Pemberontakan Jasmitha

604 70 104
                                    

Selama Jasmitha hidup, dia selalu diberi kebebasan untuk mengeluarkan pendaptnya, mengeluarkan isi hatinya dan selalu meminta sesuatu yang dia inginkan dengan mudah kepada mamanya, tetapi ada satu hal yang tidak pernah mamanya setujui. Bahkan dengan alasan yang tidak jelas.

Menari.

Mamanya membenci hal itu, dari sekolah dasar Jasmitha begitu menyukai tari. Tetapi ketika di kelas 3 SD untuk pertama kalinya Irgy melarangnya melakukan sesuatu dan hal yang dilarangnya adalah kesukaan Jasmitha. Terlepas dari apapun alasan Irgy yang tidak pernah bisa masuk akal, Jasmitha tetap menghormati Irgy dengan tidak menari sampai dia SMA. Tetapi memang tabiat manusia, ketika memperoleh larangan, justru akan semakin menekati larangan itu. Begitupun dengan Jasmitha, di hari dia mendaftarkan diri ke sekolah seni, dia memberitahu ibunya bahwa dia mendaftar kelas menulis. Meski akhirnya dia harus diam-diam mengikuti 2 kelas sekaligus hanya agar dia dapat melampiaskan hobinya dalam kelas menari. Irgy tidak tahu, dia hanya mengetahui bahwa Jasmitha adalah anak yang penurut. Hanya Mad Dewo dan Budhe Weri yang selama ini membantu Jamsith agar tumbuh sesuai bakat dan minatnya.

Hari ini, pemberontakan Jasmitha semakin menjadi. Gadis yang menggunaka badana putih itu melangkahkan kakiknya menuju ruang guru tari. Dengan selembar kertas yang dia bawa, Jasmitha semakin menegaskan langkahnya hanya untuk menepis rasa takut dan raguyang semakin menyapanya.

Gadis itu kemudia menuju meja guru pembimbingnya yang sedang focus di depan laptop.

"Permisi Bu Nuri," Bu Nuri menegakan pandangannya dengan raut berbinar menatap Jasmitha.

"Iya, kau sudah memutuskan?" tanya langsung. Bu Nuri yang merupakan pembimbing Jasmitha dalam kelas menari memang sudah menawarkan sebuah kompetisi bergengsi lomba tari. Meski berkali-kali Jasmitha menolaknya, tetapi Bu Nuri masih selalu berusaha untuk meyakin Jasmitha bahwa dgadis itu memilik bakat luar biasa dalam hal menari.

"Tapi saya mohon, rahasiakan dari Mama saya,"

"Tentu, saya akan membuat jadwal latihan khusu untukmu. Dan kalau berkesempatan aka nada satu waktu kau dibimbing guru senior," Bu Nuri menjelaskan sambil tersenyum. Perasaan yang begitu melambung saat mengetahui bahwa anak didik kesayangannya kahirnya berani menunjukan bakatnya di panggung.

"Bang Ru?" kata Jasmitha dengan cepat. Tentu saja Bu Nuri yang sedang tersenyum mengubah ekspresinya terkejut lebih kepada bingung.

"Pak Frasa kan senior teater, maksud saya senior menari."

Jamsitha malu. Wajah putihnya sudah memerah akibat kecerobohannya tadi, setelah selesai Jasmitha pamit undur diri meninggalkan Bu Nuri yang terkekeh dan menggelangkan kepalanya heran.

"Memang ya, Pak Biru itu idola perempuan. Entah dari kalangan muda, dewasa sampai tua kek saya," katanya terkekekh kecil.

**

Biru bersiul kecil dengan membawa beberapa poperti drama yang baru saja dia beli dari toko seni. Jalanan yang padat kala itu membuat Biru harus menunggu bus, mobil dan motor berhenti berlalu lalang. Di antara keramaian kendaraan itu, sebuah bus berhenti di hadapan Biru akibat jalanan di depan yang padat. Biru yang awalnya sedang bersiul ringan menolehkan kepalanya, tanpa sengaja netranya berpapasan dengan seornag gadis bermabut sebahu yang tertidur di samping jendela.

Seluruh tubuh Biru tiba-tiba membatu begitu saja, aliran darahnya mendesir hebat hingga detak jantungnya bergemuruh dengan tak biasa. Netranya menyedu beriringan dengan bus yang sudah mulai melaju. Lelaki dengan kaos biru panjang itu berlari diantara trotoar jalan, mengejar bus yang membawa gadisnya pergi, tidak pernah Biru rasakan perasaan selega ini setelah melihat Jana untuk beberapa tahun terakhir. Langkah Biru yang nyatanya semakin jauh dengan bus itu membuat pemuda itu sadar dan berhenti dengan tatapan nanar kepada bus yang ditumpangi Jana.

AMEGA ANJANA (Kota & Rindu yang Didoakan)-Book 2 BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang