..........
"Kalau ada apa-apa, bilang saya."
"Iya."
Pandangan aneh mereka pun berakhir, setelah yang perempuan mengakhiri duluan akibat jantung sudah tak sanggup menahan degupan yang makin semena-mena.
Sama. Sebenarnya jantung Nevan juga sudah mau lepas. Namun ia lelaki dan sudah dewasa, bisa mengendalikan kegugupan lebih baik daripada perempuan 20 tahun seperti Jelita.
"Tadi, dari mana?" tanya Nevan kemudian. Sudah kedengaran ramah lagi, sudah menatap biasa lagi. Tidak menggunakan suara dan tatapan dalam lagi.
"Dari rumah temen, Mas. Ngerjain tugas bareng. Tapi gak berdua, kok. Banyak, ada 6 orang," terang Jelita, lalu menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Sesekali menunduk tak ingin menatap Nevan terlalu lama.
"Oh, gitu. Yang jemput tadi, pacarnya Jelita, ya?" tanya Nevan dengan senyuman kecil.
Jelita menggeleng banyak. "Bukan, Mas. Cuma temen," jawabnya cepat sekali.
Nevan tersenyum tipis, sedikit menunduk lalu menatap lagi.
"Mas Nevan, waktu itu dua hari gak di rumah, ya?"
"Iya."
"Ke mana?"
"Bogor. Liat istri sama orangtua." Nevan tersenyum.
Seketika, perasaan Jelita seperti diterpa ombak. Menyisakan buih-buih halus yang akan menguap ditelan udara.
"Istri. Iya, Mas Nevan udah punya istri. Iya, aku tau itu. Tapi kenapa aku ngerasa–"
"Dek."
Perkataan hati terjeda, kepalanya kembali terangkat menatap sang pria. Ia tersenyum cerah, meski hatinya patah-patah.
"Mas Nevan, istrinya kenapa gak tinggal di Jakarta juga?" tanya Jelita.
Tatapan Nevan berubah. Sorotnya meredup, bagai awan cerah yang tiba-tiba gelap memendung. "Dia... gak mau," jawabnya tersenyum. Senyuman yang menyimpan pilu.
"Kenapa gak mau?" Jelita bertanya agak sendu.
Senyuman Nevan kembali terulas, namun matanya tidak. Selalu saja memaksa, Nevan begitu memang. Gengsi pada kehidupan, tak mau terlihat lemah, meski relung sudah sengsara.
"Dia sibuk, punya kerjaan tetap di Bogor," jawab Nevan masih dengan senyuman.
Tidak. Pasti bukan hanya karena itu, pasti ada masalah lain. Jelita peka, bisa melihat kepalsuan yang tersirat di balik senyuman manis yang lihai.
"Mas Nevan, udah punya anak? Umur berapa anaknya?" Pertanyaan tak tahu apa-apa itu berhasil mengiris kalbu Nevan.
"Saya belum punya anak," jawab Nevan tersenyum, menahan hati yang kusut. Teringat akan Frizka yang begitu tega menyembunyikan perbuatannya selama 3 tahun.
Jelita diam, sedang Nevan tengah dibelit suasana hatinya. Ia mengalihkan pandangan dari Jelita. Menatap lantai, berusaha menahan apa yang hatinya rasa. Namun gagal, pandangannya memburam. Ia menghela napas, mengulum bibir menatap ke samping.
"Mas."
Nevan menyeka mata dengan tangan kanan tanpa menatap Jelita. Lalu setelahnya, ia menoleh pada gadis itu dengan senyum sulitnya. "Ya?" sahutnya. Namun gadis itu hanya diam menatap.
"Emm, Jelita, saya pulang dulu, ya," ucapnya kemudian. Nevan sudah malu sebenarnya.
Jelita menatap peduli. Ia bertanya-tanya dalam hati, mengapa Nevan begitu kesulitan menceritakan tentang istrinya? Mengapa ia menangis? Dan senyuman-senyuman paksa itu. Sungguh mengganggu, Jelita tidak suka melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVING, CHEATING ✔️
FanfictionSelingkuh tidak pernah benar. Namun, setiap perselingkuhan punya alasan, baik alasan masuk akal maupun amat sepele. Seperti seorang pria berusia 30 tahun bernama Nevan yang akhirnya tergoda pada pesona gadis 20 tahun, Jelita, akibat begitu banyak ke...