06. Pasutri Toxic

10.4K 546 132
                                    

Kembali lagi pada masalah yang belum terselesaikan. Otak sudah panas ingin perang amarah, namun jiwa masih merayap mencari ketenangan. Sedangkan hati, berusaha kuat tak ingin hancur berantakan.

"Dari mana kamu?" tanya Nevan pada Frizka. Kedua pasutri itu sudah berada di kamar mereka.

Nevan menunggu jawaban di tepi ranjang, sedangkan Frizka duduk di atas sebuah kursi sibuk mengunyah softcookies bawaan suaminya, lalu menjawab santai, "abis pergi sama Ira, dia minta temenin ke supermarket."

Nevan menyeringai pahit. "Bukannya dari rumah sakit?" tuduhnya langsung.

Kunyahan Frizka terhenti. Maniknya menatap Nevan tak mengerti. "Enggak. Ngapain aku ke rumah sakit?" elaknya.

"Ya mana aku tau? Benerin IUD yang miring misalnya?"

Frizka melebarkan mata, menatap suaminya tidak menyangka.

"Kenapa? Kaget?" singgung Nevan lagi.

"Kamu tau dari mana?" Frizka balik bertanya.

"Gak penting aku tau dari mana. Yang penting sekarang, aku mau tanya kenapa kamu ngelakuin itu?"

Wanita itu dapat melihat dengan jelas, kilauan mata Nevan menyala tajam. Ia marah. Tentu saja. Siapa yang tidak akan marah?

Frizka melepas makanannya, berdiri dari kursi, lalu menghampiri suaminya. Kemudian, duduk di tepi ranjang juga.

"Van, sebenernya aku tuh–"

"Pantesan 3 tahun kamu gak hamil-hamil."

"Tunggu dulu sebentar. Kamu denger penjelasan aku dulu–"

"Ya emang aku lagi nunggu penjelasan kamu!"

"Nevan!"

"Apa?!"

Kedua wajah mereka dekat. Bukan ingin berciuman sayang, melainkan saling menantang. Menatap nyalang meluapkan masing-masing amarah.

Frizka menghela napas, berusaha tenang. Lalu, menatap suaminya dengan dalam. "Aku ngelakuin ini karena aku belum siap punya anak, Van," ujarnya merendahkan suara.

"Tapi kita udah nikah, Frizka."

"Iya, aku tau. Tap ini tubuhku, Van."

"Ya memang tubuh kamu. Tapi aku juga berhak tau apa yang kamu lakukan atas tubuh kamu!" Nevan menyentak. Menggigit gerahamnya. Menahan amarah dan geram yang bercampur gila di dalam dadanya.

"Kamu gak usah ngegas ya, Nevan! Kamu juga emangnya pernah aku kepo-kepoin? Enggak, kan?! Ya udah. Gak usah lebay. Cuma perkara ini aja kamu heboh."

"Frizka, astaghfirullah..."

"Apaan sih, segala istighfar."

"Aku juga berhak tau..."

"Masa, sih?" Frizka bertanya remeh.

Nevan menyugar rambut gusar, lalu menatap Frizka dengan amarah. "Frizka, aku suami kamu loh kalau kamu lupa," ujarnya pelan berusaha menahan.

"Oh, ya? Suami? Suami yang gak mencintai aku maksud kamu?" tanya Frizka sarkas.

"Kenapa sih kamu ngomongnya kemana-mana? Lagipula, memangnya kamu cinta sama aku? Enggak, kan? Gak usah sok ngomongin cinta, kamu!" Nevan membalas ketus.

"Nah, itu tau. Ya udah. Buat apa punya anak sama orang yang gak kita cinta? Nanti jadinya bukan buah cinta, tapi buah nafsu! Betul, kan?" Frizka tersenyum sarkas. Namun matanya mulai berkaca-kaca.

Pelupuk mata Nevan bergetar. Tak menyangka dengan kalimat yang istrinya lontarkan. Keadaan matanya mengikuti Frizka, mulai berkaca-kaca, akibat menahan marah, gusar, sedih, emosi, kecewa.

LOVING, CHEATING ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang