16 : Kamar 230

1.8K 318 106
                                    

Besoknya, Lisa dan Doyoung sekarang berada di kamar yang Doyoung sewa, iya.. Kamar nomor 230 itu.

Yaa, ini semua karena permintaan yang mulia bapak Raden Mas Doyoung Alvaro yang terhormat. Hari ini, dari tadi pagi Doyoung bener-bener lengket sama Lisa. Lisa jadi gondok sendiri.

Contohnya sekarang, Lisa lagi duduk dan menyenderkan punggungnya di kepala kasur dan di sampingnya ada Doyoung yang memeluknya sambil rebahan dan menenggelamkan wajahnya pada perut istrinya.

"Saa, lagi ngapain sih?" tanya Doyoung kepo sambil melirik-lirik ke atas-- ke ponsel Lisa maksdunya.

"Ooh, chatan sama Joshua. Dia lusa besok minta temenin ke mall nyari apa gitu buat kado adek ceweknya," jelas Lisa.

Doyoung mengernyitkan alisnya tajam. Setelah Jeffrey terbitlah Joshua. Memang pesona istrinya tak main-main. Kalau saja ia tidak merengek agar dijodohkan dengan Lisa oleh orang tuanya mungkin sekarang Lisa sedang berada di pantai bersama ketiga temannya memakai bikini seksi dan digoda pria-pria mata keranjang.

Doyoung benci, Doyoung benci sorot lapar dan decakan kagum yang para pria di luar sana yang dilayangkan untuk istrinya.

Emang dasar laki posesif.

"Kenapa harus kamu? Kenapa gak yang lain sih?" tanya Doyoung lagi. Nadanya menunjukkan ketidak sukaan.

Lisa mengendikkan bahunya, "Ya mana saya tahu. Dia bilang gue kan cewek dan adeknya juga cewek, mungkin gue bisa bantu nyariin kadonya, gitu."

Doyoung berdecak. Modusnya jelas sekali. Lagipula kenapa sih harus istrinya? Kan masih banyak temen ceweknya atau mungkin sepupunya. Kenapa harus istrinya?!

"Terus, kamu jawab?"

"Enggak bisa lah, kan lagi di bali. Gimana sih lo ah, Kak?" kata Lisa.

"Sa, please.. Pake aku-kamu dong! Biar sopan, udah sah juga iih. Terus panggilnya mas Doyoung jangan kak, ntar dikira aku abang kamu lagi." koreksi Doyoung dengan wajah cemberutnya.

Lisa memutar bola matanya malas, "Geli, Kak."

"Tapikan itu wajib!"

"Mana ada sejarahnya kayak gitu wajib,"

"Dih, ada yaa!"

"Siapa yang bikin sejarahnya hah?"

"Aku lah!"

"Terserah."

Doyoung kembali memeluk erat pinggang Lisa dan menenggelamkan wajahnya ke perut rata istrinya.

"Eluss!" titah Doyoung. Dan Lisa mengusap lembut rambut suaminya.

Doyoung memejamkan matanya, menikmati usapan dari sang istri yang masuk dalam wish list sehari-harinya.

"Sa, tau gak? Kepala ku di elus sama kamu tuh masuk wish list sehari-hari aku dulu. Sekarang udah jadi kenyataan, tinggal tunggu aja kamu bales perasaan aku." ujar Doyoung.

Lisa menggeleng sambil terkekeh pelan. "Kalo aku gak bisa bales perasaan kamu?"

"Yaudah aku maksa kamu bales perasaan aku!" jawab Doyoung cepat.

Lisa tak habis pikir. Doyoung yang sedang memeluknya ini adalah Doyoung suaminya. Suami julid yang kalo ngapa-ngapain aja di komen sama dia.

"Kak, ini beneran lo?" tanya Lisa.

Doyoung langsung menoleh dengan wajah cemberutnya. "Apaan sih?! Udah bener-bener pake aku-kamu juga! Terus itu tuh, pake mas jangan kak!" protes Doyoung.

Lisa mengacak surai Doyoung abstrak. "Duhh, iya mas Doyoungg!" gemasnya lalu tertawa.

Doyoung malu, sungguh. Lalu kepalanya kembali ia tenggelamkan di perut sang istri.

"Saa, tiduran aja sihh!" suruh Doyoung. Lisa menurut. Akhirnya sekarang Lisa berbaring di samping Doyoung lalu Doyoung kembali memeluknya dan menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher istrinya.

"Usap-usapin lagii!" rengek Doyoung yang dilakukan Lisa.

"Manja amat dah hari ini," cibir Lisa. Doyoung tidak perduli.

"Biarin, gak pernah manja ini sama kamu."

"Dihh?? Itu siapa yang pas sakit manjanya minta ampun, hah?" sindir Lisa. Doyoung mendengus.

"Ya kan itu lagi sakit, wajar dong." bela Doyoung.

Lisa memutar bola matanya malas. Jika diteruskan akan panjang lebar sampai nanti malam.

"Iya deh, terserah." Lisa ngalah.

Doyoung mendengus lalu semakin menempelkan tubuhnya pada tubuh Lisa dan mengendus-endus leher jenjang istrinya.

"Geli, mass!"

Doyoung mendongak.

"Honeymoon yuu!" ajak Doyoung tiba-tiba membuat Lisa kaget.

Lita melotot. Apa-apaan suaminya itu?! Plis dia masih kelas 12 SMA heh!

"Jangan macem-macem kamu, mas! Masih kelas 12 juga," sahut Lisa kesal.

"Lho? Apanya yang kelas 12? Aku mah udah lulus." Doyoung ikutan menyahuti perkataan Lisa.

Lisa mendengus, "Aku yang masih kelas 12! 12 SMA!"

Doyoung cemberut, "Ya terus kapann?? Masa aku terus-terusan disuruh puasa sihh?? Dihh, ogah."

Lisa menghela nafasnya pasrah, "Ya udah tunggu aku wisuda aja."

Doyoung semakin melotot. "KAMU MAU AKU PUASA SELAMA BERTAHUN-TAHUN?! KAMU MAU AKU MATI HEH?!"

Lisa memukul mulut Doyoung yang barusan berteriak, "Heh mulutnya!"

Doyoung menye-menye. Mulailah keluar sifat aslinya.

"Kamu gak usah kuliah aja,"

Kali ini Lisa yang melotot. "Apa-apaan, heh?! Masa aku disuruh gak kuliah?! Enak aja kamu!"

"Iih kenapa sihh? Lagipula aku bisa kok membiayai hidup kita tanpa kamu kerja dan cuman goleran di kasur, liat aja aku sekarang. Gak ke kantor berbulan-bulan cuan masih ngalir!" sombong Doyoung. Ternyata bukan sifat julidnya yang keluar, tapi sifat kepedeannya.

"Jangan gitu, jatuhnya riya."

"Iya istrikuu~!"

Gila, Doyoung bisa aja buat jantung Lisa berdisko.

☘☘☘

COEKOEP BAMBANG!

gila, w klo jdi lisa mgkn skrg udh is dead. soalnya sy tdk bisa diberi kebucinan yg hqq, walaupun klo ngeliat org ngebucin w kdg bpr sndiri 🤧

y kdg sih jiji krn mnrt w terlalu alay.

bye, see u

—araa ✨

Pasutri Julid ; Lalisa × Kim Doyoung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang