Selamat Ulang Tahun Sang Penari

664 60 3
                                    

Selain menjadi penghuni Sekolah Seni Frasa, bisa dikatakan bahwa Biru juga sering terlihat di toko peralatan seni Bang Seno. Entah sering membantu lelaki itu, atau hanya numpang duduk di taman belakang toko itu yang langsung menghadapkannya pada jalan raya. Seperti malam itu, tepatnya pukul 22.25, Biru dan Mas Seno masih asik menikmati kopi dan juga gorengan hangat yang disediakan oleh Gita-Istri Mas Seno.

"Ceritakan tentang gadismu, Ru," sedari tadi memang Mas Seno berusaha untuk membuka topik mengenai gadis yang disukai Biru. Lelaki itu cukup penasaran gadis seperti apa yang bisa memikat Biru.

"Tidak, dia terlalu memesona untuk diceritakan kepada laki-laki yang sudah beristri" ledek Biru dengan menahan senyum geli di bibirnya.

"Sialan!"

Biru justru kembali menghisap rokoknya, dan mengepulkannya ke udara malam yang begitu dingin saat itu. Lelaki penyuka gelang hitam pudar itu, menghembuskan nafasnya perlahan, sambil menatap langit menghitam.

"Kamu lagkanya seperti orang yang ditinggal nikah saja Ru, frustasi amat!"

"Bang. Namanya Amega Anjana."

Mas Seno mengernyitkan alisnya ketika Biru menyebutkan nama yang tidak begitu asing. Lelaki yang sudah menginjak kepala empat itu nampak berpikir, msebelum akhirnya netranya mambulat begitu saja menatap Biru.

"Ru, dia penulis naskah drama kan?"

"Aku lebih menganlnya sebagai Nona dengan poni lucunya bang," ujarnya tak nyambung.

"Loh, tapi bukannya dia..."

"Kami mengalami masa yang sulit bang. Intinya kau hanya perlu paham, bahwa gadis Biru adalah Amega Anjana. Bukan siapapun," kerumitan itu nyatanya yang menjadi penyebab Biru tidka bisa lepas dari Jana. Keganjilan ceritanya yang begitu memilukan dan tidak bisa diterima nalar itulah, yang membuat Biru semakin susah untuk menyadari bahwa kisah mereka tidak diizinkan sampai menemui nyata. Sekali lagi dalam hidup, takdir memang begitu pintar mengenalkannya lalu mengambilnya. Begitu hebat!

"Ru, sebenarnya aku hanya ingin mendengarkan hal ini darimu, meski Dewo udah cerita. Tapi aku masih menolak menerima kenyataan kisahmu dan Jana. Sebab pikiranku pun takut, bila nyatanya yang merasakan hal itu hanya kau, tapi Jana tidak."

"Tak perlu memikirkan kisah kami Bang, terkadang aku saja tidak pernah berpikir bahwa aku akan mengalami kisah cinta yang rumit,"

Dua manusia itu kembali terjebak hening. Percakapan perihal mas alampau memang tidak semuanya menyenangkan. Justru Sebagian kegilasahan yang dialaminya saat ini adalah bukti akibat sesuatu yang terjadi lebih dulu. meski pada akhirnya Biru mampu untuk kemblai melanjutkan kisahnya, tetapi dia tidak pernah bisa mengubah dan menjangkau kembali masa lalunya.

"Lalu gadis tempo hari yang kau bawa kesini? Dia anak bu Irgy bukan. Aku baru ingat saat kemarin menghadiri pementasan," kata Bang Seno sekali lagi/

Kemudia bayanganya bersama Jana tergeser dengan seorang gadis kecil yang menari diantara padang rumput terang akan merah senja. Biru ingat sekali bagaimana cantiknya gerakan itu menuntun sang penari agar memunculkan aura keindahan yang memikat.

"Ya, namanya Jasmitha. Dia seorang penari yang indah Bang,"

"Kau berniat berkencan dengannya?"

Biru tidak menjawab, hanya terdiam dan tak lama tersenyum sambil menggelang kecil entah menandakan apa.

**

Rumah yang seharusnya malam itu diisi oleh makan malam hangat atas hari ulang tahun J, justru menjadi ruangan paling sepi dan begitu mencengkam.

"Aku udah gak ngerti lagi sama kak G Bel. Dia selalu melakukan alasan yang bikin Mama wajar kalau marah," curhat J kepada Bela ketika sahabatnya itu menemukan J sedang meringkuk di sudut kamarnya. Bela yang awalnya bingung mengapa rumah J terlihat sepi akhirnya terjawab dengan curhatan Jasmitha.

"Udah, J. gak boleh nangis terus."

"Ren-cananya, malam ini Mamaudah bikin acara makan malam. Aku ngundang kamu biar rame, hubungan Kak G bisa tambah baik sama Mama. Tapi justru kak G udah ngerusak semuanya, aku juga ingin dia dekat sama Mama Bel, tapi kenapa rasanya semakin kesini aku semakin sadar kalau Kak G emang salah?" kata Jasmitha dengan masih terbata-bata. Bela yang mendengarnya hanya bisa menarik sahabatnya agar bersandar ke bahunya. Mereka tidak sadar, bila orang yang mereka bicarakan sedang mematung di depan pintu kamar J yang terbuka kecil. Dengangemetar dan perasaan bersalah, Gavina memegang erat pinggiran kue ulang tahun yang sempat dia beli setelah pertengkaran hebatnya dengan sang Mama.

Gavina kira dia akan sedikit menghibur adiknya dengan kue ulang tahun di tangannya itu, tapi siapa kira bila ternayta dialah penyebab berantaknya acara ulang tahun sang adik. Gavina tidak sampai senekat itu untuk mabuk, meski Gavina akui memang dia meminum alcohol. Tapi gadis berambut panjang itu tidak pernah sampai kehilangan kontrolnya. Meski sore tadi, Gavina akhirnya tumbang di bawah pengaruh alcohol dan membuat Irgy murka. Gavina hanya ingin melepaskan segala kepenatan diri dengan meminum air haram itu, dia tidak bisa mengeluh pada Irgy, dia tidak bisa. Maka kehilangan control sebab alcohol tidak begitu buruk bagi Gavina, setidaknya Irgy masih mau melihat dirinya sebagai anak. Tapi dia tidak sadar, bila akhirnya kejadian itu membuat rencana ulang tahun adiknya berantakan. Terlepas dari apa yang dikatakan oleh Jasmitha tadi, Gavina tidak peduli. Dengan langkah mantap, dia membuka pintu kamar adiknya dan menyanyika lagu khas ulang tahun dengan nada sengaunya.

Selamat, ulang tahun kami ucapkan

Selamat, panjang umur kita kan doakan

Selamat sejahtera sehat Sentosa, selamat Panjang umur dan Bahagia..

Kedatangan Gavina membuat Jasmitha dan Bela tersentak, gadis yang sedang emnangis itu tiba-tiba berdiri menatap kakanya yang sedang membaw akue ulang tahun dengan bibir biru, mata sembab, dan juga hidung yang merah.

"Selamat ulang tahun, J. maafin kakak kalau selalu gagal bikin kamu bahagia," kata Gavina kemudian, Jasmitha merapatkan bibirnya. Masih belum beranjak mendekati Gavina. Sebab tak ada respon lebih, Gavina menangguk paham kemudia meletakan kuenya di sudut meja belajar Jasmitha.

"Kamu makan aja kuenya sama Bella, Kak- aku keluar dulu. mau istirahat," Gavina menagtakannya dengan pelan dan terbata, membalikan badan dan menuju keluar kamar. Hingga langkahnya terhenti, bersamaan dengan sebuah tangan yang melingkar memeluk tubuhny dari belakang.

"Kakak juga harus bahagia," gumaman lirih itu terdengar hangat di belakang kepala Gavina. Gadis yang mencoba bertahan untuk tidak menangis di depan adiknya, pada kahirnya luruh. Berbalik dan kemudian memeluk Jasmitha dengan erat.

"Selamat kamu gak benci sama kakak, kakak bahagia J. sangat"

"Papa juga hari ini ulang tahun," kata J masih dalam pelukan Gavina.

"Hem, besok aja kita rayain. Sekarang rayain ulang tahunmu dulu,"

"makasih,"

"Iya. Selamat Ulang tahun Sang penari."

AMEGA ANJANA (Kota & Rindu yang Didoakan)-Book 2 BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang