Pergilah sejauh-jauhnya dari hidupku. Jangan datang kembali bila masih tidak ingin menjelaskan apa maksud semuanya. Datanglah hanya ketika sudah mampu menjelaskan dan memberi kepastian yang seharusnya.~Hujan Rinduku~
***
Tiga tahun berlalu, ini tahun keempat aku berkuliah di Universitas Negeri Padang. Biasanya, sesibuk-sibuknya aku dalam menyelesaikan skripsi, selalu aku sempatkan untuk pulang seminggu sekali ke rumah.
Di rumah aku selalu menyempatkan diri main ke pantai menikmati senja. Selain hujan, akhir-akhir ini aku menyukai senja. Aku menyukai segala hal yang berbau tentang keindahan alam.
Di pantai tak lupa aku selalu membawa laptop untuk sekedar menulis cerita lagi, akhir-akhir ini aku sempat vakum menulis, merasa kehilangan semangat mewujudkan mimpi untuk menjadi penulis terkenal. Padahal jadi penulis adalah mimpi yang dari dulu selalu aku tanamkan dalam hati, bahkan tiap pagi selalu aku tuliskan di buku deary.
Hari ini dan detik ini, aku akan berjuang untuk mewujudkan mimpi itu lagi, selesai naskah ini aku selesaikan, yang mana ini adalah novel pertamaku, setelah dua cerpenku berhasil terbit di penerbit lumayan besar. Aku akan terbitkan novel ini di penerbit impianku, yaitu gramedia, Mudah-mudahan saja mimpiku menjadi kenyataan.
***
Senja hari ini begitu menganggumkan, perpaduan warna jingga dengan keunguan membuat kamera ponselku enggak ragu mengabadikan momen indah ini. Momen seperti ini hanya berlangsung beberapa menit bahkan detik, sebelum akhirnya hilang dan tenggelam kembali seperti biasanya.
Mataku memandang mentari yang perlahan tenggelam, berusaha menatapnya setiap detik sampai akhirnya mulai lenyap di pandanganku. Satu hal yang kupelajari dari senja, meskipun terkadang seseorang datang untuk menghilang, tapi tidak dengan senja, dia memang pergi setiap harinya, tapi dia akan tetap datang kembali esok hari.
Suasana mulai gelap dan adzan magrib sudah dari tadi berkumandang, aku mulai beranjak dari posisiku, menutup laptop dan menyimpan data tulisan yang baru aku ketik tadi. Aku mulai berjalan menuju mesjid yang dekat dengan pantai, ponselku berbunyi, tenyata Dino yang menelfonku, tapi enggak perlu diangkat, lah, lagian ini waktunya sholat magrib, dia pasti mengerti.
Selesai sholat, aku nggak menyangka hp ini enggak berhenti-henti berbunyi, aku lihat sudah 12 panggilan tak terjawab dari Dino, benar-benar enggak ngerti waktu magrib, kah anak ini? Aku membatin kesal. Kenapa disaat aku ingin menghilang darinya sebentar saja, untuk menenangkan pikiranku, dia selalu menganggu, terpaksa aku angkat telfonnya karna dia masih belum menyerah menelfon.
"Ya, halo, Dino!"
"Syifa, kamu kenapa?"
"Aku baru selesai sholat magrib, Dino, lagian kamu kenapa nelfon orang magrib-magrib? pasti belum sholat magrib, kan?
"Iya, ini mau sholat, kamu lagi dimana sekarang?"
Kayaknya dia mulai curiga aku dimana, soalnya seharian ini aku memang menghilang dari dia, kalian sekarang pasti menerka-nerka hubungan aku sama Dino itu apa? kenapa Dino selalu menghubunggiku sudah kayak orang pacaran aja.Dia calon tunanganku. Lebih tepatnya dia pilihan Ayah dan Ibuku. Kalian boleh kaget! aku juga enggak mengerti kenapa waktu itu aku menerima begitu saja rencana pertunangan itu, sedangkan sampai sekarang perasaan cinta itu belum pernah tumbuh di hatiku.
Sebenarnya ini hanya caraku untuk melupakan Fikri, sahabatku, seseorang yang dulu begitu spesial. Orang yang selalu kutunggu-tunggu kembali memberi kepastian, tapi sekarang aku tidak mau menyebut Fikri sahabat lagi, karna bukan sahabat namanya kalau tidak pernah memberi kabar sama sekali.
YOU ARE READING
Hujan Rinduku (Keluarga, Cinta, dan Impian) ☑️
Fiksi RemajaAsyifa Safitri, gadis pecinta hujan dan senja yang memiliki banyak impian di hidupnya, ia suka menuliskan mimpi-mimpinya di buka diary kesayangannya. Dibalik sifat cerianya ternyata ada luka terpendam yang membuatnya berubah jadi gadis rapuh. ...