si Ricky. Lagian gue minta nomer lo buat Lucas, kalau lo lupa."

Gadis itu tampak kesal, kemudian pergi begitu saja.

"Ah, sorry ya gue sok akrab. Tuh cewek ngintilin gue mulu soalnya," jelasnya. Titan segera melepas rangkulannya dari bahu Karina.

"Iya nggak masalah, Kak..." kata Karina.

"Lo tau nama gue darimana?"

"Ah itu. Ini." Dia memberikan sebuah flashdisk berwarna biru dengan stiker hati kecil di salah satu sisinya. "Ketua BEM, Mark bilang Kak Titan DJ untuk festival musik kampus bulan depan ya? Itu demo lagu aku. Emang baru iringannya sih, liriknya masih ditulis. Kalau nggak keberatan..."

"Oke, nanti gue dengerin," sela Titan. Dia memasukkan flashdisk itu ke saku depan celananya. "Nama lo siapa?"

"Karina."

"Kalau cewek tadi, Sevina nanyain gue, bilang aja kita udah putus ya? Makasih banyak bantuannya tadi, Rin."

"I-iya Kak, sama-sama..."

"Gue duluan, kalau lirik lagu lo udah kelar, cari aja gue di kampus." Titan mengulas senyum tulus, membuat Karina kebingungan harus merespon dengan cara apa. Tidak menemukan kalimat yang pas.

"Iya, Kak..." Hanya itu yang sanggup dia katakan. Ketika Titan pergi, Karina masih menatapnya. Semakin dilihat, perbedaan antara Titan dan Jeno semakin terasa. Dan itu membangkitkan rasa penasaran Karina.

"Apa salah satunya anak adopsi?," gumam gadis itu pelan. Dengan cepat ia menggelengkan kepala. Sebaiknya Karina tidak terlibat lebih jauh lagi.

Dia membalikkan badan, hendak berjalan menuju ke gedung fakultasnya sendiri. Namun...

"Jeno?"

[◇♤♡♧]

Duduk berhadapan dengan Jeno seperti ini, meski dengan secangkir latte yang hangat dan cantik, bukanlah keinginan Karina. Bagaimanapun juga, Jeno berhak mendapat permintaan maaf dan penjelasan.

"Gue minta maaf... Itu... seharusnya gue..."

"Jadi lo sadar kalau gue sama Titan nggak akur? Makanya lo diem waktu gue bantu?" Dugaan Jeno tepat sasaran. Wajah Karina berubah menjadi pucat.

"Iya, maaf gue nggak bilang apa-apa sebelumnya. Gue bener-bener minta maaf. Gue..."

"Titan bukan saudara kandung gue," sela Jeno.

"Hah?" Karina menatapnya heran. Pengakuan yang terlalu mendadak ini membuat Karina bingung.

"Setelah dua tahun nikah, mama kandung belum juga hamil. Akhirnya papa selingkuh, dia beruntung, selingkuhannya langsung hamil. Dan anak itu dikasih nama Titan Kefas Belantara." Jeno tersenyum sekilas. "Satu tahun setelah Titan lahir, mama gue hamil. Gue. Semuanya baik-baik aja sampai 7 tahun lalu. Dimana papa gue berharap kedua anaknya bisa akur dan nutupin fakta ini dari mama gue."

Yin-Yang [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang